Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Empati, Fondasi Kemanusiaan yang Tidak Boleh Sirna

14 Januari 2025   18:41 Diperbarui: 14 Januari 2025   18:41 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Empati : ilustrasi AI


Bencana adalah pengingat keras tentang rapuhnya kehidupan manusia. Ia datang tanpa pandang bulu, meluluhlantakkan siapa saja, di mana saja. Dalam situasi seperti ini, seharusnya muncul sisi terbaik dari manusia: empati, kepedulian, dan solidaritas. Namun, di tengah tragedi, terkadang muncul sikap yang justru bertolak belakang---merasa puas, bahkan bahagia atas penderitaan orang lain.

Tragedi kebakaran besar yang baru-baru ini melanda Los Angeles adalah salah satu contoh nyata. Kebakaran itu menghancurkan ribuan rumah, membuat banyak keluarga kehilangan segalanya. Namun, alih-alih menjadi momen untuk menunjukkan solidaritas, sebagian orang justru menunjukkan kebahagiaan atas musibah tersebut.

Refleksi dari Tragedi Tsunami Aceh

Jika kita mundur ke tahun 2004, ketika tsunami besar melanda Aceh, dunia menyaksikan salah satu bencana alam terburuk dalam sejarah modern. Ratusan ribu nyawa melayang, dan kerusakan yang terjadi begitu besar hingga sulit untuk dibayangkan. Namun, apa yang terjadi setelah itu adalah pelajaran besar tentang solidaritas global.

Negara-negara seperti Amerika Serikat, Cina, Jepang, Australia, dan banyak lainnya mengulurkan tangan mereka untuk membantu Indonesia. Mereka memberikan bantuan finansial, sumber daya, dan tenaga. Bahkan negara yang mungkin secara politik atau budaya memiliki perbedaan besar dengan kita menunjukkan rasa kemanusiaan mereka. Tidak ada pertanyaan tentang latar belakang agama, politik, atau kebangsaan dari para korban---yang ada hanyalah kemanusiaan.

Tragedi Aceh adalah pengingat bahwa saat bencana melanda, semua manusia adalah sama: mereka adalah korban yang membutuhkan bantuan dan dukungan. Bayangkan jika dunia saat itu merespons tragedi Aceh dengan kebencian atau ketidakpedulian. Bagaimana perasaan kita jika orang-orang bersyukur atas penderitaan kita hanya karena alasan perbedaan politik atau budaya?

Jika Tidak Bisa Berempati, Setidaknya Jangan Menambah Luka

Tragedi kebakaran Los Angeles, seperti bencana lain, melibatkan orang-orang dari berbagai latar belakang. Ada anak-anak, keluarga, dan mungkin di antaranya ada warga Indonesia yang tinggal di sana. Kita tidak pernah tahu. Namun, kenyataan bahwa sebagian orang merasa senang atau puas atas musibah ini menunjukkan betapa mudahnya kita melupakan nilai-nilai kemanusiaan.

Tidak semua orang mampu memberikan bantuan secara langsung ketika tragedi terjadi, dan itu bisa dimaklumi. Namun, ada hal sederhana yang bisa dilakukan oleh siapa saja: jangan menunjukkan kebahagiaan atas penderitaan orang lain. Ketika kita bersikap seperti itu, kita tidak hanya menyakiti korban, tetapi juga menunjukkan bahwa kita telah kehilangan sisi kemanusiaan kita.

Menghindari Narasi Kebencian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun