Pernah dengar cerita dari kakek-nenek tentang sekolah zaman Belanda? Katanya, meskipun akses pendidikan sangat terbatas, guru itu dihormati, pendidikan terarah, dan hasilnya terasa nyata. Sekarang, meskipun pendidikan lebih terbuka dan bisa diakses hampir semua kalangan, kita malah sering merasa tersesat dalam kebijakan yang berubah-ubah, penuh jargon, tapi minim dampak nyata.
Tenang, ini bukan kritik serius. Ini cuma usaha mentertawakan diri sendiri sambil merenung, kenapa pendidikan kita seperti drama tanpa akhir yang penuh plot twist.
Zaman Belanda: Guru Sebagai Sosok Mulia
Di masa kolonial, guru memiliki peran sentral. Mereka adalah sosok terhormat, bukan hanya karena tugasnya mengajar, tetapi juga karena kemampuannya membangun karakter murid. Anak-anak diajarkan disiplin, menghormati orang lain, dan memahami tanggung jawab.
Meski pendidikan hanya tersedia bagi segelintir orang, kualitasnya diakui. Kurikulum sederhana---membaca, menulis, berhitung, dan memahami lingkungan. Tidak ada beban administrasi yang membuat guru stres atau tuntutan nilai yang membuat murid kebingungan.
Zaman Sekarang: Guru Sibuk Administrasi, Murid Sibuk Nilai
Setelah kemerdekaan, akses pendidikan dibuka untuk semua. Tapi, kualitas pendidikan justru terasa berjalan di tempat. Guru yang dulu fokus mendidik kini lebih banyak sibuk mengisi laporan dan administrasi. Kurikulum sering kali berubah seiring pergantian menteri, dan setiap perubahan disertai jargon bombastis yang sulit dipahami.
Murid juga tidak kalah bingung. Mereka dikejar angka dan ranking, tapi sering kehilangan esensi belajar. Karakter yang dulu jadi pilar pendidikan kini sering terabaikan. Kita fokus pada hafalan dan hasil tes, tapi lupa membangun pemikiran kritis dan keterampilan hidup.
Semua Ingin ke Universitas, Pendidikan Kejuruan Tertinggal
Salah satu dilema besar adalah rendahnya perhatian pada pendidikan vokasi atau kejuruan. Semua orang berlomba masuk universitas, seolah-olah gelar akademik adalah satu-satunya jaminan masa depan. Padahal, tidak semua pekerjaan membutuhkan gelar tinggi, dan banyak peluang kerja yang justru memerlukan keterampilan praktis.