Di ruangan berikutnya, saya melihat banyak tokoh tokoh UGM yang terkenal apaan dunia sastra seperti Omar Khayam dengan karyanya Para Priyayi, Ashadi Siregar dengan novel Cintaku di Kampus Biru, dan WS Rendra dengan Sajak Sajak Sepatu Tua. Â
Juga ada informasi tentang peran serta UGM dalam pemugaran Candi Borobudur, serta kiprah UGM University Press dalam penerbitan buku-buku. Â
Yang tidak kalah menarik adalah lukisan Wayang Beber Reformasi yang menggambarkan situasi jatuhnya Orde Baru pada 1998 dalam perspektif wayang.
Di ruangan lain lagi, sejenak kita kembali ke masa awal berdirinya UGM yang berasal dari beberapa sekolah tinggi dan fakultas yang berada baik di Yogya, Klaten dan Solo. Â Berbagai sekolah tinggi dan fakultas ini kemudian melebur menjadi UGM pada 1949.
Di ceritakan pula tempat kampus pertama di kawasan Kraton Yogyakarta sampai akhirnya UGM mempunyai kampus sendiri di Bulaksumur.  Yang menarik adalah kisah tentang pembangunannya Gedung Pusat UGM di Bulaksumur yang dimulai pada 1951 dan baru selesai pada 1959 dan menjadi gedung modern pertama yang dibangun sesudah Indonesia merdeka.  Dikisahkan pula mengenai beberapa gedung yang menjadi fasilitas kampus yang merupakan warisan konvensi Colombo Plan di Yogyakarta.  Ini menjawab pertanyaan mengapa di Yogya  ada kawasan bernama Colombo.
Yang tidak kalah menarik adalah sebuah ruangan yang menggambarkan ruang kerja Prof Sardjito di mana ada patung beliau memakai jas dan dasi digambarkan sedang menikmati sarapan pagi sambil mendengarkan sarp BBC atau ABC. Ah jadi ingat bahwa saya pun dulu memiliki kebiasaan yang sama.
" Bakti kami mahasiswa Gadjah Mada semua.
Kuberjanji memenuhi panggilan bangsaku.
Di dalam Pancasilamu jiwa seluruh nusaku.
Kujunjung kebudayaanmu kejayaan Indonesia.
Bagi kami almamater kuberjanji setia.
Kupenuhi dharma bakti tuk Ibu Pertiwi.
Di dalam persatuanmu jiwa seluruh bangsaku.
Kujunjung kebudayaanmu kejayaan Nusantara."