ATM dengan pecahan kecil seperti Rp10.000 atau Rp20.000 kini semakin jarang ditemukan. Sebagian besar mesin ATM lebih memilih menyediakan pecahan Rp50.000 dan Rp100.000, dengan alasan efisiensi kapasitas dan biaya operasional.
Namun, pengalaman saya di Yogyakarta menunjukkan bahwa kebutuhan akan pecahan kecil masih ada, terutama di lokasi tertentu seperti kawasan wisata, pusat kota, atau daerah dengan banyak pelajar dan pelaku usaha kecil.
ATM BNI di depan Titik Nol Kilometer adalah salah satu dari sedikit tempat di mana saya masih dapat menarik uang dengan nominal Rp20.000. Pecahan ini cukup fleksibel untuk transaksi kecil, seperti belanja harian atau sekadar membeli jajanan di sekitar Malioboro.
Masa Depan ATM di Era Digital
Seiring perkembangan teknologi, fungsi ATM mulai mengalami pergeseran. Kehadiran dompet digital, QRIS, dan layanan transfer online telah mengurangi kebutuhan akan uang tunai.
Bahkan, dengan semakin berkembangnya sistem pembayaran digital, jumlah mesin ATM di masa depan mungkin akan semakin berkurang.
Namun, keberadaan ATM masih relevan, terutama untuk masyarakat yang belum sepenuhnya mengadopsi teknologi digital.
Selain itu, mesin ATM kini juga menjadi multifungsi, tidak hanya untuk menarik uang, tetapi juga untuk berbagai keperluan lainnya.
Refleksi Pribadi
Menarik uang di ATM bukan sekadar aktivitas biasa bagi saya, melainkan sebuah perjalanan kecil ke masa lalu.
Mesin ATM BNI di depan Titik Nol Kilometer Yogyakarta selalu mengingatkan saya akan evolusi teknologi perbankan, dari masa ketika ATM hanya bisa digunakan untuk menarik uang tunai, hingga kini menjadi alat serbaguna.