Menurut statistik, transportasi udara merupakan salah satu moda yang paling aman. Namun jika ada kecelakaan pesawat udara, kita tetap saja merasa sedih karena pada waktu yang bersamaan, puluhan atau bisa ratusan nyawa melayang .
Dalam beberapa hari terakhir, dunia penerbangan diguncang oleh dua insiden tragis: kecelakaan pesawat Azerbaijan Airlines di Aktau, Kazakhstan, dan kecelakaan pesawat Jeju Air di Bandara Internasional Muan, Korea Selatan. Kedua peristiwa ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai faktor penyebab dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
Kecelakaan Azerbaijan Airlines di Aktau, Kazakhstan
Pada 25 Desember 2024, pesawat Embraer 190 milik Azerbaijan Airlines dengan nomor penerbangan J2-8243 jatuh di dekat kota Aktau, Kazakhstan. Pesawat yang membawa 62 penumpang dan lima awak ini sedang dalam perjalanan dari Baku menuju Grozny, Rusia. Akibat kecelakaan ini, 38 orang dilaporkan tewas, sementara 29 lainnya berhasil diselamatkan.
Menurut laporan awal, mesin pesawat mengalami insiden dengan kawanan burung (bird struke) yang menyebabkan kerusakan signifikan dan memaksa pilot melakukan pendaratan darurat. Namun, beberapa sumber lain menyebutkan kemungkinan adanya faktor lain, termasuk kondisi cuaca buruk dan potensi kesalahan teknis. Bahkan ada juga teori bahwa kemungkinan pesawat terkena rudal Rusia. Investigasi resmi masih berlangsung untuk menentukan penyebab pasti kecelakaan ini.
Kecelakaan Jeju Air di Bandara Internasional Muan, Korea Selatan
Pagi tadi, 29 Desember 2024, Â pesawat Boeing 737 milik Jeju Air dengan nomor penerbangan 7C2216 mengalami kecelakaan saat mendarat di Bandara Internasional Muan, Korea Selatan. Pesawat yang membawa 181 penumpang dari Bangkok ini tergelincir dari landasan pacu, menabrak dinding beton, dan terbakar. Insiden ini mengakibatkan setidaknya puluhan penumpang dikhawatirkan tewas dengan hanya dua orang yang dilaporkan selamat.
Laporan awal menunjukkan bahwa pesawat mendarat tanpa roda pendaratan yang berfungsi, yang menyebabkan pesawat tergelincir dan akhirnya terbakar.Â
Dilaporkan bahwa kemungkinan sistem hidraulik roda pendarat gagal sehingga roda pendarat tidak bisa keluar dan pilot harus melakukan pendaratan dengan "belly landing." Hal ini diperparah dengan flap yang juga tidak bisa keluar sehingga kecepatan tidak bisa dikurangi sewaktu akan mendarat dan menyebabkan high speed landing.Â
Namun, investigasi lebih lanjut diperlukan untuk memastikan penyebab sebenarnya.
Dari dua kecelakaan tersebut dapat dilakukan  analisis kemungkinan penyebab kecelakaan, antara lain:Â
1.Tabrakan dengan Burung (Bird Strike):Â
Kedua insiden ini memiliki laporan awal yang menyebutkan kemungkinan tabrakan dengan burung. Bird strike dapat menyebabkan kerusakan serius pada mesin dan struktur pesawat, yang berpotensi mengakibatkan kegagalan sistem dan kecelakaan.
2.Kondisi Cuaca Buruk:Â
Cuaca buruk, seperti kabut tebal atau angin kencang, dapat mempengaruhi visibilitas dan kontrol pesawat selama lepas landas atau pendaratan, meningkatkan risiko kecelakaan.
3.Kegagalan Teknis:Â
Masalah teknis, seperti kegagalan sistem roda pendaratan atau kerusakan mesin, dapat menyebabkan situasi darurat yang sulit diatasi oleh pilot, terutama jika terjadi secara tiba-tiba.
4.Kesalahan Manusia:Â
Faktor manusia, termasuk kesalahan pilot atau petugas pengatur lalu lintas udara, juga dapat berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan pesawat.
Solusi dan Langkah Pencegahan
1.Pengendalian Populasi Burung di Area Bandara: Implementasi program untuk mengurangi populasi burung di sekitar bandara, seperti penggunaan perangkat pengusir burung atau modifikasi habitat, dapat mengurangi risiko bird strike.
2.Peningkatan Sistem Deteksi Cuaca: Memperbarui teknologi deteksi cuaca di bandara dan pesawat untuk memberikan informasi real-time yang akurat, sehingga pilot dapat membuat keputusan yang lebih baik terkait lepas landas dan pendaratan.
3.Pemeliharaan dan Inspeksi Rutin: Melakukan pemeliharaan dan inspeksi rutin terhadap semua komponen pesawat untuk memastikan semua sistem berfungsi dengan baik dan meminimalkan risiko kegagalan teknis.
4.Pelatihan Pilot yang Intensif: Memberikan pelatihan intensif kepada pilot untuk menghadapi situasi darurat, termasuk prosedur pendaratan darurat dan manajemen kegagalan sistem, guna meningkatkan kesiapan dalam menghadapi kondisi tak terduga.
5.Evaluasi Prosedur Operasional Standar (SOP): Meninjau dan memperbarui SOP yang ada untuk memastikan bahwa semua prosedur keselamatan sesuai dengan standar internasional dan mencakup berbagai skenario darurat.
6.Penggunaan Teknologi Canggih: Mengadopsi teknologi terbaru, seperti sistem pencegahan tabrakan dan perangkat monitoring kesehatan pesawat, dapat membantu dalam mendeteksi potensi masalah sebelum menjadi kritis.
Dua kecelakaan pesawat yang terjadi dalam waktu berdekatan ini menyoroti pentingnya keselamatan dalam industri penerbangan. Meskipun investigasi resmi masih berlangsung untuk menentukan penyebab pasti dari kedua insiden tersebut, identifikasi awal menunjukkan bahwa faktor seperti tabrakan dengan burung, kondisi cuaca buruk, kegagalan teknis, dan kesalahan manusia dapat berperan.
Untuk mencegah terjadinya insiden serupa di masa depan, diperlukan pendekatan komprehensif yang mencakup pengendalian populasi burung di sekitar bandara, peningkatan sistem deteksi cuaca, pemeliharaan dan inspeksi rutin pesawat, pelatihan intensif bagi pilot, evaluasi prosedur operasional standar, dan adopsi teknologi canggih. Dengan menerapkan langkah-langkah ini, industri penerbangan dapat meningkatkan keselamatan dan kepercayaan publik terhadap transportasi udara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H