Bagi saya, Kalpak bukan hanya sebuah topi. Itu adalah kenang-kenangan yang mengingatkan saya akan pengalaman saya di Asia Tengah, baik di Osh yang penuh warna maupun di Alichur yang damai. Topi ini juga mengingatkan saya akan kebaikan hati orang-orang yang saya temui sepanjang perjalanan, terutama Ayah Nazar yang memberi saya Kalpak sebagai hadiah persahabatan.
Saat mengenakan Kalpak itu di Sapa, saya merasa bahwa saya membawa sesuatu yang lebih dari sekadar sebuah benda. Topi itu menjadi simbol dari persahabatan yang terjalin di dunia yang penuh perbedaan. Di Vietnam, meskipun saya berasal dari dunia yang sangat jauh dan berbeda, Kalpak mengingatkan saya akan pentingnya membuka diri terhadap budaya lain, serta nilai-nilai persahabatan dan keramah-tamahan yang bisa kita temui di mana saja.
Setelah kembali ke Indonesia, saya tetap menyimpan Kalpak tersebut sebagai kenangan berharga. Setiap kali melihatnya, saya teringat akan petualangan saya di Asia Tengah dan perjalanan ke Sapa, serta semua orang yang saya temui sepanjang jalan.
Kalpak ini lebih dari sekadar kenang-kenangan; ia adalah simbol dari perjalanan panjang yang menghubungkan saya dengan budaya yang jauh, mengingatkan saya bahwa meskipun kita berasal dari tempat yang sangat berbeda, kita semua bisa terhubung melalui keramahan, persahabatan, dan saling menghargai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H