"Kavhahonai Nur", atau "Cafe Nur," demikian nama kafe tersebut lengkap dengan gambar makanan dan minuman yang dipamerkan di dinding. Juga ada internet 3 G di sini. Â Di tepi sungai saya juga sempat berfoto dengan latar belakang bendera merah putih hijau yang berkibar gagah.
Sekitar pukul 11 pagi, kami tiba di pinggiran kota Khorog yang merupakan ibukota GBAO atau Ghorni Badhakstan Autonimous Oblast. Â Di sini ada sebuah patung Lenin peninggalan zaman Soviet.
Lenin tampak gagah berdiri dan mengenakan  jubah yang tampak berkibar diembus angin . Tidak ada keterangan sama sekali mengenai patung ini, yang ada hanya tulisan CCCP dan lambang palu arit warna merah di dinding tembok yang letak nya beberapa meter di belakang patung. Apakah patung ini memang sejak dulu berada di sini atau sempat dipindahkan dari pusat kota ketika uni Soviet runtuh pada awal 1990-an?
Kami sempat berfoto di tempat ini sebelum melanjutkan perjalanan menuju pusat kota Khorog. Mendekat pusat kota, kami sempat melewati bangunan besar berlantai tiga di sebelah kanan jalan.
"Aga Khan School," kata Ibrahim sambil menunjuk bangunan itu. Aga Khan memang merupakan yayasan yang sangat aktif dengan batuan sosial di kawasan GBAO ini. Saya ingat akan fotonya yang dipajang di rumah Yodgor di Langar.
Memasuki kota Khorog saya melihat gapura dengan tulisan "Modar Yaktost, Tajikistan Yaktost." Ini ternyata merupakan slogan yang berarti Ibu adalah Satu Tajikistan pun Satu, slogan ini mungkin menekankan persatuan di negeri ini.
Sekitar sepuluh menit kemudian, kami sampai di Bozori Markazi Sahri Khorog atau Pasar Central Kota Khorog.
Menurut Mas Agus karena sekarang hari Minggu, sebenarnya pasar sedang tutup, tetapi karena sudah diatur sebelumnya satu gerai akan tetap buka. Kami masuk ke pasar dan menemukan los yang cukup luas. Atapnya dari seng dan kebanyakan barang dagangan ditutup terpal atau kain. Â Kami berjalan menuju satu satunya gerak yang buka. Seorang perempuan berusia empat puluh tahunan menyambut dengan ramah. Berbagai jenis souvenir terutama topi dan kain khas Pamir. Â Saya akhirnya sempat membeli sebuah topi seharga 120 Somoni. Â Sama dengan yang dibeli mbak Retha hanya beda warna saja. Topi ini akhirnya selalu saya pakai dalam perjalanan selama di Tajikistan ini. Â