Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Halte Busway yang Bikin Kita Merenung

4 Desember 2024   05:56 Diperbarui: 4 Desember 2024   07:17 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Informasi di halte TJ: dokpri


Sudah lama saya tidak menggunakan halte   TransJakarta  Gatot Subroto LIPI dan kini terkaget-kaget ketika namanya berubah menjadi Widya Chandra.
Sebuah nama yang cukup kontroversial mengingat itu adalah anna kompleks namun elite yang mungkin tidak pernah naik TransJakarta.

Sambil menunggu bus 9 C jurusan Bundaran Senayan, saya sempat membaca papan reklame dari Kompas yang isinya informasi yang membuat semua pembaca menjadi merenung.

Di sini , terpampang sederet fakta yang menggugah hati. Tulisan itu bukan sekadar informasi biasa, tetapi seakan mengajak kita untuk merenung lebih dalam tentang masa depan negeri ini.

Katanya, kita sedang menuju Indonesia Emas 2045. Namun, apa arti kata emas itu jika angka-angka di papan ini justru mengisyaratkan realita yang berbanding terbalik?

1. Besar Pasak Daripada Tiang: 69 Juta Orang

Sebuah prediksi mencatat bahwa pada 2045, 69 juta orang Indonesia akan hidup 'besar pasak daripada tiang'. Bukan soal gaya hidup semata, ini mencerminkan kenyataan bahwa kesenjangan ekonomi begitu nyata.

Kita sering mendengar istilah "berkah sumber daya alam" atau "bonus demografi". Tapi pertanyaannya, apakah kekayaan itu dikelola dengan bijak? Masih banyak cerita tentang anggaran yang bocor, pembangunan yang tak merata, hingga pengambilan keputusan yang lebih sering melayani kepentingan segelintir orang dibandingkan kebutuhan rakyat banyak.

Slogan yang sering kita dengar  adalah Indonesia negeri yang kaya alamnya. tidak salah, tetapi jangan sampai slogan ini meninabobokan kita semua seperti  lirik lagu lawas "Tongkat kayu dan baru jadi tanaman."

Besar pasak : dokpri
Besar pasak : dokpri

Namun, apakah cukup jika kita hanya menyalahkan pihak-pihak tertentu? Barangkali, ini saatnya kita mulai bertanya: sudahkah kita, sebagai masyarakat, turut mendorong transparansi dan integritas dalam kehidupan sehari-hari?

2. Wirausahawan yang Berjuang dalam Keterbatasan
Data lain menyebutkan bahwa 91% wirausaha Indonesia hanya memiliki pendapatan Rp1,6 juta per bulan. Sebuah angka yang sulit mencukupi kebutuhan dasar, apalagi membangun mimpi besar.
Kita sering kagum pada negara-negara seperti Tiongkok  atau Korea Selatan, yang berhasil melahirkan inovasi dan ekonomi mandiri. Namun, keberhasilan mereka bukan datang begitu saja. Ada kerja keras, dukungan pemerintah yang terarah, dan masyarakat yang mau beradaptasi dengan perubahan.
Bagaimana dengan kita? Apakah semangat kita sebagai bangsa cukup besar untuk menciptakan lingkungan yang mendukung para wirausaha kecil agar mereka benar-benar bisa bertumbuh?

Lapangan kerja: dokpri
Lapangan kerja: dokpri

3. Lapangan Kerja yang Menurun Drastis

Fakta lain menunjukkan bahwa lapangan kerja pada 2024 menurun delapan kali lipat dibandingkan 2014. Ini bukan hanya soal angka statistik. Ini adalah potret suram masa depan generasi muda yang mungkin kehilangan peluang.
Namun, menciptakan lapangan kerja tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kita butuh komitmen untuk mendorong pendidikan yang relevan, pelatihan kerja yang nyata, serta ekosistem hukum yang adil. Hukum yang kuat bukan sekadar untuk menghukum, tetapi juga untuk memastikan setiap orang punya kesempatan yang setara.

Merenungi Diri Sendiri
Saat membaca fakta-fakta ini, mungkin kita tergoda untuk menunjuk pihak-pihak tertentu sebagai penyebab utama. Tapi sejenak, mari kita tanya diri sendiri: sudahkah kita benar-benar jujur terhadap diri sendiri?

Kita sering berbicara tentang moral, tentang etika, bahkan tentang agama. Namun, apakah itu tercermin dalam sikap sehari-hari? Ketika kita melihat pelanggaran kecil, apakah kita membiarkannya? Ketika ada kesempatan untuk berbuat lebih baik, apakah kita melakukannya?

Kemajuan sebuah bangsa bukan hanya tugas pemerintah atau institusi. Itu dimulai dari masyarakat yang sadar dan mau berubah. Kita sering membandingkan diri dengan negara lain, tetapi lupa bahwa keberhasilan mereka datang dari usaha kolektif yang dimulai dari langkah-langkah kecil.

Mimpi Emas, Realita yang Harus Diubah
Kita tentu ingin melihat Indonesia menjadi bangsa yang besar dan dihormati. Tapi itu hanya akan tercapai jika kita mampu menjadi masyarakat yang lebih jujur, disiplin, dan saling mendukung.

Di halte Widya Chandra ini, mungkin kita hanya menunggu bus TransJakarta. Tapi di luar sana, dunia tidak pernah menunggu. Untuk menjadi emas, kita harus mulai dari diri sendiri: dengan integritas, kerja keras, dan keberanian untuk berubah.

Karena mimpi Indonesia Emas 2045 tidak akan terwujud hanya dengan slogan, melainkan dengan tindakan nyata dari setiap warganya---termasuk kita semua, penulis dan pembaca!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun