Dawood juga menjadi contoh bahwa toleransi bisa diwujudkan melalui kata-kata. Ia menunjukkan bahwa meskipun berbeda agama dan budaya, manusia bisa saling memahami dan menghormati.
Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia tentu bisa mengambil pelajaran dari kisah Dawood.
 Karyanya menunjukkan bahwa sastra, bahasa, dan agama memiliki daya untuk menyatukan, bukan memisahkan.
Selain itu, kiprah Dawood dapat menginspirasi penerjemah Indonesia untuk menjembatani budaya kita dengan dunia luar. Bayangkan jika kisah klasik Indonesia, seperti Babad Tanah Jawi atau Serat Centhini, diterjemahkan dengan pendekatan sastra seperti yang dilakukan Dawood.
Nessim Joseph Dawood adalah lebih dari sekadar penerjemah. Ia adalah seorang penjembatan budaya, seseorang yang melihat bahasa sebagai alat untuk menciptakan harmoni di dunia yang penuh perbedaan.
Dengan mengenal kisahnya, kita belajar bahwa menghormati keindahan bahasa dan budaya lain adalah langkah pertama menuju saling pengertian. Dan di dunia yang semakin global ini, pelajaran dari Dawood menjadi lebih relevan dari sebelumnya.
Walaupun begitu, sebagai non muslim yang menerjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa Inggris, tentu saja ada  suara sumbang yang mengomentari bahwa ada ayat-ayat yang ditambahkan atau dikurangi maknanya. Â
Untuk mengkonfirmasi hal ini, tentunya ada baiknya kita membaca kembali baik Al-Quran versi asli salam bahasa Arab klasik dan membandingkannya dengan terjemahkan Dawood.
Selamat membaca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H