Kami kemudian mendekati bangunan candi dan siap untuk mendaki peninggalan bersejarah yang sudah berusia lebih seribu dua ratus atau tiga ratus tahun ini. Di sini Bu Rini, istri Pak Iwan Kurniawan juga ikut bergabung untuk naik ke candi.
Uniknya lagi, sebagian besar peserta telah berusia cukup lanjut yaitu diatas 60, 70, dan bahkan ada yang berusia 80 tahun. Namun dengan tetap bersemangat satu demi satu tangga candi dapat dilalui.
Pagi itu, sinar mentari yang lembut baru saja menggantikan  embun pagi yang menyelimuti Candi Borobudur. Sinar  matahari pagi perlahan menyinari puncak stupa. Kami merasa beruntung karena diizinkan memasuki Borobudur lebih awal, sebelum rombongan pengunjung lain datang. Hanya ada suara langkah kaki kami di tangga batu yang berusia ratusan tahun ini, dan pengalaman itu terasa sangat istimewa.
Saat mendaki tangga-tangga candi, setiap langkah membawa perasaan kagum dan penghormatan. Candi Borobudur memang luar biasa, dihiasi dengan relief yang menceritakan kisah-kisah Buddha dan kehidupan masa lalu.Â
Tanpa keramaian, kami bisa berhenti di setiap lantai untuk mengamati relief dengan lebih dekat dan lebih mendalam, benar-benar menikmati keindahan dan detailnya. Seakan-akan kami terhubung dengan masa lalu, dengan suasana mistis dan spiritual yang memenuhi tempat itu.
Ketika mencapai puncak, pemandangan yang tersaji di hadapan kami sungguh tak ternilai. Kabut pagi yang perlahan menghilang, memperlihatkan lanskap perbukitan yang hijau di sekitarnya.Â
Dari stupa tertinggi, kami bisa melihat seluruh candi yang berdiri megah di tengah alam, dikelilingi oleh hijaunya pegunungan dan sawah-sawah. Matahari pagi semakin tinggi, cahayanya menyinari stupa-stupa kecil di sekitar kami, menciptakan bayangan yang membuatnya terlihat semakin indah dan misterius.