Waktu terus berjalan dengan kejamnya. Kini, hampir 60 tahun telah berlalu sejak peristiwa G30S/PKI terjadi pada tahun 1965. Â
Tetapi lacur, enam dasawarsa tetap belum cukup untuk menguak misteri di belakang tragedi ini.  Peristiwa  ini tetap menjadi salah satu misteri terbesar dalam sejarah Indonesia setelah kemerdekaan.  Dan uniknya peristiwa ini pula yang setiap tahun selalu diangkat menjadi kontroversi yang seakan tidak pernah selesai.  Kita semua seakan mewariskan dosa masa lampau yang tidak diketahui sebabnya.
Jika kita membahas masalah ini, tentunya setiap orang akan mempunyai pendapat masing-masing berdasarkan kepentingan dan juga identitas diri. Untuk mencoba lebih obyektif, ada baiknya kita  sejenak memandang hal ini dari pandangan yang lebih luas,
Ada beberapa  alasan utama mengapa peristiwa ini hingga sekarang  masih menjadi misteri sejarah, yuk kita coba menelaah beberapa:
1. Minimnya Akses ke Dokumen Resmi
Banyak dokumen penting yang berkaitan dengan peristiwa G30S/PKI, baik di Indonesia maupun yang ada di luar negeri  masih bersifat rahasia dan  tidak dapat diungkap kepada publik.
Akses yang terbatas terhadap  dokumen resmi ini membuat kita semua meraba-raba dalam gelap dan kemudian menimbulkan banyak teori konspirasi.
Sebagai contoh, di beberapa negara lain, seperti Amerika Serikat dan Inggris, ada laporan intelijen dan dokumen yang diduga berkaitan dengan keterlibatan atau reaksi mereka terhadap peristiwa ini. Ada sebagian dokumen yang sudah mulai dibuka, namun , sebagian besar dari dokumen tersebut masih bersifat rahasia, sehingga kebenaran sejarah masih memiliki banyak versi yang saling bertentangan.
2. Komunis Sudah Menjadi Momok dan Hantu yang Mengerikan
Pada masa Orde Baru, hanya ada satu versi resmi atas peristiwa ini yang telah menjadi doktrin tersendiri yang sulit dihilangkan dalam alam bawah sadar kita sebanyak bangsa. Versi resmi ini  menyebut PKI sebagai dalang utama peristiwa dan terus dipropagandakan  melalui media, pendidikan, dan institusi pemerintah. Selama puluhan tahun, tidak ada ruang untuk mempertanyakan atau meragukan narasi tersebut.
pemerintah Orde Baru  juga memberlakukan sensor ketat terhadap informasi dan diskusi yang menyimpang dari versi resmi. Karenanya kita semua mau tidak mau harus percaya dan meyakini narasi ini.
3. Kepentingan Politik yang Bertahan Lama
Peristiwa G30S/PKI tidak hanya merupakan peristiwa sejarah, tetapi juga merupakan bagian dari narasi politik yang telah dibangun selama puluhan tahun. Konflik politik antara komunis dan anti-komunis sangat kuat di era tersebut, dan peristiwa G30S sering digunakan oleh Orde Baru untuk menjustifikasi kekuasaan serta melanggengkan kekuasaan. Kalau mau jujur, sampai sekarang, konstelasi politik di Indonesia masih dipengaruhi kuat oleh warisan tersebut.
Karena itu, amat sangat terlalu sulit untuk membahas  kembali kasus ini atau memaparkan kebenaran secara terbuka tanpa menimbulkan kontroversi politik yang signifikan. Bahkan usaha kecil untuk mendiskusikannya saja sering dituduh sebagai tanda-tanda kebangkitan PKI yang harus diwaspadai.  Komunisme memang sudah dicap sebagai bahaya laten yang tidak akan pernah hilang dan terus mengancam.
4. Adanya Beragamnya Teori Konspirasi
Sebagai akibat kurangnya informasi yang terbuka dan komprehensif, banyak teori konspirasi berkembang di sekitar peristiwa G30S.
Teori-teori ini terkadang begitu liat dan bahkan mungkin hanya merupakan dugaan dan spekulatif, misalnya saja dugaan atau tuduhan keterlibatan Bung Karno, atau bahkan Soeharto dan  pihak militer dalam memanipulasi kudeta untuk mengambil alih kekuasaan.
Selain itu juga banyak dugaan keterlibatan kekuatan asing, seperti Tiongkok atau Uni Soviet, dalam merancang atau mendukung kudeta. Bahkan ada juga yang menuduh keterlibatan CIA atau Amerika sebagai dalang untuk menjatuhkan Bung Karno.
Tuduhan dan  dugaan ini kemudian menimbulkan kesan seakan-akan  PKI bukan pihak yang merencanakan kudeta dan  dimanfaatkan pihak lain sehingga  PKI hanya dijadikan sebagai kambing hitam.
Beragam teori ini memperumit upaya untuk mengungkapkan kebenaran, karena sering hanya didasarkan pada spekulasi tanpa bukti yang  jelas.
5. Kompleksitas Situasi Politik dan Ideologis pada saat itu.
Peristiwa G30S terjadi dalam konteks Perang Dingin, ketika ketegangan global  antara blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan blok Komunis yang dipimpin Uni Soviet dan Tiongkok sedang memuncak. Indonesia pada saat itu dipandang sebagai salah satu negara strategis yang pada saat itu lebih condong ke kiri walau secara resmi melaksanakan politik bebas aktif. Karena itu kedua kubu berusaha untuk menarik Indonesia ke sisi mereka. Barat sendiri sangat cemas jika Indonesia jatuh ke dalam tangan komunis.
Situasi politik dalam negeri juga sangat kompleks, dengan konflik antara berbagai faksi politik, termasuk komunis (PKI), nasionalis (di bawah Presiden Sukarno), dan militer. Tidak ada satu faksi yang benar-benar dominan, dan masing-masing memiliki agenda sendiri-sendiri. Kekacauan ideologis dan ketidakstabilan politik membuat sulit untuk menentukan siapa yang sebenarnya bertanggung jawab atau bagaimana peristiwa tersebut berlangsung. Â Sementara Bung Karno sendiri terus berusaha menjaga keseimbangan ini dengan konsep Nasakom.
6. Ketakutan akan Kebenaran dan Akibatnya
Membuka kembali kasus G30S/PKI dan mengungkapkan kebenaran mungkin menimbulkan konsekuensi politik dan sosial yang serius. Ada ketakutan bahwa mengungkapkan kebenaran tentang keterlibatan pihak tertentu dapat mengguncang stabilitas politik, memicu ketegangan sosial, atau bahkan membuka kembali luka lama yang telah berusaha disembuhkan selama beberapa dekade.
Beberapa pihak yang terlibat dalam peristiwa ini mungkin masih memiliki kepentingan untuk menjaga agar kebenaran tidak sepenuhnya terungkap. Hal ini menciptakan hambatan psikologis dan politik dalam penyelidikan yang lebih mendalam.
7. Trauma Kolektif yang Sulit Disembuhkan
Peristiwa G30S/PKI dan kekerasan yang terjadi setelahnya meninggalkan trauma mendalam di masyarakat Indonesia. Pembantaian massal terhadap orang-orang yang diduga komunis dan diskriminasi terhadap keluarga mereka telah menciptakan trauma yang bertahan selama beberapa generasi. Di banyak komunitas, ketakutan dan stigma terkait dengan peristiwa tersebut masih sangat terasa.
Trauma ini membuat sulit untuk membuka kembali diskusi tentang G30S, karena banyak yang takut akan dampak emosional atau sosial dari mengangkat kembali luka lama. Ada juga perasaan di sebagian masyarakat bahwa lebih baik membiarkan masa lalu tetap tersembunyi daripada menghadapi kebenaran yang mungkin sangat menyakitkan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peristiwa  G30S/PKI adalah dan akan tetap menjadi  topik paling sensitif dalam sejarah Indonesia, dengan dampak yang masih terasa hingga saat ini.
Oleh sebab itu, solusinya harus dilakukan dengan hati-hati, berdasarkan prinsip-prinsip rekonsiliasi nasional, penghormatan terhadap korban, dan penegakan kebenaran sejarah.
Berikut beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan:
1. Rekonsiliasi Nasional
Untuk menyelesaikan dampak jangka panjang dari peristiwa G30S/PKI, diperlukan upaya rekonsiliasi yang melibatkan berbagai kelompok masyarakat.
Proses dialog yang terbuka dan jujur tentang masa lalu dapat membantu menyembuhkan luka sejarah dan mencegah konflik masa depan. Dalam proses ini perlu adanya empati dan hati nurani yang saling terbuka dengan menempatkan diri di pihak lain dan berusaha merasakan seandainya kita menjadi mereka.
Sebuah komisi independen bisa dibentuk untuk mengungkap fakta-fakta terkait peristiwa tersebut, serta untuk memberikan pengakuan resmi kepada para korban. Proses seperti ini pernah diterapkan di negara-negara seperti Afrika Selatan dan Timor Leste.
2. Penelitian Sejarah yang Lebih Terbuka
Pembukaan arsip dan dokumen: Agar dapat mempelajari apa yang sebenarnya terjadi pada G30S, sangat penting bagi pemerintah untuk membuka akses terhadap arsip-arsip sejarah terkait. Ini dapat membantu mengungkap fakta yang lebih mendalam dan mengakhiri spekulasi atau teori konspirasi yang beredar.
Penelitian independen: Universitas dan sejarawan independen perlu didorong untuk melakukan penelitian yang objektif tentang peristiwa ini. Ini penting untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif dan adil tentang apa yang terjadi dan siapa saja yang terlibat.
Hal ini penting untuk mencegah tuduhan dan kontroversi yang terus timbul di masyarakat serta tidak terjadi pembelokan sejarah. Â
Ini juga penting agar semua pihak ikhlas seandainya kebenaran itu tidak seperti yang dipercaya oleh diri atau kelompoknya.
3. Melihat sejarah dari Banyak Sisi
Sejarah tentang peristiwa  G30S/PKI  harus dipaparkan  dengan cara yang lebih berimbang dan berdasarkan bukti-bukti sejarah lebih valid.
Narasi yang terlalu berpihak dan menyalahkan satu pihak bisa digantikan dengan pendekatan yang menekankan pada kompleksitas peristiwa dan pentingnya pemahaman mendalam tentang faktor-faktor politik, sosial, dan internasional yang mungkin  terlibat pada waktu itu.
Pendidikan sejarah harus lebih menekankan pentingnya perdamaian, keadilan, dan hak asasi manusia, bukan hanya menyalahkan pihak tertentu. Ini akan membantu generasi mendatang belajar dari masa lalu dan menghindari kekerasan politik di masa depan.
4. Â Menghindari Politisasi Masa Lalu
Sejarah G30S/PKI sering kali digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan politik, baik untuk menguatkan narasi tertentu atau untuk menyerang lawan politik. Penting bagi negara untuk memastikan bahwa sejarah ini tidak lagi digunakan sebagai alat politik untuk memecah-belah masyarakat.
Masyarakat harus didorong untuk belajar dari sejarah, tetapi juga fokus pada tantangan masa depan. Menghindari politisasi masa lalu dapat membantu masyarakat lebih fokus pada pembangunan yang inklusif dan perdamaian.
6. Promosi Hak Asasi Manusia dan Demokrasi
Salah satu pelajaran dari peristiwa G30S/PKI adalah pentingnya membangun sistem demokrasi yang kuat, di mana kebebasan berpendapat, hak asasi manusia, dan hukum dijunjung tinggi. Rezim otoriter dan ketakutan terhadap ideologi tertentu seringkali menjadi pemicu kekerasan politik, seperti yang terjadi pada masa tersebut.
Negara juga  perlu memastikan bahwa tragedi politik seperti G30S/PKI tidak akan terulang dengan memperkuat perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat.
6. Beda Pendapat Boleh, Tapi Jangan Bermusuhan
Mengingat akar dari peristiwa G30S adalah konflik ideologis antara kelompok komunis dan non-komunis, solusi jangka panjangnya harus mencakup cara untuk menyelesaikan ketegangan ideologis di masyarakat secara damai.
Dialog antara kelompok dengan pandangan politik yang berbeda, tanpa kekerasan, dapat membantu mengurangi polarisasi.
Sebagai contoh sebuah polarisasi seperti cebong dan kampret serta politik identitas tidak akan ada lagi pada pemilu atau pilkada di masa depan.
Demikian sekilas pendapat
Mengenai permasalahan misteri  Peristiwa G 30 S/PKI dan solusinya.
Jika pembaca mempunyai pendapat lain, bisa memberikan komentar gang konstruktif tanpa harus saling menyalahkan pendapat yang berbeda.
Terima kasih sudah membaca. Semoga Indonesia dapat melewati masa lalu yang sulit dan menatap masa depan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H