Peristiwa G30S terjadi dalam konteks Perang Dingin, ketika ketegangan global  antara blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan blok Komunis yang dipimpin Uni Soviet dan Tiongkok sedang memuncak. Indonesia pada saat itu dipandang sebagai salah satu negara strategis yang pada saat itu lebih condong ke kiri walau secara resmi melaksanakan politik bebas aktif. Karena itu kedua kubu berusaha untuk menarik Indonesia ke sisi mereka. Barat sendiri sangat cemas jika Indonesia jatuh ke dalam tangan komunis.
Situasi politik dalam negeri juga sangat kompleks, dengan konflik antara berbagai faksi politik, termasuk komunis (PKI), nasionalis (di bawah Presiden Sukarno), dan militer. Tidak ada satu faksi yang benar-benar dominan, dan masing-masing memiliki agenda sendiri-sendiri. Kekacauan ideologis dan ketidakstabilan politik membuat sulit untuk menentukan siapa yang sebenarnya bertanggung jawab atau bagaimana peristiwa tersebut berlangsung. Â Sementara Bung Karno sendiri terus berusaha menjaga keseimbangan ini dengan konsep Nasakom.
6. Ketakutan akan Kebenaran dan Akibatnya
Membuka kembali kasus G30S/PKI dan mengungkapkan kebenaran mungkin menimbulkan konsekuensi politik dan sosial yang serius. Ada ketakutan bahwa mengungkapkan kebenaran tentang keterlibatan pihak tertentu dapat mengguncang stabilitas politik, memicu ketegangan sosial, atau bahkan membuka kembali luka lama yang telah berusaha disembuhkan selama beberapa dekade.
Beberapa pihak yang terlibat dalam peristiwa ini mungkin masih memiliki kepentingan untuk menjaga agar kebenaran tidak sepenuhnya terungkap. Hal ini menciptakan hambatan psikologis dan politik dalam penyelidikan yang lebih mendalam.
7. Trauma Kolektif yang Sulit Disembuhkan
Peristiwa G30S/PKI dan kekerasan yang terjadi setelahnya meninggalkan trauma mendalam di masyarakat Indonesia. Pembantaian massal terhadap orang-orang yang diduga komunis dan diskriminasi terhadap keluarga mereka telah menciptakan trauma yang bertahan selama beberapa generasi. Di banyak komunitas, ketakutan dan stigma terkait dengan peristiwa tersebut masih sangat terasa.
Trauma ini membuat sulit untuk membuka kembali diskusi tentang G30S, karena banyak yang takut akan dampak emosional atau sosial dari mengangkat kembali luka lama. Ada juga perasaan di sebagian masyarakat bahwa lebih baik membiarkan masa lalu tetap tersembunyi daripada menghadapi kebenaran yang mungkin sangat menyakitkan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peristiwa  G30S/PKI adalah dan akan tetap menjadi  topik paling sensitif dalam sejarah Indonesia, dengan dampak yang masih terasa hingga saat ini.
Oleh sebab itu, solusinya harus dilakukan dengan hati-hati, berdasarkan prinsip-prinsip rekonsiliasi nasional, penghormatan terhadap korban, dan penegakan kebenaran sejarah.
Berikut beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan: