Setiap ke Makau, saya tidak pernah melewati kesempatan untuk menikmati Portuguese Egg Tart yang  dikenal juga sebagai pastel de nata. Jajanan ini adalah salah satu ikon kuliner yang paling terkenal di sini. Kue ini memiliki kulit yang renyah dan berlapis, serta isian custard lembut yang terbuat dari campuran telur, gula, dan krim.Â
Menurut cerita, Egg tart pertama kali diperkenalkan oleh Portugis selama masa penjajahan mereka di Makau, dan sejak saat itu menjadi hidangan favorit yang identik dengan Makau. Â Â
Saya juga ingat di awal tahun ini sempat menikmati versi asli nya di Lisboa, ibukota Portugal. Yang membedakan adalah harganya. Di Lisboa, sepotong Egg Tart harganya hampir 2 Euro, sedang di Makau untuk 50 Pataka, kami pendapat 4 potong kue.Â
Di Lisbon saya pernah mendengar asal mula egg tart yang bisa ditelusuri kembali ke Biara Jernimos, biara yang sangat indah di tepi Pantai. Di biara ini, para biarawan menggunakan sisa putih telur untuk membuat pakaian biarawan dan kuning telurnya untuk membuat kue.Â
Ketika Portugis tiba di Makau pada abad ke-16, mereka membawa tradisi kuliner ini bersama dan kemudian diadaptasi dan disesuaikan dengan cita rasa lokal. Mana yang lebih lezat, tergantung selera. Saya sendiri lebih suka versi Makau.Â
Selepas menikmati Egg Tart yang lezat kami sudah melihat Fasad Reruntuhan Gereja Sao Paolo atau Santo Paulus di kejauhan. Di sini suasana begitu ramai dan penuh manusia dari berbagai belahan bumi. Berjalan di depan tangga menuju Ruins of St. Paul di Makau pengalaman yang mengasyikkan. Di sini juga ada prasasti Koa Tua Makau sebagai Warisan Dunia.
Ruins of St. Paul  adalah reruntuhan  Gereja Mater Dei yang dibangun pada abad ke-17, salah satu simbol ikonik Makau yang menunjukkan sisa kejayaan Portugis di koloninya yang pernah dikuasai selama lima ratus tahun. Gereja ini hanya meninggalkan fasad mukanya saja, namun tidak bisa menyembunyikan kemegahannya di masa lampau. Fasad yang menjulang dengan langit kota Makau yang biru cerah..
Tangga yang mengarah ke reruntuhan ini sesak padat dipenuhi oleh turis yang mengambil foto atau video sambil menikmati suasana. Di jalan-jalan di sekitarnya terdapat banyak pedagang lokal yang menjual berbagai macam suvenir, tentu saja selain jajanan khas Makau tadi. Sesekali taksi dan kendaraan melintas memotong jalan sempat ini. Taksi berjalan lebih lambat dari manusia di sini. Sehingga tidak salah tadi kami memilih berjalan kaki.
Kami terus berjalan dan kali ini meninggalkan reruntuhan menuju kawasan Leal Senado atau Senado Square. Di sebuah simpang jalan yang agak mendaki, ternyata ada toko kecil yang menjual Matcha Makau, atau es krim the hijau yang menggugah selera di tengah panasnya cuaca Makau di penghujung bulan Juli. Â