Ini adalah hari terakhir di Makau. Setelah sempat berkunjung ke berbagai kasino baik di Taipa, tiba waktunya untuk berkunjung ke Kota Tua Makau yang sering juga di sebut dengan San Ma Lo.Â
Dari Hotel Grand Lisboa, kami naik taksi dengan tujuan Runia de Sao Paolo atau Ruins of St. Paul, ikon kota tua Makau yang sangat terkenal dan Setiap kali ke Makau, saya selalu mampir ke sini. Entah sudah berapa kali, saya sendiri sudah lupa menghitungnya.
Dari Hotel Grand Lisboa, taksi menyusuri jalan raya Avenida de Almeida Ribiero, yang merupakan jalan utama di Semenanjung Makau. Uniknya walau Bernama Avenida, jalan ini hanyalah jalan yang tidak terlalu lebar. Taksi terus bahkan kemudian berbelok kanan di jalan-jalan yang makin sempit saja.Â
Akhirnya karena tujuan tidak terlalu jauh dan kendaraan sudah macet, kami memutuskan turun dari taksi dan melanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri gang dan jalan yang hanya bisa dilewati pejalan kaki.
Berjalan kaki di jalan sempit di Kota Tua Makau, menuju ke Ruins of St. Paul, memberikan pengalaman unik yang penuh pesona. Sekilas, kita seakan-akan kembali ke zaman beberapa ratus tahun lalu, ketika Portugis masih Berjaya di sini. Waktu memang seakan-akan berhenti karena suasana sekitar yang khas Makau, tempat berpadunya budaya barat dan timur.
Jalan-jalan berbatu yang sempit dipenuhi oleh toko-toko kecil, kafe, dan penjual jajanan lokal seperti Portugis egg tart dan jerky daging yang terkenal.Â
Bangunan-bangunan kolonial Portugis berdiri berdampingan dengan elemen budaya Tiongkok, menciptakan perpaduan arsitektur yang menarik.Â
Di setiap sudut, Anda bisa merasakan atmosfer masa lalu yang masih hidup di tengah hiruk-pikuk ribuan turis dari seluruh dunia. . Langit-langit lengkung dan jalan setapak yang berliku menambah kesan misterius.
Setiap ke Makau, saya tidak pernah melewati kesempatan untuk menikmati Portuguese Egg Tart yang  dikenal juga sebagai pastel de nata. Jajanan ini adalah salah satu ikon kuliner yang paling terkenal di sini. Kue ini memiliki kulit yang renyah dan berlapis, serta isian custard lembut yang terbuat dari campuran telur, gula, dan krim.Â
Menurut cerita, Egg tart pertama kali diperkenalkan oleh Portugis selama masa penjajahan mereka di Makau, dan sejak saat itu menjadi hidangan favorit yang identik dengan Makau. Â Â
Saya juga ingat di awal tahun ini sempat menikmati versi asli nya di Lisboa, ibukota Portugal. Yang membedakan adalah harganya. Di Lisboa, sepotong Egg Tart harganya hampir 2 Euro, sedang di Makau untuk 50 Pataka, kami pendapat 4 potong kue.Â
Di Lisbon saya pernah mendengar asal mula egg tart yang bisa ditelusuri kembali ke Biara Jernimos, biara yang sangat indah di tepi Pantai. Di biara ini, para biarawan menggunakan sisa putih telur untuk membuat pakaian biarawan dan kuning telurnya untuk membuat kue.Â
Ketika Portugis tiba di Makau pada abad ke-16, mereka membawa tradisi kuliner ini bersama dan kemudian diadaptasi dan disesuaikan dengan cita rasa lokal. Mana yang lebih lezat, tergantung selera. Saya sendiri lebih suka versi Makau.Â
Selepas menikmati Egg Tart yang lezat kami sudah melihat Fasad Reruntuhan Gereja Sao Paolo atau Santo Paulus di kejauhan. Di sini suasana begitu ramai dan penuh manusia dari berbagai belahan bumi. Berjalan di depan tangga menuju Ruins of St. Paul di Makau pengalaman yang mengasyikkan. Di sini juga ada prasasti Koa Tua Makau sebagai Warisan Dunia.
Ruins of St. Paul  adalah reruntuhan  Gereja Mater Dei yang dibangun pada abad ke-17, salah satu simbol ikonik Makau yang menunjukkan sisa kejayaan Portugis di koloninya yang pernah dikuasai selama lima ratus tahun. Gereja ini hanya meninggalkan fasad mukanya saja, namun tidak bisa menyembunyikan kemegahannya di masa lampau. Fasad yang menjulang dengan langit kota Makau yang biru cerah..
Tangga yang mengarah ke reruntuhan ini sesak padat dipenuhi oleh turis yang mengambil foto atau video sambil menikmati suasana. Di jalan-jalan di sekitarnya terdapat banyak pedagang lokal yang menjual berbagai macam suvenir, tentu saja selain jajanan khas Makau tadi. Sesekali taksi dan kendaraan melintas memotong jalan sempat ini. Taksi berjalan lebih lambat dari manusia di sini. Sehingga tidak salah tadi kami memilih berjalan kaki.
Kami terus berjalan dan kali ini meninggalkan reruntuhan menuju kawasan Leal Senado atau Senado Square. Di sebuah simpang jalan yang agak mendaki, ternyata ada toko kecil yang menjual Matcha Makau, atau es krim the hijau yang menggugah selera di tengah panasnya cuaca Makau di penghujung bulan Juli. Â
Kami mampir dan membeli es krim berbentuk kerucut warna hijau muda dengan harga 40 Pataka. Ah lumayan segar dan nikmat. Untuk menikmatinya bisa sambil menumpang duduk di toko di depannya yang kebetulan kosong.
Es krim matcha di Kota Tua Makau ini pun menjadi daya tarik kuliner yang menyegarkan bagi para wisatawan. Rasanya segar dan khas dengan rasa teh hijau yang dari Jepang. Boleh dibilang bahwa es krim ini menawarkan kombinasi sempurna antara kelembutan dan cita rasa pahit-manis.Â
Menikmati es krim ini bagaikan menemukan oasis di tengah-tengah hiruk-pikuk jalanan sempit Kota Tua Makau. Benar-benar menjadi jajanan penyelamat di tengah panas nya kota Makau.Â
Singkat kata, selain menyegarkan, es krim matcha ini juga mencerminkan perpaduan budaya, mengingat pengaruh Jepang yang hadir di Makau, kota yang dikenal dengan keanekaragaman kulinernya.
Perjalanan dilanjut untuk menuju ke Senado Square. Di sini, jalanan berbatu nan sempit yang dipenuhi oleh bangunan-bangunan kolonial bergaya Eropa membuat kami merasa seakan melakukan perjalanan melintasi waktu, mengenang jejak sejarah kolonial yang masih terasa hingga hari ini.Â
Sekitar 10 menit berjalan santai, kami tiba di Largo do Senado. Alun-alun kota tua Makau yang juga selalu memanggil untuk disambangi. Senado Square, atau Largo do Senado, merupakan tempat bersejarah di pusat Kota Tua Makau. Lapangan ini dikelilingi oleh bangunan kolonial bergaya Portugis, yang mencerminkan warisan budaya Eropa di daratan Tiongkok.
Ciri paling menarik yang ada di  Senado Square adalah jalan berbatu dengan pola gelombang hitam-putih yang khas, menciptakan atmosfer Semenanjung Iberia yang klasik. Di sekitar alun-alun, terdapat beberapa bangunan bersejarah yang memukau, seperti Leal Senado, gedung pemerintahan kolonial yang elegan, dan Gereja St. Dominic, gereja kuno yang menampilkan perpaduan arsitektur Barat dan Timur.
Gedung-gedung di sekitar Senado Square menampilkan fasad warna-warni dan balkon-balkon besi tempa, menambah kesan artistik. Selain menjadi pusat sejarah dan budaya, Senado Square juga dipenuhi dengan toko-toko, kafe, dan restoran, menjadikannya tempat ideal untuk bersantai sambil menikmati suasana Makau yang unik. Tempat ini adalah pusat keramaian dan titik awal yang sempurna untuk menjelajahi pesona Kota Tua Makau.Â
Perjalanan di Kota tua Makau diakhir di depan Kantor Pos Makau yang juga tidak kalah cantik. Dari sini kami segera menunggu taksi untuk kembali ke hotel. Siang ini juga kami akan melanjutkan perjalanan untuk menuju Zhuhai. Kota perbatasan di Provinsi Guangdong.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H