Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Tarif KRL Boleh Naik, Namun Pertimbangkan Empat Usulan Ini

19 September 2024   09:12 Diperbarui: 19 September 2024   14:40 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stasiun Klender. (Dokumentasi pribadi)

Di samping TransJakarta atau busway, kereta komuter atau yang lebih popular kita sebut sebagai KRL merupakan media transportasi yang paling favorit bagi sebagian besar masyarakat golongan bawah dan juga menengah yang harus bolak-balik dari tempat kediaman di seantero Jabodetabek menuju ke tempat kerja atau kegiatan lainnya. Bahkan di akhir pekan, KRL juga tetap ramai digunakan oleh masyarakat untuk berekreasi ke tempat wisata atau sejenak berkunjung ke sanak saudara.

Hal ini dikarenakan karena jaringannya yang sudah lumayan luas dan juga karena tarifnya yang sangat bersahabat di kantong. Dengan kendaraan apalagi kita dapat pergi dari Bekasi hingga Rangkasbitung dengan ongkos hanya sekitar 11 Ribu, atau Jakarta hingga Bogor dengan ongkos sekitar 6.000 saja. Sementara untuk jarak dekat hingga sekitar 25 kilometer, harga tiket hanya 3,000 saja?

Stasiun Mana?. (Dokumentasi pribadi)
Stasiun Mana?. (Dokumentasi pribadi)

Di samping itu tingkat pelayanan KRL pada saat ini pun sudah termasuk baik dengan kereta dan stasiun yang bersih, gerbong yang sebagian besar sejuk berAC, serta fasilitas di stasiun yang cukup baik dan lengkap. Apalagi kalau dibandingkan dengan situasi zaman jahiliah sebelum era Pak Ignatius Jonan ketika penumpang masih harus berjuang untuk naik ke gerbong dan bahkan sampai naik ke atap kereta. 

Akan tetapi dalam waktu sekitar beberapa bulan terakhir ini, terdengar wacana untuk penyesuaian tarif yang walaupun namanya penyesuaian, tetap saja kenaikan tarif bagi para penggunanya. 

Bagi yang penghasilannya pas-pasan, kenaikan ini tetap saja memberatkan mengingat situasi perekonomian yang sekarang semakin sulit dengan kenaikan harga-harga barang dan juga ongkos transportasi lainnya seperti Ojol, dan lain-lain. 

Sebenarnya masyarakat juga mencoba memaklumi kebijakan atau rencana penyesuaian tarif ini karena pengelola KRL juga dihadapi dengan kenaikan biaya operasional dan adanya tekanan dari pemerintah untuk mengurangi subsidi. 

Namun kebijakan kenaikan tarif sebenarnya bertentangan dengan kebijakan yang lebih tinggi, yaitu mendorong masyarakat untuk menggunakan transportasi publik. Ada kemungkinan sebagian akan kembali beralih menggunakan kendaraan pribadi seperti sepeda motor yang dianggap lebih ekonomis. 

IStasiun Tg. Priuk. (Dokumentasi pribadi)
IStasiun Tg. Priuk. (Dokumentasi pribadi)

Di samping itu, juga ada wacana untuk penyesuaian tarif berjenjang sesuai kemampuan masyarakat pengguna berdasarkan NIK (Nomor Induk Kependudukan). Menurut pendapat saya, kebijakan ini sangat absurd walau terdengar sangat ideal dan adil.

Keabsurdan hal ini adalah mencari korelasi positif antara NIK dan Tingkat kesejahteraan pemiliknya? 

Seandainya pun bisa, bagaimana pengawasan langsung di lapangan, apakah pengguna nanti juga harus melakukan cek ini dengan menyertakan KTP atau identitas diri ketika masuk ke stasiun untuk memastikan bahwa yang bersangkutan tidak memakai tiket untuk golongan ekonomi yang lebih tidak mampu?

Berapa investasi sumber daya dan biaya tambahan yang harus disediakan oleh KRL untuk mewujudkan kebijakan ini? Apa manfaatnya lebih banyak dibanding biayanya? Sementara masih banyak sekali hal yang harus diperbaiki atau ditingkatkan oleh KRL agar menjadi tulang punggung transportasi yang modern dan efisien serta terjangkau bagi masyarakat bisa terwujud sebagai mana di negara-negara maju.

Apakah sudah ada cetak biru agar KRL juga bisa selaras dengan impian Indonesia Emas di tahun 2045, sudah seperti apakah KRL pada saat itu? Hal ini lah yang harus dipertimbangkan lebih mendalam, dibanding cara mudah menaikkan tarif. Sama halnya dengan cara mudah menaikkan pajak dan setelah itu selesai masalahnya?

Stasiun Klender. (Dokumentasi pribadi)
Stasiun Klender. (Dokumentasi pribadi)

Dikarenakan banyaknya pertanyaan-pertanyaan dalam hati di atas, sebenarnya kenaikkan tarif bukan masalah bagi pengguna seandainya KRL sudah bisa memenuhi beberapa hal di bawah ini:

Pertama adalah memperbanyak frekuensi perjalanan di jalur tertentu sehingga memenuhi kriteria transportasi urban modern bagi masyarakat. Hal ini selain membuat masyarakat lebih efisien dengan waktu, juga mencegah penumpukan penumpang di stasiun tertentu karena terlalu lama menunggu kereta.

Hal ini masih dirasakan di rute-rute tertentu yang frekuensi layanan masih agak jarang. Hal ini tentu saja masih belum bisa terlaksana mengingat KRL masih berbagi prasarana dengan Kereta Jarak jauh di satu rute atau bahkan masih berbagi rel dengan kereta Bendara di rute yang lain. 

Yang kedua, masih banyak fasilitas yang dianggap kurang lengkap seperti masih banyak stasiun yang belum dilengkapi dengan eskalator atau lift, juga sering kali eskalator atau lift dalam keadaan rusak dan seandainya tersedia pun masih kurang banyak eskalator atau lift atau bahkan tangga manual sehingga penumpang terasa berdesakan jika sedang transit di stasiun sibuk seperti Manggarai, Tanah Abang, atau Duri. 

Bahkan banyak yang menyebut transit di stasiun tersebut pada jam sibuk bagaikan melewati kawah candradimuka. 

Ketiga, jangkauan KRL walau sudah cukup luas, tetapi belum merata, masih banyak daerah yang belum terjangkau sehingga terkadang untuk menuju ke stasiun, jaraknya masih bisa lebih dari 5 kilo meter dan sebagian besar di luar jangkauan berjalan kaki. 

Jadi untuk menuju ke stasiun mau tidak mau harus menggunakan ojol atau sepeda motor sendiri. Hal ini menyebabkan terkadang naik KRL pun masih cukup mahal. 

Bayangkan kalau kita masih harus naik ojol 15-20 ribu ke stasiun kemudian plus 3.000 untuk naik KRL dan kemudian ditambah 15 ribu lagi menuju tempat tujuan. Ongkos sekali jalan sudah 33 ribu sehingga pulang balik menjadi 66 ribu. 

Seandainya KRL bisa mengembangkan jalur menjadi lebih banyak lagi di kawasan Jabodetabek sehingga jumlah jalur bisa menjadi lebih dari 10 dan jumlah stasiun beberapa ratus maka kita dapat menuju tempat tujuan dari tempat asal hanya dengan berjalan kaki kemudian naik KRL dan kemudian berjalan kaki lagi. Tentunya kenaikan tarif tidak akan menjadi masalah besar. 

Kita juga sadar bahwa ini memerlukan investasi yang besar dan waktu yang lama. Tetapi setidaknya hal ini juga perlu dipertimbangkan atau masuk dalam rencana pagi pembuat kebijakan transportasi publik yang memihak masyarakat luas, terutama golongan menengah ke bawah yang akrab dengan KRL. 

Lalu yang keempat dan terakhir, mungkin kurang popular dan hanya mewakili sebagian kecil masyarakat, yaitu golongan yang termasuk lansia, yang kebanyakan sudah tidak bekerja. 

Seandainya pengelola mempunyai kebijakan untuk memberikan tarif konsesi atau bahkan menggratiskan ongkos bagi golongan ini, tentunya kenaikan tarif tidak menjadi masalah.

Hal ini, walau tidak signifikan tetap akan membantu bagi golongan ini agar tetap dapat beraktivitas sehingga membuat mereka lebih sehat baik secara fisik maupun mental. 

Kebijakan ini bahkan sudah diterapkan oleh TransJakarta dan juga di banyak kota-kota lain di mancanegara. Di Shenzhen misalnya, pemerintah menggratiskan tiket metro Shenzhen bagi lansia di atas 60 tahun sementara di Hong Kong, lansia di atas usia 65 tahun dapat menikmati tarif dengan harga diskon. 

Demikian sekadar opini pribadi dalam rangka menanggapi wacana kenaikan tarif KRL di tengah kesulitan masyarakat terutama golongan pengguna KRL yang tentu saja identik dengan golongan menengah ke bawah. 

Bagi mereka yang selam ini tidak pernah naik KRL tentunya tidak terpengaruh dengan kenaikan ini dan bahkan mungkin hal-hal yang dikemukakan di atas tampak kurang masuk akal.

Tetapi bukankah bila KRL lebih banyak lagi jalur dan stasiun, lebih banyak lagi penggunanya dan tetap dengan harga yang terjangkau, maka situasi lalu lintas juga akan lebih lancar dan menguntungkan bagi mereka yang setiap harinya menggunakan kendaraan pribadi?

Semoga tulisan ini, walau mungkin kurang populer, bisa bermanfaat bagi pembaca dan kita semua!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun