Negeri eks Soviet Jumhuriah Tojikiston atau Republik Tajikistan  mempunyai perbatasan sekitar 1400 kilometer dengan Afghanistan, negeri tetangganya di selatan yang dipisahkan oleh Sungai Amur Darya atau orang setempat menyebutnya Sungai Panj dalam Bahasa Farsi, Tajik atau Dari.
Di sepanjang sungai ini lah kami berkelana menembus garis batas di sebuah tempat yang  maha indah yang disebut juga dengan nama lembah Wahan atau Wahan Corridor. Dimulai dari pegunungan Pamir yang dingin membeku walau di musim panas di akhir Juni melewati Pamir Highway melewati berbagai kota dan desa seperti Karakul, Murghab, Alichur, Langar, Ishkasim, Kulob hingga Kalaikhumb.Â
Sebuah perjalanan panjang yang melelahkan namun mengasyikkan di atas kendaraan roda empat dan menyaksikan pemandangan alam, kehidupan penduduk serta segala dinamikanya.
Di sepanjang jalan itu pula, dapat dinikmati pemandangan yang menakjubkan dengan sejenak berhenti dan meresapinya ke dalam kalbu. Sebagian mengabadikan dengan berfoto atau mengambil video, sebagian lain termenung dan terpaku sekaligus terpesona akan keindahan alam yang ada di depan mata.
Sering kali perbatasan itu begitu dekatnya sehingga orang -orang di seberang sungai sana, yang berjalan atau naik keledai atau kendaraan roda empat dan roda dua terlihat sangat jelas.
Bahkan ada juga yang sempat mengucapkan salam dan dijawab oleh mereka dengan antusias. Namun Nazar segera memperingati bahwa berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang di seberang sungai dilarang oleh tentara Tajikistan. Akibatnya dapat berurusan dengan hukum yang sangat berbahaya, bahkan bisa dipenjara.
Pada satu kesempatan, ketika konvoi kendaraan kami berhenti di tepi sungai dan mengabadikan orang-orang Afghanistan, tiba-tiba saja seorang tentara Tajikistan yang masih berusia sangat belia mendatangi dan segera melarang untuk mengambil foto. Bahkan ada kamera atau ponsel yang diperiksa untuk segera dihapus  foto atau video yang sempat direkam. Rupanya sepanjang perbatasan yang dianggap  rawan banyak sekali pos pos penjagaan tentara Tajikistan. Menurut Mas Agus, di kawasan ini memang rawan penyelundupan dan lalu lintas narkotika.Â
Akan tetapi di suatu tempat di dekat Ishkashim  ada sebuah Afghan Bazaar yang diadakan setiap  hari Sabtu atau Shanbe dalam bahasa Tajik. Ke sinilah kami sempat mampir dan bisa lebih banyak berinteraksi dengan orang-orang dari Afghanistan.
"Kita tidak boleh mengambil foto di jembatan yang dijaga tentara dan untuk masuk paspor akan ditahan dan dikembalikan ketika keluat nanti," demikian penjelasan mas Agus.
Ternyata pengalaman kami sedikit berbeda, untuk masuk ke bazaar,  paspor dan GBAO Permit  masing-masing difoto oleh tentara perempuan yang cantik di pintu gerbang yang dihiasi  kawat berduri.
Lelaki berjanggut dan berewok lebat  dengan pakaian salwar gamis berkeliaran di pasar ini. Ada yang etnis pasthun, sebagian ada juga etnis Hazara yang khas dengan paras Mongoloid.
Berbagai jenis barang dagangan baik pakaian baru atau bekas, sepatu, topi, tas, kerajinan tangan dan pakaian tradisional dapat ditemukan di sini. Â Maya, salah seorang peserta yang paling rajin berbelanja, sempat membeli sebuah tas cantik dengan harga 150 Somoni. Â Dengan bangga dia juga menunjukkan beberapa lembar uang Afghani (mata uang Afghanistan) yang didapat dari kembalian transaksi. Â Di sini memang berlaku dua jenis mata uang; Somoni Tajikistan dan Afghani Afghanistan .
Kalau kebetulan haus, kita  dapat membeli minuman kaleng produk Afghanistan. Harganya sekitar 5 Somoni dan kita juga bisa bertransaksi dengan mata uang Afghani.
Asyiknya warga Afghanistan ini juga sangat suka difoto atau mengajak kami berfoto. Apalagi dengan Maya yang menjadi primadona. Mungkin mereka jarang melihat perempuan dengan penampilan modis tanpa hijab dan burka.
Makan siang dengan menu saslik atau sate khas Afghanistan serta buah semangka dan melon terasa sangat menyegarkan di bawah teriknya matahari Pamir. Â Matahari memang sangat panas menyengat sementara udara cukup sejuk bila ada hembusan angin. Sayangnya di Bazaar ini angin jarang berhembus. Â Yang membuat sebagian harus mengernyitkan dahi adalah jika harus berkunjung ke Xojatxona atau toilet. Â Walau harus membayar 2 Somoni, kondisinya sangat mengerikan karena tanpa air sama sekali.
Di sepanjang perjalanan di lembah Wahan ini pula kami mendengarkan dan menyaksikan sekilas sejarah dan kisah tentang garis batas yang cukup mengharukan.
Kalau ada Pegunungan Pamir di Tajikistan maka ada pegunungan Pamir di Afghanistan, demikian juga nama kota dan desa seperti Ishkasim, Langar, dan sebagiannya.Jadi dulunya mereka adalah satu rakyat yang kemudian dibelah oleh garis batas ketika Rusia dan kemudian Soviet berkuasa di sebelah utara dan Inggris berkuasa di sebelah selatan.
"Pada sekitar 2009, saya sempat berada  di seberang sungai sana. Di Afghanistan dan menyaksikan kehidupan di Tajikistan dari seberang. Sebuah kehidupan yang sangat berbeda. Pada saat itu saya harus berjalan kaki atau naik kuda selama berjam-jam atau berhari-hari untuk jarak yang dapat  di tempuh di sisi Tajikistan selama dua jam naik kendaraan," demikian tambah mas Agus lagi.
Sebuah perjalanan yang membuka mata jiwa dan hati akan keberagaman dan semangat kehidupan gang tidak pernah padam.
Nikmati saja kisah-kisahnya.
Lembah Wahan - Juni 2024