Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Salam Waras dari Tanjung Priuk

27 Mei 2024   10:53 Diperbarui: 27 Mei 2024   11:35 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Mengenal lebih mendalam Aliran Kepercayaan Sapta Darma,"  demikian topik acara Hang Our Kebhinekaan ke 13 yang diadakan pada siang hari 26 Mei 2024 di kawasan Tanjung Priuk, Jakarta Utara.  

'Sanggar Candi Busono,' adalah nama tempat yang dituju dan abang OJOL yang menjemput di depan stasiun Tanjung Priuk sempat bertanya apakah saya sudah tahu tempat ini.  Karena sama -sama tidak tahu, kami memutuskan untuk mengikuti peta di gadget saja. Perjalanan dari stasiun ke alamat di Gang Pelita 3 hanya sekitar 6 atau 7 menit saja.  Gang Pelita 3 sendiri merupakan jalan sempat yang hanya bisa dilalui pejalan kaki dan kendaraan roda 2.  Uniknya sebelum sampai di sanggar ini, ada sebuah  gereja HKBP (Huriah Kristen Batak Protestan) Volker yang menunjukkan bahwa penduduk di kawsan ini cukup heterogeny dari sisi etnis dan kepercayaan.

Memasuki beranda ,sudah banyak peserta acara yang berkumpul dan sedang bercakap-cakap, di antaranya memakai T Shirt warna hitam bertuliskan NPH, atau Nusantara Pelabuhan Handal. Kebanyakan masih berusia muda alias generasi Milenial dan Generasi Z.  Di atas pintu utama terdapat spanduk bertuliskan "

Persatuan Warga Sapta Darma (Persada) Jabodetabek. Peringatan Tanggap Warsa 1 Suro 1957 Saka-Jawa. Candra Sengkala "Sapta Sarana Wiwaraning Budi" Makna: "Dengan Wewarah Tujuh Menuju Budi Pakerti Luhur,"

 

Memasuki ruang utama, sudah banyak lagi peserta yang duduk bersimpuh di atas karpet hijau yang mneyejuukkan mata. Di dinding warna putih ada beberapa foto sosok pendiri aliran Sapta Darma dan juga inti sari ajaran yang dipajang. Antara lain Wewarah   Tujuh yang merupakan kewajiban warga Sapta Darma yang berisi ini ajaran kepercayaan ini.

Juga ada logo Sapta darma  yang berbentuk belah ketupan dengan warna dasar hijau muda, empat  buah lingkaran kosentris warna hitam, merah , kuning muda, dan putih, serta sebuah  segitiga dan juga gambar Semar di tengahnya.  Juga ada tuisan aksara Jawa Hanacaraka di setiap sudutbelah ketupat itu.  Mungkin nanti akan dijelaskan makna logo ini.

Juga ada Sesanti bertuliskan Dimana saja kepada siapa saja warga Sapta Darma  harus bersinar laksana Surya.

Tidak lama kemudian acara dimulai dengan Mbak Elita memperkenalkan Komunitas Hang Out Kebhinekaan serta peserta acara dan tujuan kunjungan ke Sanggar Candi Busono ini.  Juga diperkenalkan konsep Lihat Dengar dan Rasakan yang nantinya akan disampaikan oleh perwakilan  peserta di akhir acara. 

 Kami juga diperkenalkan dengan para pengurus sanggar termasuk Mas Diyo yang dari kelompok remaja dan juga Pak Warjo.  Uniknya, walau aliran ini memiliki nama dan ajaran yang sangat kental dengan budaya Jawa, ternyata pegikutnya cukup beragam, terbukti dengan adanya salah seorang pengurus yang berasal dari Sulawesi Selatan. 

Dijelaskan sekilas mengenai asal mula timbulnya aliran Sapta Darma ini, yaitu ketika turunnya wahyu kepada Bapak HardjoSapoero yang kemudian digelari Bapa Panuntun Agung Sri Gutama pada 27 Desember 1952 di sebuah desa di Kabupaten Kediri, Jawa Timur.  Kami juga mendapat sebuah brosur yang menjelaskan secara lebih lengkap kronologis turunnya wakhyu tersebut.  Pada brosur itu juga dijelaskan bahwa Bapak Hardjosopoero dilahirkan pada 27 Desember 1914 di Kediri dan meninggal 16 Desember 1964.

Kisah mengenai proses turunnya wahyu ternyata tidak terjadi sekali saja, namun dalam beberapa kesempatan selama periode 5 tahun.  Uniknya lagi nama aliran Sapta Darma sendiri baru diwahyukan pada tahun 1955 dan cukup banyak peristwia turunnya wahyu yang bertepaan dengan hari ulang tahun Bapak Hadjosopoero yanitu pada tanggal 27 Desember. 

Secara singkat juga dijelaskan mengenai inti ajaran Sapta Darma dengan Tujuh Wewarahnya dengan semboyan atau Sesanti yang sudah dikutip di atas.  Warga Sapta Darma juga berkewajiban melakukan ibadah minimal satu kali setiap hari baik sendiri di rumah masing-masing atau bersama di Sanggar dengan melakukan sujud.

Ritual sujud ini kemudian didemonstrasikan diatas kain mori berbentuk belah ketupat warna putih yang boleh disebut sebahai lasa ibadah atau sajadah.  Dalam sujud warga harus menghadap ketimur dengan kaki bersila untuk kaum lelaki dan bersimpuh untuk Perempuan. Kemudian diawali dengan badan tegak dan dilanjtukan dengan sujud hingga kening menyentuh alas kain mori tadi.  Sewaktu melakukan sujud ini tentunya dilengkapi dengan doa doa tertentu.

Pada kesempatan ini, juga dijelakan makna Simbo atau logo Sata Darma yang sidah kita lihat sebelumnya.  Bentuk segi empat belah ketupat ternyata melambangkan asal usul terjadinya manusia. Demikian juga dengan segitiga puth dan kuning yang melambangkan asal usul manusia dari suut tritunggal.

Sementara empat  lingkaran konsentris berwarna hitam, merah,  kuning dan putih melambangkan keadaan manusia yang berubah-rubah. Warna hitam melambang nafus angkara, merah arah, kuning, keinginan dan putih kesucian.  Lingkaran putih ini dilengkapi gambar Semar dengan jari yang sedang menunjuk melambangkan hanya ada satu sesembahan yaitu Allah Hyang Maha Kuasa.

Sedangkan tulisan jawa pada lambang ini bermakna Nafsu, Budi, dan Pekerti yang melambangkan sifat manusia. Tulisan jawa yang ada di sudut bawah bermakna Sapta Darma yang bermakana tujuh kewajiban suci yang wajib diemban setiap pengkut aliran kepercayaan ini.

Acara kemudian dilanjitkan dengan diskusi dan tanya jawab yang cukup meriah seperti pertanyaan mengenai apakah ada kitab suci dalam kepercayaan ini dan bagaiman statsus pengikutnya seperti apa tulisan dalam kolom agama di KTP.  Ternyata aliran ini tidak memiliki kitab suci dalam artian seperti Al-Quran dalam agama ISlma, melainkan sebuah kitab peutunjuk atau pedoman yang Bernama Wewarah tadi.  Sementara untuk di KTP sendiri [ada saat ini sudah boleh ditulis dengan Kepercayaan.

Setelah acara selesai, kami dipersilahkan menikmati makanan kecil dan kopi yag disediakan. Saya sempatkan sejenak melihat ruangan di sisi samping bangunan utama.  Selain foto-foto juga ada sebuah gambar berisi logo Sapta Darma lengkap dengan Wewarah tujuh dengan sebuah wejangan: Galilah Rasa yang meliputi seluruh tubuhmu (Kepribadianmy yang asli).

Masih di dinding yang sama juga dipajang sebuah Wejangan yang disampaikan oleh Ibu Sri Pawenang pada 28 Desember 1967 di Sanggar Candi Sapta Rangga, Yogyakarta. 

Anak-anakku, Rakyatmu pada dewasa sedang menghadapai maut.

Menghadapi kejancuran, Waspadalah, waspadalah, Waspadalah!

Anak-anakku. Pada engkaulah aku harapkan menjadi  pelopor dunia.

Menjadi contoh bagi ummat-ummat lainnya.


Tapi engkau hambur-hamburkan waktunya. Tidak dipergunakan sebaik-baiknya.

Sayang anak-anakku.

Anak-anakku, kenapa engkau masih.....


Jangan sampau warga-warga menjadi korban

Para tuntutnan khususnya. Kamu sekalian diuji untuk menilai darma-mu.

Salam waras untuk semua pembaca.  Ya salam Waras merupakan salam pembuka yang memang digunakan oleh warga Sapta Darma ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun