Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Geleng-Geleng Kepala Antara Bali dan Bogota

22 Maret 2024   11:27 Diperbarui: 22 Maret 2024   11:32 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Balisexstore di Bogota: dokpri 

Kisah perjalanan saya kali ini masih di sekitar kawasan El Nogal, sebuah sebuah daerah yang cukup elit elit di ibukota Kolombia itu.

Dari Embajada de La Republica de Indonesia , saya menyusuri Calle 76 hingga bertemu dengan perempatan Carrera 11. Di sini ada sebuah cafe atau bakeri yang cukup menarik dan sempat membuat saya ingin mampir.

Freshway Panaderia, demikian nama bakeri ini. panaderia sendiri kata dalam bahasa Spanyol yang berasal dari kata pan yang berarti roti.  Sekilas, tempat makan di perempatan jalan ini menempati beranda rumah yang diperluas dengan tenda awning atau kanopi warna-warna yang cantik. Saya sempat mengintip menu yang ditampilkan lengkap dengan harga yang cukup terjangkau. Selain berbagai jenis roti, juga ada kopi dan pizza. Karena belum terlalu lapar dan belum waktunya makan siang, saya tidak jadi mampir dan berjanji akan kembali di lain waktu.

Di perempatan lampu merah, ada pertunjukan yang jauh lebih menarik. Seperti juga di Jakarta dan sebagian kota-kota besar di Indonesia, di lampu-lampu merah kota Bogota juga ada pengamen, atau pengemis dan juga pemuda yang mencoba member dijajah kaca mobil dengan harapan mendapatkan uang lembaran 2000 Peso atau uang kecil lainnya.

Namun yang saya lihat kali ini jauh lebih spektakuler, seorang pemuda dengan kostum mirip pemain sirkus berakrobat di lampu merah dengan peralatan seadanya menggunakan tiang lampu sebagai penyangga. Berbagai gerakan yang cukup memukau  dilakukan dalam waktu singkat beberapa menit sebelum lampu  merah berubah hijau.  Sementara seorang temannya berkeliling ke mobil-mobil mengumpulkan uang receh.  

Di Bogota ulah pengamen kadang memang lebih bervariasi.  Di tempat lain, di sebuah lampu merah di dekat Mal Unibogota, saya pernah melihat seorang pemuda yang bergaya pemain sirkus mempertunjukkan keahliannya bermain bola bola yang dilempar dengan kedua tangan dengan memakai kostum pelawak.

Saya kemudian belok kanan dan menyusuri Carrera 11 kembali menuju Taman Meksiko.   Di sebelah cafe ubi ada sebuah bangunan yang sekarang kosong dan disewakan.  Ini dapat diketahui dari tulisan "Se Arienda," lengkap dengan nomor telepon yang bisa dikunjungi.

Jalan-jalan santai berlanjut dengan menyeberang jalan dan melihat-lihat deretan toko dan bangunan yang ada di sepanjang Carrera 11 antara Calle 76 dan 77.

Yang pertama, ada Carulla El Nogal yang merupakan sebuah mini market dan di kaca mini market tertulis "Aqu ganas y usas Puntos Colombia en todas tus compras,".   Ternyata di mini market ini kita bisa mendapatkan dan menggunakan Puntos Colombia yaitu semacam platform membership yang memberikan poin yang bisa dikumpulkan  setiap berbelanja.  Poin ini bisa sudah banyak bisa digunakan juga untuk berbelanja.

Di sebelahnya ada sebuah gerai dengan lambang palang  hijau.  Namanya  "Cruzverde,"  yang bermakna Palang Hijau yang ternyata merupakan sebuah apotek atau farmacia.  Ternyata di Kolombia, palang hijau digunakan sebagai logo Apotik yang cukup banyak saya jumpai di berbagai sudut kota Bogota.

Tidak jauh dari apotek ini juga ada lagi sebuah gerai bernama Drogueria Pastuer.  Toko ini juga menjual obat-obat an karena kata drogueria bermakna drugstore atau toko obat. Uniknya ada tambahan informasi desde 1910 yang menegaskan bahwa toko dengan merek ini sudah berdiri sejak 1910.

Dan yang membuat jalan-jalan saya lebih berkesan adalah sebuah toko yang ada di sebelah toko obat ini. Bali Sex Store, demikian tertulis di depan toko.

Saya sempat  kaget melihat nama ini.  Namun saya belum sempat menyelidiki lebih karena harus menuju halte Transmilenio di dekat Calle 78 untuk naik  bus rute L919 menuju ke pusat kota Bogota.  

Untuk sementara, saya harus menyimpan rasa penasaran saya tentang nama toko yang menggunakan kata Bali itu. Sebenarnya di berbagai negara saya sudah sering menemui nama Bali digunakan sebagai nama komersial. Misalnya di Hongkong atau Kopenhagen ada restoran dengan nama Bali. Di Paris ada restoran dengan nama Djakarta Bali.  Tetapi mengapa di Bogota nama Bali malah digunakan untuk toko yang menjual barang-barang yang dianggap haram di negeri kita?

Apa boleh buat, toko dengan nama Bali di Bogota ini akhirnya membuat saya geleng-geleng kepala.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun