Sementara orang Jawa sendiri juga memiliki sifat yang bervariasi seperti Kromoludiro dan Jayengrono. Â Singkatnya film ini juga memberikan pesan bahwa sosok pahlawan dan penghianat bisa saja terjadi pada siapa saja tanpa memandang etnis dan golongan yang ada pada masa itu. Bahkan pahlawan dan penghianat pun sering berganti nama jika dipandang dari sudut dan pihak yang berbeda.
Bagi pembaca yang mungkin belum lahir saat film ini dibuat, mungkin bisa menikmati film ini dan melihat bagaimana dunia perfilman Indonesia sekitar empat puluh tahun yang lalu telah mampu membuat film-film yang bukan hanya bermutu baik, melainkan juga berhasil mendapat banyak penghargaan.
Film November 1828 ini sukses menggaet 7 Piala Citra termasuk Film Terbaik dan sutradara Terbaik. Â Film dengan produser Nyo Hansiang ini memang dibanjiri bintang-bintang terbaik pada masa itu seperti Slamet Rahardjo, Maruli Sitompul, El Manik, Yenny Rachman, Rachmat Hidayat dan masih banyak lagi.Â
Namun film ini yang memiliki tema khusus tentang keberanian Kromoliduro untuk berkorban demi perjuangan konon terinspirasi oleh sebuah drama berjudul Montserrat karya Emmanuel Robies yang berkisah tentang perjuangan rakyat di Amerika Latin dan serang pemuda yang rela mati dibandingkan membocorkan dimana Simon Bolivar bersembunyi. Â Ah mengingat Montserrate dan Simon Bolivar, pikiran saya langsung berkelana ke Bogota yang baru saja saya kunjungi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H