Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kepala Jadi Kaki, Kaki Jadi Kepala dalam Pilpres 2024

2 Desember 2023   10:09 Diperbarui: 2 Desember 2023   10:24 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam waktu beberapa bulan lagi. Sebagian besar rakyat Indonesia yang mempunyai hak pilih akan berduyun-duyun datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk menentukan salah satu dari tiga pasangan Capres/Cawapres yang akan bertanding memperebutkan mahkota kepemimpinan negeri ini selama lima tahun mendatang. 

Pilpres kali ini sangat menarik karena Jokowi, alias presiden Indonesia selama dua periode dari 2014-2014 sudah tidak bisa bertanding lagi.  Sementara banyak atau ada sebagian rakyat yang mengharapkan kepemimpinan beliau terus berlanjut. Tentu saja di samping sebagian golongan lagi yang selama ini memang ingin mengganti presiden.  Sekarang walau tidak usah diganti, mau tidak mau presiden memang harus berganti sesuaiu dengan aturan undang-undang.  Kecuali pemerintah yang berkuasa saat ini mau mengikuti Langkah Putin atau Xi Jinping yang mau serta mampu berkuasa lebih lama.

Ada beberapa hal yang sangat menarik tentang pilpres tahun 2024 ini. Yaitu terbolak-baliknya logika tentang siapa kawan dan lawan yang membuat rakyat pendukung pun makin terbelah-belah dengan pendapat dan aspirasi masing-masing.  Uniknya berbeda dengan pilpres 2014 dan 2019 yang mempunyai garis pemisah yang jelas antara pendukung Jokowi dan Prabowo, sekarang garis pemisah itu makin kabur dan tidak jelas.

Yuk dengan santai kita telaah dan membedah  kekuatan dan lemahan serta basis pendukung masing-masing pasangan calon:

Pasangan nomor satu, Anies Baswedan dan Cak Imin, saat ini mempunyai penggemar dan pendukung yang lumayan banyak. Berbagai survei menunjukkan popularitas yang kian meningkat dan tidak boleh dipandang sebelah mata.   Kebanyakan pendukung Anies dapat diliha tdan dihubungkan dengan partai-partai yang ada dibelakangnya.  Sudah dapat dipastikan bahwa sebagian dari mereka yang dulu mendukung Parabowo karena tidak suka Jokowi akan mendukung Anies.  Mereka yang selama ini merasa dizholimi dalam masa pemerintahan Jokowi akan menjadi pendukung pasangan ini dengan harga mati. Sebagian yang berteriak ganti presiden pada 2019 lalu juga akan mendukung Anies dan Cak Imin.  

Namun pada saat yang bersamaan, banyak juga masyarakat yang kurang mendukung dan tidak simpati dengan pasangan ini mengingat sebagian pendukungnya selama ini selalu anti dengan kebijakan Jokowi:  Misalnya IKN , pembangunan infrastruktur seperti jalan tol atau pun KCIC.  Bahkan ada kemungkinan proyek IKN akan dihentikan seperti yang selalu didengungkan oleh salah satu partai pendukungnya.

Yang lebih menarik adalah pasangan nomor dua yaitu Prabowo Gibran.  Pasangan ini benar-benar di luar dugaan karena terbentuk dari suatu kombinasi yang dianggap mustahil sebelumnya. Sebagaimana diketahui, bahwa selama dua kali pilpres baik pada 2014 maupun pada 2019, Prabowo merupakan lawan Jokowi.  Prabowo melakukan apa saja untuk mengalahkan Jokowi, namun dua kali itu pula Prabowo harus mengaku kalah dan bertekuk lutut atas keinginan rakyat.  Dan semua pendukung Jokowi menyebutkan bahwa dua  kali pemilu yang memenangkan Jokowi baik ketika berpasangan dengan JK maupun dengan Kyia Ma'ruf Amin adalah curang.  Adalah hal yang kurang masuk di logika ketika pihak yang dulu sering menyerang dan memaki Jokowi, kini menjadi sosok yang didukung dan dipasangkan bersama Gibran,

Namun kini konstelasi politik di Indonesia berubah. Gibran yang belum genap berusia 40 tahun, akhirnya tetap bisa maju sebagai cawapres setelah ada perubahan aturan tailor made yang diputuskan oleh MK. Alias Mahkamah Konstitusi yang kebetulan diketuai oleh paman Gibran sehingga banyak yang tidak suka memelesetkannya menjadi Majelis Keluarga. 

Rasanya sangat tidak masuk akal ketika Jokowi yang selama ini dianggap sebagai petugas Partai dan bahkan identik dengan PDIP bisa melakukan hal-hal yang dianggap membangkang terhadap kebijakan PDIP.   Jokowi bukannya mendukung Ganjar Mahfud, tetapi mengajukan putranya sendiri, Gibran yang saat ini menjadi Walikota Solo untuk ikut bertarung sebagai cawapres bersama Prabowo.  Dan Prabowo sendiri tentunya cukup senang karena mendapat dukungan Jokowi yang diperkirakan masih banyak memiliki pendukung yang setia.  Apalagi kalau melihat kinerja pemerintahan Jokowi selama 10 tahun ini yang cukup sukses dalam berbagai bidang. Yang paling mudah dilihat dan dirasakan oleh rakyat, termasuk oleh mereka yang selalu nyinyir dengan kebijakan Jokowi adalah Jalan Tol dan mungkin juga Kereta Cepat.

Namun, sebagian pendukung Jokowi terutama yang setia kepada PDIP akan menjadi kecewa dengan keputusan Jokowi untuk menggandengkan Prabowo dan Gibran. Mereka akan tetap mendukung pasangan nomor tiga yaitu Ganjar dan Mahfud MD.  Banyak yang berpendapat bahwa jika Ganjar yang menang, program Jokowi seperti IKN akan terus berlanjut.

Banyak yang beranggapan bahwa Ganjar memiliki banyak kekurangan dan kurang bandel seperti Jokowi. Dan ada yang merasa khawatir bahwa kebijakan Jokowi seperti IKN pun bisa saja berhenti jika kurang mendapat dukungan di DPR. 

Dengan demikian, pendukung Jokowi yang dulu terdiri dari pendukung PDIP dan juga memang asli mendukung Jokowi kemana pun dia pergi akan menjadi terbelah dua.  Sebagian akan setia mendukung PDIP dan Ganjar, sebagian lagi akan beralih mendukung Prabowo karena ada Gibran di sana.   Dan pendukung Prabowo yang memang murni mendukung Prabowo termasuk Gerindra sudah pasti akan mendukung Prabowo. Kecuali yang dulu mendukung Prabowo karena anti Jokowi sudah akan pasti mendukung Anies.

Nah secara matematis, akan sangat sulit menentukan pilihan kali ini. Kalau dulu jauh lebih mudah karena perbedaan yang kontras antar Prabowo dan Jokowi serta pendukung-pendukungnya.

Kini, pada pilpres 2024, karena permainan dan perubahan di tingkat atas, maka rakyat pendukung pun harus merubah kepala jadi kaki dan kaki menjadi kepala agar tetap waras. 

Namun kalau kita mengingat pemeo dalam politik bahwa tidak ada musuh atau kawan yang abadi dan yang ada hanyakah kepentingan. Tentunya kita semua akan maklum dan tersenyum saja menghadapinya,

Todak usahlah rakyat juga jadi saling terbelah karena perbedaan pendapat dan siapa yang didukung. Dan yang paling penting jangan sampai medewakan satu tokoh dan memaki-maki atau menjelek-jelekan tokoh atau calon yang lainnya.

Semoga pemilu dan pilpres 2024 tetap berjalan aman dan damai sehingga tidak malu disebut sebagai pesta demokrasi. Semoga siapa pun yang terpilih akan dapat terus melanjtukan Pembangunan gara Indonesia lebih maju, lebih sejahterra dan tidak maenjadi bangsa dan engara yang dipandang sebelah mata di dunia. 

Semoga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun