Berikut beberapa plus dan minus yang saya amati:
Salah satu hal yang membuat saya takjub dengan JIS adalah bentuknya yang indah dan gagah. Sebelum datang langsung ke JIS, saya sering melihatnya dari kejauhan baik ketika melaju di jalan Tol Tanjung Priuk Peluit maupun jalan arteri di dekatnya. Besar dan kokoh serat tinggi menawan. Di malam hari JIS juga tampak lebih indah dengan permainan lampu dan Cahaya.
Ketika masuk ke dalam stadion, kita akan lebih kagum lagi dengan bentuknya yang megah. Tiga tingkat tribunnya yang seakan-akan mengeliling kita serta atapnya yang konon bisa dibuka dan ditutup.Â
Lapangan rumputnya yang hijau serta lampu-lampunya yang terang benderang walau di malam hari. Belum lagi jika permainan akan dimulai, lampu dimatikan sebentar dan penonton diajak sejenak berjoget ria.Â
Ketika sampai di halte Trans Jakarta, kita langsung disambut dengan kemeriahan dan keramaian penonton yang bercampur dengan calo tiket, pedagang kaki lima yang menawarkan suvenir, bendera, pernak-pernik Piala Dunia dan juga tukang makanan.
Hal ini memang dimaklumi karena di mana ada keramaian pasti ada pedagang dan orang-orang yang mencari rezeki. Kesan kumuh tampak dengan tidak teraturnya pedagang kaki lima. Namun ini di luar area JIS dan karena lokasinya yang memang di perkampungan.
Salah satu hal yang juga sering disorot menjadi kelemahan JIS adalah kurangnya tempat parkir sehingga disarankan penonton untuk datang dengan menggunakan kendaraan umum.Â
Nah saya sendiri melihat bahwa banyak penonton yang parkir kendaraan di sisi jalan di sekitar JIS yang konon merupakan parkir liar dan akhirnya harus membayar biaya parkir yang cukup mahal.
Ada juga pilihan untuk parkir di Jakarta Expo Kemayoran dan kemudian naik Shuttle Trans Jakarta gratis nomor U 17. Namun saat mengelilingi JIS ketika menonton di tribun sebelah Timur saya juga sempat melihat tempat parkir JIS yang ternyata belum digunakan.