Setelah sejenak mampir dan memanjatkan doa saya melanjutkan pengembaraan dengan melihat benda-benda yang dipamerkan di ruang bawah ini. Ada sebuah kitab tua yang di simpan dalam kotak kaca. Kitab naskah dalam bahasa arab ini ternyata merupakan kitab tafsir hadis yang berasal dari abad 15.
Di sisi lain ada semacam diorama dalam kaca yang menggambarkan para ulama zaman dulu sedang duduk bersimpuh sambil memegang kitab, lengkap dengan sorban dan janggutnya yang lebat. Juga di dekatnya di dalam kotak kaca dipamerkan pakaian berbentuk jubah warna merah dadu lengkap dengan penutup kepala.
Setelah sekitar 15 menit berada di ruangan bawah, dan tidak ada hal menarik lainnya untuk dilihat, saya kembali ke lantai atas. Di sini dijual beberapa suvenir dan akhirnya saya membeli sebuah T shirt bergambar bangunan kuno di Bukhara.
Dari memorial Imam Bukhari, kami berjalan lagi menyusuri jalan raya dan melihat toko-toko yang cukup ramai. Rupanya semacam pasar tradisional. Â Tidak lama kemudian, karena tiba waktu makan siang dan sudah sedikit lapar, kami mampir di sebuah warung kecil yang menjual kuliner tradisional Uzbekistan. Saya sempat menikmati dua potong samsa dan melihat proses pembakarannya di tandur tradisional dengan tungku dari tanah lihat dan arang yang membara. Di warung ini , selain samsa juga ada manti, dan laghman, mie khas Asia Tengah yang lezat.Â
Pada spanduk kecil yang dipajang di depan warung tertulis kata Tandur Somsa dengan gambar somsa dan manti yang terlihat lezat. Juga ada tulisan Buyurtmalar qabul qilamiz yang dalam bahasa Uzbek bermakna kami menerima pesanan lengkap dengan nomor telepon
Selesai sejenak menikmati samsa. Kami segera memesan taksi online untuk kembali ke hotel di dekat Lyabi Haus di dekat Pohon Agus. Berkat aplikasi Yandex , perjalanan di Bukhara tampak semakin mudah. Â Sesampainya di hotel kami siap-siap untuk segera menuju ke stasiun untuk melanjutkan perjalanan kembali ke Tashikent, ibu kota Uzbekistan dengan kereta Sharq, kereta peninggalan zaman Soviet.
Demikian sekilas pengalaman di pagi hingga diang di Bukhara dan sempat dikira orang Uyghur.
Â