Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menembus Garis Batas 34: Baju Koko dan Madrasah yang Tetap Eksis di Zaman Soviet

11 November 2023   15:50 Diperbarui: 11 November 2023   15:51 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Matahari pagi baru saja bersinar di ufuk timur langit Bukhara.  Drone Tiongkok terus terbang ke sana kemari mengeliling menara dan masjid Kalon dan juga merekam keindahan Madrasah Mir I Arab dari udara.  Sementara saya dan Mas Agus sejenak beristirahat tepat di pintu gerbang utama madrasah. 

Pintu depan madrasah Mir I Arab: Dokpri
Pintu depan madrasah Mir I Arab: Dokpri

Sambil mengagumi keindahan ornamennya, saya juga memperhatikan sepasang plakat kuningan dalam Bahasa Uzbek, Rusia, Arab dan Inggris yang berisi informasi bahwa madrasah ini berasal dari tahun 1530-1536 dan juga merupakan sebuah cagar budaya yang dilindungi pemerintah. 

Prasasti : Dokpri
Prasasti : Dokpri

Sambil duduk kami memandang ke gapura atau iwan Masjid Kalon dan memperhatikan pantulan sang surya yang bergerak perlahan mengikuti rotasi bumi dan Mentari yang kian meninggi.  Pantulan cahaya ini memberikan pemandangan yang memukau sehingga kami rela menanti dan menunggu cukup lama. Hampir 15 atau dua puluh menit untuk melihat sinar yang berjalan menyapu fasad depan masjid paling terkenal di Bukhara ini,

Masjid Kalon: Dokpri
Masjid Kalon: Dokpri

Dua orang santri mendekati kami dan mulai menyapu lantai di sekitar plakat. Rupanya di pagi hari ini selain membersihkan Tahorat Xona, mereka juga membersihkan seluruh lantai dan halaman madrasah.  Saya juga langsung teringat penjelasan Guljan kemarin bahwa Madrasah Mir I Arab ini sekarang merupakan satu-satunya madrasah yang masih berfungsi di Uzbekistan. Sementara madrasah-madrasah lain yang tidak kalah cantiknya sudah berubah menjadi museum, restoran, hotel, dan juga toko suvenir. 

Saya kemudian kembali berjalan menyusuri jalan di antara Tahorat Xona dan madrasah dan sempat melihat iwan atau gapura samping yang terbuka lebar. Di sebelah kiri ada sebuah papa pengumuman dan kursi  dari kayu yang berukir. Bentuk kursi ini sangat familier buat saya karena mirip dengan kursi ukiran Jepara yang banyak di tanah air.   Selain masih berfungsi hingga saat ini, menurut Guljan juga madrasah ini merupakan satu-satunya lembaga pendidikan agama Islam yang diizinkan tetap beroperasi di era Soviet.

Pintu samping : Dokpri
Pintu samping : Dokpri

Sementara di sisi kanan gapura juga ada papan pengumuman dan dua buah sepeda yang diparkir seadanya. Mungkin sepeda ini menjadi alat transportasi buat para santri.  Tepat di seberang sana terdapat iwan samping yang di seberang lengkap dengan lengkungannya yang manis. Juga tapak hiasan kaligrafi di bagian atas dan hiasan dengan pola geometris dan flora dengan warna biru lazuardi yang dominan.    Deretan kamar santri atau hujrah juga tampak di kejauhan berderet rapi dan bertingkat dua.  Sementara itu mengapit sang iwan, ada dua pohon yang sekilas tampak simetris.  Sebuah selang panjang terhampar di lapangan Tengah hingga sampai ke luar halaman madrasah. Mungkin selang ini yang digunakan untuk mengalirkan air hingga ke Tahorat Xona.

Mobil Chevrolet putih: Dokpri
Mobil Chevrolet putih: Dokpri

Puas menikmati suasana pagi di Madrasah Mir I Arab, kami kemudian kembali berjalan di antara bangunan-bangunan tua di pusat Kota Bukhara. Tujuannya kembali ke hotel namun melewati rute yang berbeda.  Di jalan kecil di belakang hotel Kaon Minorai yang baik kedua sisi bangunan terbuat dari bata warna coklat muda , ada sebuah mobil Chevrolet warna putih yang sedang diparkir.  Mobil Chevrolette dan warna putih memang ada dimana-mana di Uzbekistan. 

Kubah: Dokpri
Kubah: Dokpri

Kami kemudian melewati Toqi Zargaron yang pernah kita lewati sebelumnya. Namun saat ini suasana masih sangat sepi dan semua pedagang belum buka.  Sesuai namanya Toqi Zargaron bermakna Pasara Berkubah di mana dijual perhiasan karena dulunya di sini berkumpul para toko dan pandai emas. Yang kini masih ada adalah sebuah museum.  

Tidak lama kemudian, kami melewati sebuah madrasah yang juga tidak kalah cantik dengan Madrasah Mir I Arab.  Namun sekilas dalam kondisi kurang terawat.  Namun madrasah ini memiliki Pistaq atau gapura yang tinggi, besar dan gagah dan diapit oleh tiga deret hujrah berlantai dua dan diujungnya ada menara kecil berkubah.

Madrash Abdulaziz Khan: Dokpri
Madrash Abdulaziz Khan: Dokpri

Iwan madrasah ini juga sangat cantik dihiasi berbentuk stalaktit yang disebut muqarnas dan juga da Salinan baris-baris puisi pujangga yang kondang.  Tetapi secara umum kondisi gapura madrasah ini memang belum direstorasi secara menyeluruh sehingga tampak lebih asli sesuai dengan usianya yang sudah ratusan tahun.   Konon ada juga ornamen bergambar naga dan burung mitologi simorg di madrasah ini.  Pada dinding madrasah juga terdapat prasasti yang berangka tahun 1651-1652 yang menyatakan bangunan ini sebagai cagar budaya.  Rasanya hampir semua madrasah , masjid dan bangunan tua di Uzbekistan memiliki prasasti sejenis.

Saya kemudian berjalan di halaman madrasah ini dan tiba-tiba saja seorang perempuan memanggil-manggil dari madrasah di seberangnya.  Ya, tepat di seberang madrasah Abdulazis Khan ini memang terdapat Madrasah Ulughbek yang bahkan beberapa ratus tahun lebih tua.  Perempuan ini ternyata baru saja membuka pintu gerbang madrasah ini sambil melambai-lambaikan tangannya meminta saya masuk.

Dagangan di Madrasah: Dokpri
Dagangan di Madrasah: Dokpri

Karena tidak enak menolak keramahtamahan orang Uzbek, akhirnya saya dan mas Agus memasuki Madrasah ini.  Tepat di depan pintu dipajang berbagai jenis dagangan. Ada topi khas Uzbek yang cantik juga juga karpet dalam berbagai bentuk dan corak yang menarik. 

Namun saya langsung masuk dahulu ke halaman tengah madrasah dan sempat melihat bagian dalam pistaq.  Di bagian atas teruir dengan manis beberapa ayat Al-Quran,  Dan seperti biasa deretan hujrah bertingkat dua sangat manis dengan jendela-jendela yang melengkung. 

Madrasah Ulughbek: Dokpri
Madrasah Ulughbek: Dokpri

Akhirnya kami mampir ke toko suvenir dan sempat membeli sehelai baju koko dengan bahan yang tampak halus dan enak serta nyaman dipakai.  Harganya pun sangat bersahabat yaitu 50 ribu Sum saja.  Bahkan saya diberi hadiah khusus sebuah gantungan kunci bertuliskan Uzbekistan. 

Menurut Mas Agis sendiri yang banyak berbicara dalam bahasa Tajik dengan ibu penjual suvenir, kami dianggap sebagai pembeli pertama dan arenanya diberi harga khusus serta hadiah dan juga sebagai penglaris dagangan.

Nisan di halaman madrash: Dokpri
Nisan di halaman madrash: Dokpri

Tidak terasa, sudah hampir dua jam kami jalan-jalan di pagi hari di Bukhara. Tiba waktunya untuk kembali ke hotel dan sarapan pagi.   Saya sendiri juga masih punya berbagai agenda di pagi hingga siang nanti sebelum sore hari kembali ke Tashkent dengan naik kereta Sharq.  Bahkan dalam perjalanan ini masih banyak madrsah dan bangunan tua yang kita lihat, di antaranya bahkan mempunya makam yang ada di halaman madrasah. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun