Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menembus Garis Batas 30: Mengenal Yahudi Bukhara

3 November 2023   14:48 Diperbarui: 3 November 2023   15:11 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tochka di dinding rumah: Dokpri

Setelah makan siang dan sekedar beristirahat di hotel, jalan-jalan di Bukhara kembali dilanjutkan. Tujuannya kali ini adalah mampir ke Rumah tradisional Yahudi di Bukhara.  Uniknya lokasi rumah itu ternyata ada di hotel tempat kami menginap, yaitu Grand Nordibeek Hotel di Kota Tua Bukhara. 

Didamping oleh Guland dan Mas Agus kami masuk ke rumah tersebut melalui tangga ke bahwa tanah yang terletak di ruang Tengah terbuka atau courtyard hotel yang digunakan sebagai restoran tempat tamu-tamu hotel makan pagi.   Tangga ini biasanya tertutup dan sebelumnya saya sendiri tidak sadar bahwa di sini terletak tangga menuju ke rumah tradisional Yahudi dan juga Sinagoga di sebelahnya.   Hotel tempat kami tinggal memang berada di Jewish Quarter atau dalam bahasa setepat disebut dengan Mahallah. 

Pintu ke bawah tanah: Dokpri
Pintu ke bawah tanah: Dokpri

Old Jewish Cellar 250 years old. Gallery Byukharian Jews (photo gallery, craft, clothing, video, Uzbek tradition tea without sugar, padaroshi tea X century),  demikian tertulis pada spanduk yang ada di mulut tangga.  

Dengan hati-hati saya menuruni tangga dan kemudian masuk ke ruangan bawah tanah. Sejenak saya harus menyesuaikan diri dengan ruang bawah tanah yang berdinding bata dan hanya memiliki penerangan seadanya.  Di sini seorang gadis Uzbek dengan rambut disanggul  memakai T Shirt warna kuning muda dan gaun warna kuning tua menyambut ramah dan memperkenalkan dirinya. 

Pintu Baghdad: Dokpri
Pintu Baghdad: Dokpri

Dia mulai bercerita sekilas tentang secara rumah tua ini yang telah berusia ratusan tahun dan juga sekilas perkenalan mengenai komunitas Yahudi Bukhara yang sudah tinggal di kawasan ini sejak ratusan atau bahkan ribuan tahun lalu.  Seperti sudah dijelaskan sewaktu kami mengunjungi pemakaman Yahudi, masyarakat Yahudi di Bukhara saat ini jumlahnya hanya tinggal  sekitar 200 jiwa saja sementara dahulu membentuk sekitar 10 persen dari penduduk kota Bukhara sendiri.   Konon rumah ini dulu milik seorang Yahudi Bernama Tsadik Levi yang sekarang sudah pindah ke Israel.  Nah nama Levi ini mengingatkan saya akan merek celana jin yang terkenal yaitu Levi  Strauss. Siapa sangka nama Levi adalah nama khas Yahudi. 

Kaum Yahudi Bukhara bahkan menganggap bahwa Bukhara adalah tanah kelahiran mereka dan juga tanah leluhur mereka. Bahkan menurut sebagian mereka kata Bukhara sendiri berasal dari bahasa Ibrani Bekhar yang berarti sulung atau yang pertama kali dilahirkan.   Wah ternyata lumayan banyak versi asal kata Bukhara. Selama lebih dari dua setengah milenia lebih, kaum Yahudi Bukhara telah tetap eksis setelah melewati pasang surut sejarah.  Ketika Bukhara berada dalam kekuasaan Islam di zaman para Emir, mereka disebut sebagai Dzimi dan harus membayar Jizya sebagai tanda pajak perlindungan.  Ketika di Zaman Soviet pun kehidupan beragama lumayan dibatasi. 

Menurut cerita, di zaman Soviet, pada era 1970-an. Pintu mulai dibuka dan  banyak Yahudi Bukhara  yang mulai beremigrasi ke berbagai negara seperti Israel, Amerika Serikat, Austria dan juga Kanada.  Konon di zaman Soviet mereka disebut dengan Maliy Narod atau Small People untuk menunjukkan komunitasnya sebagai minoritas.

Sunduq atau koper: Dokpri
Sunduq atau koper: Dokpri

Nah sang gadis kemudian menunjuk ke sebuah sunduq atau kotak alias koper yang terbuat dari logam. Kata sunduq ini mengngatkan saya akan bahasa Arab yang memiliki makna yang sama. Konon koper besi in adalah milik orang Yahudi yang ditinggalkan begitu saja dan suatu waktu ada seorang pengunjung yang menangis dan mengaku kalau koper ini dulu adalah milik ya.   Di ruang bawah tanah ini juga dipamerkan sepasang pintu ayu tua berwarna hijau muda yang disebut dengan Pintu Baghdad yang berasal dari abad ke XIX.

Koridor: Dokpri
Koridor: Dokpri

Kami berjalan melewati koridor yang sempit dan gelap dan kemudian muncul di sebuah ruangan yang lumayan besar.  Ruangan ini berfungsi seperti sebuah museum dimana dipamerkan banyak foto dan gambar Bukhara dari masa lalu. Ada gambar Peta wilayah Emirat Bukhara, dan juga Amir Nasrulloh, Emir Bukhara (1827-1860) dan juga foto tokoh-tokoh Yahudi Bukhara yang ternama. 

Emir Bukhara: Dokpri
Emir Bukhara: Dokpri

Selain itu di dinding juga dipamerkan berbagai jenis karpet Bukhara dengan bermacam pola dan corak yang cantik. Kami kemudian dipersilahkan untuk duduk di kursi yang juga tidak kalah cantik dan beristirahat sejenak sambil menyaksikan video yang menayangkan film dokumenter tentang sejarah Yahudi Bukhara. 

Karpet Bukhara: Dokpri
Karpet Bukhara: Dokpri

Perjalanan di Rumah Tua yang sekarang menjadi Museum Yahudi ini dilanjutkan ke lantai atas, ke sebuah ruangan yang sekarang dijadikan toko suvenir. Di sini kembali dijual berbagai macam pernak-pernik kerajinan tangan yang cantik dan menarik.  Saya kembali membeli beberapa tempelan kulkas yang kecil dan mudah dibawa. 

Perjalanan di Museum Yahudi dilanjutkan dengan melihat-lihat sebuah ruangan cantik yang berisi perabotan serat dinding- yang berhias khas warna-warni.  Khas rumah Yahudi di Bukhara.  Yang menarik adalah rak-rak kecil untuk menari berbagai jenis barang yang ada di dinding.  Rak-rak ini dalam bahasa Uzbek disebut dengan Tochka.   Dan konon makin mahal barang yang di simpan akan di taruh di tempat yang lebih tinggi. 

Peta Emira Bukhara: Dokpri
Peta Emira Bukhara: Dokpri

Sayangnya siang itu, sinagoga sedang tutup sehingga kami tidak bisa sejenak mengintip apa saja di dalamnya. Tetapi yang pasti ada hiasan Bintang Daud dan juga Menorah sebagai mana yang saya lihat di Pemakaman Yahudi. Walau tidak sempat mampir ke sinagoga, gadis tadi sempat bercerita sekilas mengenai asal mula dibangunnya musollah ini sekitar 5 abad yang lalu.  Kala itu seorang Menteri dalam pemerintahan Imam Qoli Khan ingin membangun madrasah Nadir Divan Bigi di sekitar Lyabi Hauz.  

Ternyata untuk membangun kolam di depan madrasah ini,, harus menggusur rumah milik seorang janda Yahudi.  Janda ini menolak digusur walau dengan iming-iming ganti untung yang besar. Karena itu sang Menteri memerintahkan untuk membuat kanal yang digali dari sungai Sahrud melewati rumah sang janda. Akhirnya sang janda mengalah dan mau menyerahkan lahannya dan ditukar dengan lahan dimana sekarang berdiri Sinagoga ini.   Uniknya sebelum sinagoge ini dibangun, ummat Yahudi berkumpul di Masjid Maghaki-I Itarri untuk melaksanakan ibadah bersama-sama ummat Islam, walau pun tentu di ruangan yang berbeda.

Sejenak mampir ke rumah tua di Bukhara ini membuat kita sedikit mengenal peri kehidupan suatu masyarakat yang dulunya pernah cukup berkembang di kota Jalan Sutera ini. Kaum Yahudi Bukhara  yang kini telah tersebar  ke berbagai negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun