Masih di Ulitsa Haqiqah ini, juga ada sebuah papan nama petunjuk ke Silk Road Tea House atau Choixona dalam bahasa Uzbek.  Asyiknya menunya ditulis dalam bahasa Rusia.  Ada   alias Turkish Coffee dengan keterangan  atau dengan Kapulaga atau kayu manis.,  Teh Bukhara dengan Safron atau Jahe serta  permen oriental dengan pistaschio dan wijen. Namun yang paling mengasyikkan adalah keterangan  yang artinya Boleh minum sepuasnya.   Wah kalau ada waktu lain kali bisa mampir ke sini.
Beberapa puluh meter  sebelum kubah besar yang Bernama Toqi Telpak furushon, Mas Agus menunjukkan sebuah hamam atau tempat mandi uap yang sudah ada sejak abad ke XV dan Bernama Bozori Kord Hamam.  Kita bisa memcobanya di lain waktu.  Di seberangnya juga ada semacam workshop untuk membuat berbagai jenis barang tempaan alias pandai besi.  Berjalan kaki di senja hari di Kota Tua Bukhara ini, kami seakan-akan kembali ke masa sekitar lima atau 6 abad yang lalu. Waktu seakan-akan berhenti di sini.
Memasuki kubah, di dalamnya kembali kami disuguhi oleh barang dagangan yang sangat cantik dan bagi yang suka berbelanja, dipastikan akan tertarik untuk membelinya.  Namun sore itu, kami memang harus berjalan agak sedikit  cepat karena harus mengejar waktu untuk makan malam sekaligus menyaksikan pertunjukan tarian, nyanyian dan fashion show.
Kami terus berjalan kali ini melewati kaki lima di Ulitsa Mekhtar Anbar dan akhirnya sampai di persimpangan dengan Ulitsa Samarkand di mana terdapat tangga untuk menuju Kolam Lyabi Hauz tempat Pohon Agus berada. Â Waktu menunjukkan hampir pukul 7 malam walau matahari masih belum tenggelam. Â Â Kami kemudian masuk ke halaman Tengah Nodir Devonbogi Madrasah yang pada malam ini disulap menjadi sebuah restoran di ruangan terbuka.
Sebelum masuk saya sempat mengagumi hiasan yang ada di gapura atau Pisthaq madrasah ini.  Terutama karena hiasannya bergambar hewan alias sepasang burung merak yang cantik sedang mengejar matahari di antara keduanya . Perpaduan warna hijau , sayap-sayap putih dan kuning emas kemerahan sang Mentari memberikan kombinasi warna yang indah. Seindah lembayung senja yang sudah merekah di Bukhara.  Ini adalah bangunan madrasah kedua di Uzbekistan yang berani  melanggar aturan atau larangan melukiskan hewan hidup yang ada dalam Islam. Â
Dan malam itu kami menikmati makan malam yang lezat sambil dihibur tarian dan nyanyian serta parade gadis-gadis Uzbek yang terkenal dengan kecantikannya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H