Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Belajar Sejarah dan Kemanusiaan dari Kumpulan Perangko

15 Oktober 2023   07:54 Diperbarui: 15 Oktober 2023   11:59 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu, saya berjalan santai dari Stasiun Juanda menuju ke Kantor Pos di seberang Lapangan Banteng via Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral.  Cuaca cerah dan belum terlalu panas. Memasuki halaman yang luas, saya melihat ada mobil untuk perpanjangan SIM keliling.  Jadi ingat pernah memperpanjang SIM di sini sekitar sepuluh tahun lalu.   Itu adalah kunjungan terakhir kali saya ke Kantor Pos ini. 

Kantor Pos: dokpri
Kantor Pos: dokpri

Saya sempat juga mengagumi keindahan Patung Pak Pos dengan sepedanya yang membangkitkan nostalgia dari masa lampau. Ketika saya sering berkirim surat atau menunggu datangnya surat dari pak pos bersepeda.  Di kaki patung ada prasasti bertuliskan narasi yang indah:

Prasasti: dokpri 
Prasasti: dokpri 

Jasamu Abadi

(Kepada Pak Pos)

Sengatan Terik Mentari, Guyuran Air Hujan

Bahkan Topan dan Badai

Bukan  Penghambat Bagimu

Demi Persahabatan Antara Manusia

Yang Abadi

Jakarta, 31 Desember 1991

Setelah sejenak termenung dan sekaligus mengenang jasa Pak Pos sebagaimana ditulis pada prasasti tadi, saya melanjutkan perjalanan memasuki gedung utama kantor pos. Pagi itu suasana sepi, hanya ada beberapa orang di beranda yang luas. Sesekali sistem antrean menyebutkan nomor antrean dan loket. 

 Dokpri
 Dokpri

Di sini juga ada dua buah vending machine. Yang pertama menjual kopi serta minuman baik hangat dan dingin, yang satu lagu menjual makanan ringan dan minuman.  Setelah membeli kopi dingin dan membayar menggunakan QRIS uang elektronik, saya duduk di kursi yang lebar, nyaman dan empuk sambil memperhatikan sekeliling.  Di sudut hanya ada seorang lelaki berkaos coklat, berusia sekitar tiga puluh tahunan terlihat sedang sibuk mempersiapkan sesuatu di meja.

Ketika seorang satpam lewat, saya menanyakan dimanakan tempat pertemuan alias Meet Up para penggemar perangko alias Filatelis Jabodetabek yang diadakan pagi hingga siang itu.  Maklum saya sendiri belum mengenal satu pun peserta atau panitia karena ini adalah kedatangan perdana saya di acara seperti ini.   Pak Satpam kemudian menunjuk lelaki berkaos warna cokelat tadi.  Saya memang sudah menduga sebelumnya walau takut salah pada awalnya.

Saya segera menghampirinya. Mengucapkan salam dan kemudian memperkenalkan diri. 

Budi, demikian nama lelaki itu dan kami sejenak bercakap-cakap sambil menunggu kedatangan peserta lain. Tidak lama kemudian, seorang perempuan yang disebut Tante Miau juga datang sambil membawa bungkusan berisi oleh-oleh makanan dari Yogya. Ada bakpia, wingko dan berbagai jenis makanan lainnya. Sekotak air mineral juga sudah tersedia di atas meja berdampingan dengan beberapa lembar kartu pos yang sudah lengkap dengan nama, Alamat dan perangko-perangko yang cantik.

Menurut Budi, ini untuk acara penandatanganan kartu pis yang nanti akan dikirimkan ke Alamat masing-masing.  Saya sempat melihat nilai nominal perangko yang ternyata lumayan mahal. Untuk Tujuan Jakarta dan sekitarnya harganya masih murah yaitu sekitar 4000 Rupiah, Namun untuk ke luar Jawa seperti Bengkalis di Kepulauan Riau, biaya perangkonya sudah mencapai 28 Ribu dan kalau ke Papua bisa lebih 80 Ribu?  Wah sangat mahal sekali sekarang karena saya ingat baru saja mengirim kartu pos dari Tashkent ke tanah ar dengan biaya perangko hanya 6.800 Sum alias sekitar 9000 rupiah saja.  Kartu pos cantik itu pun sampai sekitar dua minggu setelah dikirim.

 Jung Beson: dokpri
 Jung Beson: dokpri

Tidak lama kemudian, para peserta makin banyak yang datang dan saya [kemudian banyak mengenal teman-teman baru. Selain Mas Agustinus Wibowo yang kali ini datang dengan membawa koleksi perangko dari Uzbekistan yang baru saja dibeli di Kantor Pos di Tashkent bulan lalu, juga ada Rudy yang memiliki koleksi sangat lengkap terutama perangko dari zaman Hindia Belanda.  Menurut Rudi, sebagian besar perangko lawas itu diwariskan dari orang tuanya. 

Rudy dan koleksinya : Dokpri
Rudy dan koleksinya : Dokpri

"Untuk menjaga kondisi perangko tetap bagus, maka perangko harus disimpan di ruang yang ber AC dan dijaga kelembamannya,"  demikian sekilas tips dari Rudy yang sempat lama tinggal di Berlin.  

Yang menjadi Bintang tamu hari ini sebenarnya adalah Jung Benson, filatelis kondang yang sudah melanglang buana sebagai juri di berbagai event kejuaraan Filateli Internasional.  Perempuan yang berasal dari Indonesia ini sekarang bertempat tinggal di Sydney, Australia sejak lebih tiga puluh lima tahun lalu menikah dengan suaminya yang orang Australia. Keduanya dipertemukan di Swedia pada suatu acara kejuaraan filateli.

 First say kasus: dokpri
 First say kasus: dokpri

Pada kesempatan ini Jung Benson juga membagikan sedikit tips buat para penggemar perangko, yaitu kumpulkan perangko sesuai dengan tema yang kita sukai. Jangan mengumpulkan semua jenis perangko karena nantinya akan tersesat di rimba belantara Mungkin itu adalah inti pesannya jika saya gunakan kata-kata saya sendiri.  Dengan mengumpulkan perangko yang memiliki tema yang spesifik , maka koleksi kita akan dapat sangat bermakna dan memiliki nilai yang tinggi di dunia filateli.

Ammesti Internasion/ dokpri
Ammesti Internasion/ dokpri

Pada pertemuannya ini juga ada  seorang pria yang berprofesi sebagai arsitek dan mengumpulkan perangko dengan tema jembatan. Wah sayangnya dia tidak membawa koleksinya untuk diperlihatkan. 

Pada acara ini juga diadakan pembagian suvenir dari Australia berupa perangko First Day Issue dengan berbagai tema. Saya sendiri mendapat beberapa lembar amplop atau kartu pos dengan perangko bertema Olimpiade London 2012, Olimpiade Rio tahun 2016 serta Amnesty International  pada 2011.

"Until every person can enjoy all of their rights, our candle of hope will continue to burn," demikian pesan kemanusiaan yang sangat menyentuh dan bahkan sangat relevan dengan kejadian saat ini seperti perang di Ukraina dan juga Palestina. 

Mbak Christine: dokpri 
Mbak Christine: dokpri 

Pertemuan pagi hingga siang di Kantor Pos di depan Lapangan Banteng telah usai, tetapi acara belum selesai. Sebagian besar kami melanjutkan dengan berkunjung ke pameran perangko eyang diadakan oleh Christie Damayanti di Central Park.  

Dari perangko serta juga kartu pos yang saya lihat di kantor pos ini ternyata banyak yang dapat dipelajari. Baik sejarah, budaya, dan berbagai sendi kehidupan termasuk sisi-sisi kemanusiaan .

Hari yang menyenangkan mengembara di dunia FIlaleti.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun