Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Berkunjung ke Pura Aditya Jaya yang Ramah Anak

2 Oktober 2023   18:10 Diperbarui: 2 Oktober 2023   18:15 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada banyak sekali konsep dasar agama Hindu yang dibahas siang itu, antara lain adalah konsep ketuhanan dalam Hindu yang selama ini sering disalah artikan oleh umum. Selama ini kita sering mendengar bahwa  penganut Hindu percaya akan Tuhan yang banyak sebagaimana banyaknya dewa dewi dalam Hindu.  Misalnya saja kita sering mendengar adanya Dewa Brahmana, Wisnu dan Syiwa.  Namun siang itu dikemukakan bahwa dalam Hindu hanya mengenal satu Tuhan yang dinamakan Sang Hyang Widhi Wasa. Akan tetapi Tuhan yang Esa ini bisa tampil dalam banyak nama sesuai dengan perannya yang maha segala hal.  Ketika tampil sebagai maha pencipta, maka Ia dikenal dengan nama Dewa Brahmana, ketika tampil sebagai Maha Pemelihara, Ia dikenal sebagai Dewa Wisnu, dan ketika tampil sebagai Maha Penghancur atau Pelebur, maka Ia dikenal sebagai Dewa Syiwa, 

Hal ini sejalan dengan bagian pertama dari Panca Shrada dalam Hindu yaitu Widhi Tattwa yang merupakan pengejawantahan keyakinan akan adanya sang pencipta atau Tuhan itu sendiri. Konsep ketuhanan ini diungkapkan dalam untaian kata yang indah yaitu "Ekam Evam Sadviprah Bahuda Wadhanti" (hanya ada satu Tuhan, hanya orang bijaksana menyebut dengan banyak nama).

"Dalam agama Hindu tidak ada kasta, tetapi dalam Masyarakat memang ada kasta," demikian penjelasan secara singkat ketika membahas tentang kasta. Sebagaimana diketahui dalam Masyarakat Bali dan bahkan non Bali pun sesungguhnya dikenal kasta. Ada yang tergolong kaum bangsawan, pengusaha, konglomerat, penguasa, pejabat , petani dan juga rakyat jelata. Bahkan untuk naik pesawat terbang pun kita mengenal kasta, yaitu yang naik kelas utama, kelas eksekutif atau kelas ekonomi. Dan perlakuan serta layanan pramugari tentu saja berbeda terhadap penumpang kelas utama dan kelas bisnis dibandingkan dengan kelas ekonomi.  Sontak saya teringat akan konsep Masyarakat Tanpa Kelas yang diidam-idamkan golongan Komunis.

Dalam kemasyarakatan memang dikenal adanya istilah Catur warna yang mungkin sering diidentikkan dengan kasta. Namun ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan ajaran agama.

Lalu dibahas juga mengenai ritual dalam agama Hindu yang sering berbeda baik antara Hindu Bali dan juga Hindu di India.  Ternyata agama Hindu memang ketika menyebar ke suatu tempat tidak ditujukan untuk menaklukkan dan mengubah budaya masyarakat setempat melainkan menyuburkan budaya yang sudah ada. Karena itu adat dan  budaya Hindu di Bali mungkin berbeda dengan Hindu di Jawa, India dan tempat-tempat lainnya.

Setelah puas dengan tanya jawab dan diskusi, acara selanjutnya adalah tur keliling pura. Dimulai dari mengenalkan fasilitas baik sekolah dan gedung serbaguna serta kantin yang ada di kompleks, kami kemudian memasuki halaman pura melalui pintu gerbang atau gapura yang dikawal sepasang patung Ganesha.  Di jelaskan bahwa di pura ini selain Dewa Ganesha, Dewi Saraswati juga sangat dipuja dan keduanya memang melambangkan dewa dan dewi ilmu pengetahuan.  

Kami memasuki halaman pura yang termasuk dalam area Madya Mandala dan di sini terdapat sebuah pendopo yang bisa digunakan untuk berbagai kegiatan pendukung upacara keagamaan di pura ini.

Santeng: Dokpri
Santeng: Dokpri

Di depan halaman Madya Mandala ini terdapat tiga buah gapura atau pintu gerbang untuk masuk ke Utama Mandala atau bagian paling suci dari pura, Yang paling besar adalah Gapura Agung yang pintunya tertutup sehingga kami masuk melalui pintu yang lebih kecil di sisi gapura agung.   Di samping gapura ada tempat untuk meminjam selendang atau santeng yang biasanya berwarna kuning atau putih sebagai kelengkapan beribadah dan masuk ke pura. Juga ada dupa dan bunga. 

Di dalam Utama Mandala terdapat pendopo dan juga gazebo serta juga sebuah gunungan atau padma tempat meletakan banten atau sesajen alias persembahan melakukan puja atau doa.  Ada dua orang yang kebetulan sedang khusyuk berdoa. 

Dijelaskan pula bahwa umat Hindu bebas melakukan puja kapan saja namun biasanya mereka melakukan sembahyang tiga kali dalam sehari, yaitu pagi hari ketika matahari terbit, siang hari, dan sore hari ketika matahari tenggelam. Tetapi hukumnya tidak wajib dan tidak ada konsep dosa bila tidak berdoa atau melakukan puja alias sembahyang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun