Mpok Yuli mengucapkan selamat datang dan kemudian memulai jalan-jalan dengan sekilas menceritakan Sejarah Kampoeng Togoe ini. Di sebutkan kata Tugu sendiri kemungkinan berasal dari kata Portugis yang karen sulit dilafalkan oleh orang Betawi berubah menjadi Tugu. Kemungkinan lainnya adalah berasal dari sebuah prasasti yang Bernama Prasasti Tugu yang berasal dari era Kerajaan Tarumanegara.
Menurut Mbak Yuli asal muasal penduduk Kampung Tugu ini adalah kekalahan Portugis atau Belanda di Malaka pada pertengahan abad 17. Â Portugis berkuasa di Malaka sejak 1511 hingga 164. Pada 1648, Belanda berkuasa di Malaka dan akibatnya pasukan Portugis yang ada di Malaka dibawa ke Batavia sebagai tawanan perang dan Budak.Â
Dalam perkembangannya mereka bisa Merdeka dengan syarat memeluk agama Protestan dari sebelumnya memeluk agama Katolik. Akhirnya mereka pun menjadi Protestan dan bahkan nama keluarga atau Fam mereka pun diganti dengan Fam Belanda.Â
"Dulu ada sekitar 23 Fam namun sekarang hanya tersisa 7 Fam." Demikian lanjut Mpok Yuli lagi sambil dengan lancar menyebutkan ketujuh nama keluarga itu. Satu di antaranya adalah Fam Michiel yang akan kita kunjungi rumahnya yang sekarang berfungsi menjadi  Rumah Toegoe sekaligus tempat asal muasal Kerontjong Toegoe.  Berkurangnya jumlah Fam ini kemungkinan karena ada yang tidak menikah atau hanya ada keturunan Perempuan sehingga nama keluarga menjadi punah. Atau ada juga yang pindah ke daerah lain atau pindah ke negeri Belanda.Â
Mpok Yuli juga sekilas mengisahkan tentang kejadian Gedoran pasca kemerdekaan Indonesia. Pada saat itu penduduk Kampung Tugu ini sempat mengalami peristiwa pengusiran karena mereka dianggap selama ini pro Belanda. Â Untungnya ada seorang tokoh lokal yaitu Haji Maksum yang melindungi mereka. Â Karena itu penduduk Kampung Tugu ini memiliki tradisi mengenakan baju koko dan juga peci ketika ke gereja atau acara lainnya. Bahkan dalam keroncong toegoe pun ada alat musik rebana untuk menghormati jasa Haji Maksum ini.
Kami kemudian mampir sebentar ke dalam Gereja Tugu sambil mendengarkan kilasan Sejarah gereja yang aslinya dibangun pada abad ke 17. Namun bangunan yang sekarang ini berasal dari abad ke 18 alias tahun 1747 yang dibangun atas sumbangan tuan tanah Belanda Justinus Van der Finch yang juga membangun Pasar Tanah Abang. Â Sebuah gereja yang indah walau sudah berusia ratusan tahun.
Di halaman samping gereja, juga ada kuburan yang pertama kali saya lihat ketika mampir ke sini. Ini adalah kuburan penduduk Kampung Tugu yang sudah berusia ratusan tahun. Walaupun begitu ada juga makam yang masih baru karena sistem tumpeng yang diterapkan oleh Pemda DKI.Â
"Makam tertua di sini adalah Makam Guru atau Pendeta Leimena," demikian keterangan Mpok Yuli lagi sambil menunjukkan sebuah nisan berbentuk piramida kecil yang sayangnya tidak ada tanda tahun.Â