Berkunjung ke Registan Square tentu saja tidak sempurna bila hanya mengintip keindahan dan kemegahan tiga madrasah ikonik yang menjadi permata peninggalan arsitektur khas Uzbekistan ini. Karena itu rombongan Garis Batas pun berbaris rapi memasuki kawasan wisata ini setelah Daniyor membeli tiket. Â Siang itu, suasana di Registan Square tidak terlalu ramai.
Kami memulai pengembaraan dari bangunan madrasah paling tua yang ada di sebelah barat. Madrasah Ulughbek seperti yang sudah diceritakan sebelumnya, di sini dulu tinggal ratusan santri yang menempati ruangan-ruangan yang ada di madrasah. Â
Namun kini ketika kami masuk ke dalam courtyard madrasah, para santri sudah lama menghilang, bahkan sejak era Soviet berkuasa. Kini di sini, bahkan sejak di beranda madrasah, sudah berganti dengan gerai-gerai yang menjual sovenir dan pernak-pernik buah tangan buatan Uzbekistan. Â Ada benda-benda dari keramik, T shirt, gantungan kunci, magnet yang ditempel di kulkas, baju tradisional Uzbek, hingga hiasan dan ornamen yang menarik.
Bukan hanya di Madrasah Ulughbek. Hal yang sama juga dapat dilihat di madrasah Tilla Kori dan juga Sher Dor. Â Bagi yang senang berbelanja, Uzbekistan barangkali merupakan surga berbelanja. Selain kualitas barang yang bagus, harganya pun lumayan terjangkau. Apalagi nilai tukar mata uang Uzbekistan, yaitu Sum tidak jauh berbeda dengan mata uang Rupiah. Saat ini 1 US Dolar bisa ditukar sekitar 12 Ribu Sum.
Namun saya sendiri lebih suka akan seni bentuk dan Sejarah serta kisah-kisah menarik yang ada di balik kemegahan madrasah-madrasah ini. Â Dan tentu saja selain dengan mengamati, ini juga dapat diperoleh dengan mendengarkan penjelasan dari pemandu wisata dan sesekali bertanya-tanya.
Kalau kita memandang madrasah Ulughbek dari depan, tampak sekali sebuah bangunan megah di apit oleh dua menara di kedua sisinya baik di utara maupun Selatan dan sebuah gapura atau Pishtaqs yang terkadang juga disebut dengan iwan. Â
Salah satu keunikan madrasah ini adalah hiasan-hiasan di bagian muka. Selain dihiasi dengan pola geometrik dan kaligrafi tanpa menggambarkan makhluk hidup, madrasah ini juga dihiasi dengan keramik atau tesela bentuk segi empat yang secara keseluruhan membentuk mosaik yang indah dengan warna-warna yang khas dan sekaan-akan membentuk konstelasi benda-benda ruang angkasa sekaligus menunjukkan passion Ulughbek dalam bidang astronomi.
Menurut Daniyor, selain yang di Samarkand ini, adalagi dua madrasah yang dibangun atas perintah Ulughbek, yaitu di Bukhara dan di Gijduvon, sebuah kota kecil sekitar 48 kilometer di sebelah timur laut Bukhara. Â Ketiga madrasah ini memiliki ciri khas arsitektur yang mirip sehingga diduga dirancang oleh arsitek yang sama, yaitu, Ismail b. Tahir b. Mahmad Isfahani. Â Tidak mengherankan bila nuansa Persia sangat kental di sini.Â
Dari depan tampak Iwan yang paling besar dan megah dan memiliki Alkua atau ceruk kecil yang berhiaskan muqarna yang sekilas mirip stalaktit di dalam gua. Sangat khas dan indah di cerukan ini terdapat jendela kecil dimana kita  isa mengintip langsung ke dalam halaman dalam atau courtyard madrasah.Â
Begitu masuk ke dalam halaman dalam, kita akan terpesona dengan deretan hujra atau ruang-ruang yang dulunya merupakan asrama para santri. Kini ditempati oleh toko-toko souvenir yang sudah diceritakan sebelumnya. Â Pada sisi paling barat terdapat sebuah masjid dan di setiap sudut terdapat ruangan berkubah yang disebut darkshan atau ruangan kelas.Â
Ternyata , pengunjung juga bisa naik ke menara dengan membayar sekitar 70 ribu Sumdan kemudian menikmati pemandangan kota Samarkand dari ketinggian sekitar 35 meter. Â Selain Mas Agus, Grace, Mbak Wyd dan suaminya bercerita bahwa mereka sempat naik ke atas menara. Â Tentu saja kalau Mas Agus bisa naik gratis karena memang saya menjuluki ya dengan Bocah Samarkand alias Anak Samarkand. Â Apalagi kalau sudah berbicara Bahasa Uzbek atau Tajik.Â
Sementara di Madrasah Tilla Kori sendiri secara umum hampir sama dengan madrasah Ulughbek keculai di dalamnya terdapat sebuah masjid yang sangart indah yang inteiornya semua berapis emas.Â
Daniyor sendiri meminta kami untuk memejamkan mata ketika memasuki masjid ini dan aru membuak mata ketika sudah ada didalam bangunan, tepat di bawah kubah nya yang megah. Saat membuka mat aitu, saya merasa seakan-akan dikelilingi oleh bangunan yang semuanya berlapiskan emas yang berkilauan. Bukan hanya dinding dan interior kubah, mihrab masjis pun berhiaskan cerukan dan mucrma yang juga berlapis emas. Â Sangat indah dan juga menawan hati. Â Siapa yang tidak terpseona akan keindahan aristektur madrasah ini. Â Metoda menghias ornament ini dalam seni arsitektur disebut dengan Kyndal. Â Sejenak kami terpaku sambi mengagumi kemegahannya dan kemudian baru bergerak untuk berfoto.Â
Saya juga sempat memasuki Madrassah Sher Dor yang memiliki keunikan karena lukisan singa di fasad depannya. Selain itu, di  pishtaq atau iwan, diatas pintu masuk  juga ada lambang swastika yang konon sudah sering digunakan sejak lama sebagai lambang keberlimpahan dan kesuburan.  Salah satu fitur menarik madrasah ini dalag dua buah kubah dengan hiasan membentuk seruling. Â
Demikian lah siang hingga senja itu kami menjelajah di kawasan Registan Square dari satu madrasah ke madrasah yang lain dan mengagumi keindahannya. Sebagian lagi asyik berburu souvenir di toko-toko yang ada. Â Â Kami diminta untuk berkumpul sekitar pukul 18.20 sore tepat di depan Madrasah Ulughbeg.
Sambil menunggu , saya kemudian berjalan menuju pintu masuk dan melewati sebuah gerai minuman yang menjual makanan dan minuman ringan. Â Selain air putih juga ada minuman dingin dan es krim. Â Dari sini saya menuju ke pintu masuk dan kemudian penjaga pintu, petugas yang memakai seragam berjas mendekati dan mengajak berbincang-bincang dalam bahasa campuran Inggris dan Rusia.
Ketika mengetahui bahwa rombongan kami berasal dari Indonesia dia berkata satu kalimat yang membuat saya heran.
"Indoneziya Ochen Dargai," katanya dalam bahasa Rusia yang berarti Indonesia sangat manga, atau harga-harga di Indonesia jauh lebih mahal dibandngkan di Uzbekistan. Â
Ketika saya tanya apakah dia pernah ke Indonesia, ternyata pria itu belum pernah berkunjung ke mana pun di luar negeri. Â Hanya ada kenalan dan kerabatnya yang pernah berkunjung ke Indonesia yaitu Jakarta dan Bali dan berkomentar bahwa harga-harga secara umum di Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan di Uzbekistan.
Saya hanya tersenyum saja dan agak sulit menjelaskan kalau harga di Indonesia pun sebenarnya tidak terlalu mahal. Tetapi secara umum harga di Uzbekistan memang lebih murah dibandingkan di Indonesia. Satu botol air mineral ukuran sedang yaitu 650 ml misalnya hanya seharga 3000- Sum atau sekitar 4000 rupiah. Itu pun harga di tempat wisata. Kalau kita beli di supermarket tentunya lebih murah lagi. Â Bahkan harga es krim juga ada yang hanya 4000 Sum atau sekitar 5000 rupiah di kawasan Registan Square ini.
Nantinya setelah sampai di Bukhara dan Tashkent saya juga sempat mampir ke mini market dan membeli air mineral dalam ukuran besar yaitu 1,5 liter dengan hanya 4000 atau 5000 Sum. Â Dan masih banyak harga makanan yang mungkin sama atau lebih murah dibandingkan di tanah air.Â
Orang tadi mungkin membandingkan harga-harga yang ada di tempat wisata baik di Jakarta atau Bali dengan harga -harga di Uzbekistan.
Karena itu tidak usah kaget kalau pesan yang disampaikan adalah Indoneziya ochen darogay atau Indonesia sangat mahal walau saya sebenarnya ingin berkata bahwa Indonesia tozhe ochen dyeshove atau Indonesia juga sangat murah.Â
Dan yang pasti benar adalah baik Indonesia maupun Uzbekistan memeang merupakan negara yang terkenal murah bagi wisatawan internasional. Selain murah, penduduknya pun sangat ramah dan suka tersenyum.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H