Bandara Soekarno-Hatta merupakan lapangan terbang yang sudah beroperasi sekitar tahun 1985 dan melayani masyarakat pengguna penerbangan yang tinggal bukan hanya di DKI Jakarta, melainkan juga di awasan Jabodetabek, serta Banten untuk bepergian dengan transportasi udara ke segala pelosok negeri maupun mancanegara.Â
Bandara ini menggantikan Bandara Kemayoran yang ada di pusat kota dan juga menggantikan bandara Halim Perdana Kesuma yang pernah melayani penerbangan internasional sebelum Soetta dioperasikan.
Katika pertama kali dirancang, sebenarnya bandara ini juga akan dilengkapi dengan transportasi berbasis rel yang akhirnya dapat terwujud pada akhir 2017 lalu, setelah lebih 32 tahun kemudian.
Dengan beroperasinya kereta bandara, maka ada lagi satu alternatif bagi penumpang selain naik kendaraan pribadi, taksi, bus bandara atau pun taksi online. Namun sayang, hingga lima tahun lebih kereta bandara beroperasi, jumlah penumpang terlihat tetap sepi.
Hal ini dapat dilihat setiap kali kereta bandara melintas atau berhenti baik di Stasiun BNI City maupun Manggarai. Sebelumnya pernah diadakan terobosan mengoperasikan KA Bandara hingga ke Bekasi, namun tetap sepi dan malah mengorbankan sebagian jadwal KRL Komuter.Â
Ada banyak alasan mengapa kereta api bandara terlihat sepi peminat kecuali bagi mereka yang kebetulan tinggal di dekat Stasiun Manggarai, BNI City, Duri atau mungkin Batu Ceper.
Pertama adalah tarif yang lumayan mahal yaitu 70 ribu sehingga naik bus DAMRI mungkin lebih ekonomis walau ongkos DAMRI pun sekarang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan tarif KA Bandara.
Walau mulai Juni 2023 harga tiket KA Bandara ada promo yaitu diturunkan hingga 50 ribu, kita masih harus menunggu sekitar satu bulan untuk melakukan evaluasi.
Selain itu jadwal kereta bandara yang kadang masih ada yang bolong yaitu satu jam baru berangkat pun mempengaruhi orang yang akan menggunakan moda angkutan ini belum lagi kalau yang tinggal lumayan jauh dari stasiun sehingga harus datang ke stasiun dengan menggunakan angkutan tambahan seperti taksi.
Kalau lebih dari dua penumpang, maka dapat dipastikan naik taksi akan sama saja ongkosnya dan langsung sampai di depan rumah.Â
Selain itu, rancangan stasiun kereta api di bandara di mana dari stasiun masih lagi harus naik Kalayang juga menambah keengganan calon penumpang untuk naik KA Bandara, karena tentunya kalau kita berangkat biasanya waktu untuk lapor atau cek ini juga sangat diperhitungkan.Â
Walau sudah sampai di Stasiun KA Bandara, masih perlu waktu lebih dari 15 sampai 30 menit untuk pindah ke Kalayang menunggu kereta, turun dari Kalayang dan kemudian masuk menuju tempat cek ini. Sementara kalau menggunakan Bus DAMRI, penumpang bisa langsung diantar ke masing-masing terminal dan hanya berjalan kaki sedikit.
Lalu bagaimana solusinya agar KA Bandara lebih ramai penggunanya?
Sebenarnya ada beberapa usulan yang mungkin bisa dilaksanakan. Pertama, kereta bandara memiliki dua macam layanan: kereta ekspres seperti yang sekarang ini yang hanya melayani stasiun tertentu dan layanan komuter dan kereta komuter yang beroperasi antara Stasiun Batu Ceper dan Stasiun Bandara dengan ongkos dan jadwal seperti kereta komuter lainnya.Â
Jadi bagi penumpang dan juga karyawan yang bekerja di bandara dapat memiliki angkutan umum ke bandara yang terjangkau.Â
Jadi kalau kereta bandara memiliki jadwal 30 menit sekali, maka slot yang kosong bisa dipakai untuk dua atau 3 kali perjalanan KA Komuter antara stasiun Batu Ceper dan bandara.
Pilihan kedua adalah memberikan harga khusus langganan bagi karyawan yang bekerja di bandara. Harga khusus atau konsesi ini bisa saja misalnya 10 Ribu sekali jalan. Dijamin akan banyak karyawan yang menggunakan kereta bandara dibanding naik DAMRI atau kendaraan pribadi.Â
Dua usulan di atas adalah saran paling ekonomis untuk meramaikan pengguna yang menuju ke bandara dengan naik kereta. Baik kereta bandara ekspres maupun kereta KRL yang ikut beroperasi antara Stasiun Batu Ceper dan Stasiun Bandara. Dengan demikian infrastruktur yang dibangun tidak menjadi sia-sia atau kurang manfaatnya.
Sementara usulan terakhir adalah membangun rel tersendiri untuk kereta Ekspres KA Bandara sehingga tidak mengganggu operasi KRL ketika melintas antara Batu Ceper Duri hingga Manggarai.Â
Kalau perlu diperpanjang hingga ke Halim Perdana Kusuma dan terintegrasi dengan Kereta Cepat dan LRT di Stasiun Halim. Dan kalau Bandara Halim akan terus digunakan sebagai bandara komersial, maka bisa ditambah lagi satu stasiun LRT di dekat Bandara halim. Pilihan ini tentunya memerlukan tambahan pembangunan dan investasi. Tetapi tetap bisa dipertimbangkan.Â
Bukankah dulu pernah ada rencana membangun kereta api antara Bandara Halim dan Soekarno-Hatta. Sebagai contoh adalah kota Shanghai yang memiliki Bandara Hongqiao dan Pudong yang terintergarsi baik dengan metro (MRT), maupun kereta cepat dan bahkan Maglev selain dengan berbagai plihan angkutan bus.
Ada satu lagi usulan yang sebenarnya bukan hal baru, yaitu membuka akses Bandara Soekarno-Hatta dan Halim Perdana Kusuma untuk TransJakarta.Â
Tentunya kita masih ingat bahwa Bandara Soekarno Hatta dulunya pernah dilayani oleh bus PPD rute Kali Deres Soekarno Hatta. Kalau tidak salah nomor busnya 214 Rute bus ini melewati Jalan Raya Rawa Bokor dan Benda langsung menuju kawasan Soekarno Hatta yaitu jalan di depan Tower, Imigrasi, Masjid, Kantor Pos dan terus ke Stasiun Ka Bandara yang sekarang.
Rute bus ini tidak melayani terminal, mungkin akan lebih banyak digunakan untuk melayani karyawan yang bekerja di bandara dan tinggal di kawasan Kali Deres hingga Rawa Lele, Benda, dan Rawa Bokor.Â
Bahkan bisa siapa saja yang siap berjibaku pindah-pindah kendaraan umum untuk menuju bandara. PPD juga pernah menyediakan layanan Bus Patas Grogol Bandara Soetta pada sekitar tahun 1990-an, kalau tidak salah Bus Patas P33.
Tentunya pilihan TransJakarta untuk melayani Kali Deres via Rawa Lele, Benda, dan Rawa Bokor, bukan merupakan pilihan yang sulit secara teknis. Kemauan politik dan pertimbangan ekonomis yang mungkin menjadi kendala utama.
Perlu diingat bahwa ini hanya memberikan alternatif angkutan dan bukan pilihan utama bagi penumpang. Karena naik TransJakarta melewati rute tersebut ke Kalideres mungkin akan mengambil waktu yang cukup lama mengingat kondisi jalan dan lalu lintas.Â
Selain rute ini, ada satu lagi rute TransJakarta yang sangat mungkin dan bisa jadi akan lumayan banyak penggunanya, Yaitu rute ke Pluit melewati Jalan Tol. Operasional TransJakarta tidak memerlukan terminal atau tempat khusus di Bandara, yang diperlukan hanya sebuah halte untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.Â
Demikian sekilas saran dan usulan yang mungkin bisa membuat stasiun kereta di bandara menjadi lebih ramai serta adanya alternatif angkutan yang ekonomis untuk menuju ke bandara.
Perlu diingat bahwa bandara merupakan fasilitas umum yang kalau bisa dapat dijangkau oleh masyarakat secara luas. Sebagai bandingan, Bandara Changi menyediakan banyak sekali alternatif angkutan yang lumayan terjangkau, selain MRT, juga ada terminal bus di bagian bawah setiap terminal dengan tujuan banyak tempat di seantero Singapura, juga dengan tarif yang biasa saja. Bahkan bandara I Gusti Ngurah Rai juga memberikan alternatif angkutan Trann Metro Dewata sebagai salah satu pilihan.
Jadi kalau kita tinggal di Bekasi dan mau ke Bandara, ada pilihan naik taksi yang ongkosnya beberapa ratus ribu, naik DAMRI yang ongkosnya 95 ribu, naik KRL yang mungkin ongkosnya tidak sampai 10 ribu naik gabungan KRL dan Kereta Bandara, atau mungkin naik TransJakarta yang ongkosnya 3.500 rupiah saja.
Semuanya dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pilihan di tangan Anda sesuai keperluan dan kebutuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H