Saya masih ingat pernah menonton pertunjukkan teater musikal berjudul Faust et Rangda yang merupakan kolaborasi seniman Perancis dan Bali dengan kisah yang menggabungkan kisah Faust yang menggadaikan ruhnya serta Rangda, mitologi dari Bali yang melambangkan kejahatan dalam perwujudan ratu para leak yang konon sering memakan anak kecil. Â Kalau tidak salah pertunjukkan ini pernah lihat di Taman Ismail Marzuki sekitar tahun 1987 atau 1988, beberapa tahun sebelum kunjungan saya ke Frankfurt. Â Â
Frankfurt, selain terkenal sebagai salah satu kota paling modern di Jerman Barat kala itu dengan kumpulan pencakar langit dan juga merupakan pusat perbankan di Eropa, juga masih terdapat kota tua yang disebut Altstadt dan masih di sekitar kawasan ini juga terdapat Romerberg Square, yang merupkaan sebuah lapangan atau plaza tempat terdapat deretan bangunan-bangunan dari abad pertengahan yang cantik dengan arsitekturnya yang khas, salah satunya adalah Der Rmer, yang sejak abad ke 15 sudah berfungsi sebagai Rathaus atau Balai Kota Frankfurt. Â
Nah di sekitar sini pula kita dapat mampir ke rumah kelahiran Goethe yang sekarang berfungsi sebagai museum dan disebut dengan nama Goethe Haus. Kunjungan ke Frankfurt memang terasa belum lengkap jika tdak mampir ke sini. Â
Pada masa itu, kunci kamar masih manual dan belum ada kunci elektronik yang menggunakan kartu seperti sekarang dan ketika mengambil kunci, kita harus meminta kepada resepsionis hotel dan saya masih ingat nomor kamar saya yaitu 56 dan saya selalu meminta kunci dengan nomor  sechsundfnfzig dalam bahasa Jerman.
Namun ketika mampir di suatu kedai kopi dan memesan kopi saya belajar lagi suatu istilah yang selama ini belum sempat saya ketahui.  Ketika memesan dua cangkir kopi saya hanya menjawab dengan zwei kaffee bitte.  Yang langsung dikoreksi oleh pelayan dengan mengatakan zweimal kaffee.  Semenjak saat itu setiap kali memesan makanan dan minuman saya selalu menyebutkan einmal atau zweimal dan baru dilanjutkan dengan makanan atau minuman yang kita pesan.Â
Siapa sangka pengalaman langsung belajar di negeri Jerman memang lebih membekas dibandingkan dengan hanya belajar melalui kursus atau buku. Â Nah sejak saat itu, saya kemudian mendapat banyak kesempatan untuk berkunjung ke negeri-negeri atau kota dimana kita bisa bicara bahasa Jerman. Baik di Hamburg, Berlin, Koln, Bonn, dan berbagai kota di Austria sepeti Wina dan Salzburg atau bahkan di Swiss seperti di Zurich. Â Di sini lah saya dapat mempraktikkan bahas Jerman untuk berbicara dengan sopir taksi atau ketika memesan makanan dan minuman di restoran. Â
Dan kata zweimal kaffee tidak akan pernah saya lupakan hingga saat ini walau kemampuan bahasa Jerman saya tetap statis. Â Lebih banyak bisa membaca dibandingkan berbicara. Â Hal ini membuktikan bahwa pengalaman sering kali lebih berharga dibandingkan belajar melalui buku saja. Bahkan belajar dan kursus hingga mendapat sertifikat saja masih belum cukup untuk mengetahui istilah yang sederhana seperti memesan dua cangkir kopi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H