Banyak skenario dan juga anggapan mengenai penyebab peristiwa kerusuhan Mei 1998. Akan tetapi salah satu yang paling sering dituduhkan adalah peristiwa ini merupakan suatu konspirasi besar bagi penguasa saat itu untuk tetap melanggengkan kekuasaan. Apa benar atau tidak, tidak akan ada yang bisa membuktikannya. Waktu yang akan membuat kita semua melupakan peristiwa in secara perlahan-lahan ketika saksi-saksi hidup akan mulai menua dan hilang dari sejarah. Â Mungkin akan sama dengan peristiwa yang tidak kalah mengerikan, yaitu peristiwa 1965 dan 1966. Yang juga setelah lebih enam dekade akhirnya pun secara perlahan mulai menghilang dalam ingatan kolektif bangsa ini. Hanya sesekali kita diingatkan oleh acara salah satu stasiun TV, yaitu Melawan Lupa.
Tidak salah kalau banyak orang mengatakan bahwa secara kolektif, kita mempunyai memori atau ingatan yang pendek. Tetapi di dalam hati sanubari, bisa memendam dendam yang lama.
Bulan Mei yang indah, sebuah bulan yang di negara-negara yang memiliki empat musim di belahan bumi utara merupakan musim semi yang dipenuhi bunga dan di belahan bumi selatan menjadi musim gugur yang tidak kalah menyenangkan, tetapi di bumi khatulistiwa, banyak menyimpan kisah-kisah kelam.
Sebagai tambahan, banyak peristiwa kelam yang terjadi pada bulan Mei di Indonesia selain kerusuhan 1998. Â Salah satu yang masih belum terlalu lama terjadi adalah kerusuhan Mei 2019. Peristiwa yang terjadi pada 22 Mei 2019 ini merupakan suatu corengan terhadap demokrasi di Indonesia. Peristiwa demo yang menolak hasil pilpres yang memenangkan Jokowi dan K.H. Maruf Amien oleh golongan tertentu di kawasan Sarinah yang juga menyebabkan korban jiwa dan ratusan orang ditangkap.
Setahun sebelumnya, pada 8 Mei 2018 juga terjadi suatu kerusuhan yang terjadi di Mako Brimob Depok yang disebut sebagai salah satu usaha kelompok teroris untuk merebut markas tersebut. Pemberontakan selama 36 jam ini, uniknya terjadi di tempat Ahok, mantan gubernur DKI ditahan karena kasus pelecehan agama yang juga tidak kalah kontroversial.
Dan masih terjadi dalam rentetan peristiwa yang mungkin terkait adalah pengeboman terhadap beberapa gereja dan tempat ibadah di Surabaya pada 13-14 Mei 2018 yang juga menyebabkan beberapa korban tewas. Â Ah bulan Mei yang seharusnya indah menjadi ternoda dengan peristiwa kekerasan yang merengut nyawa manusia.
Kalau kita mundur sedikit ke belakang, ke Bulan Mei 1963, juga terjadi peristiwa kerusuhan yang melibatkan etnis Tionghoa yang dimulai di Bandung pada 10 Mei dan kemudian menjalar ke berbagai kota di Jawa Barat seperti Bogor, Sumedang dan mencapai puncaknya pada 18-19 Mei di Sukabumi.Â
Walau sebenarnya masih banyak kerusuhan-kerusuhan bernuansa SARA yang terjadi di Indonesia misalnya saja kerusuhan di sekitar Jawa Tengah yang melanda sebagian Semarang dan mencapai puncaknya di Solo, namun tidak terjadi di bulan Mei, melainkan November 1980. Â
Uniknya ada satu modus yang sama, yaitu tulisan pribumi pada toko, rumah dan juga tempat-tempat lainnya dengan tujuan agar tidak menjadi korban kekerasan dan perusakan.Â