Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mei, Bulan nan Indah Namun Mengandung Banyak Sejarah Kelam

11 Mei 2023   07:49 Diperbarui: 11 Mei 2023   07:49 831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kerusuhan Mei 1998: Tempo

Bulan Mei adalah bulan yang indah. Dan tidak mengherankan bila banyak anak perempuan yang lahir di bulan ini pun mempunyai nama yang indah seperti Meilani, atau bahkan Mei-Mei.   Tetapi bulan ini pun kadang memiliki aura yang negatif dan hingga saat ini belum dapat dihilangkan dari ingatan kolektif bangsa ini.

Kalau kita naik TransJakarta dan melewati kawasan Grogol, ada sebuah halte yang dinamakan Halte 12 Mei-Reformasi.  Nama halte ini mulai dipakai sejak 2013 lalu menggantikan nama lama Grogol2.  Bagi pembaca yang berusia di bawah 30 tahun, terkadang tidak mengetahui dan tidak mengalami sendiri salah satu peristiwa paling kelam dalam sejarah Indonesia kontemporer yang masih ada dalam relung-relung memori, yaitu peristiwa Kerusuhan Mei 1998.

Tahun 1998, adalah tahun yang ditandai dengan perubahan besar di negeri ini. Terjadi pergantian kekuasaan yang juga sekaligus mengakhiri pemerintahan Orde Baru yang sudah hadir sejak 1966.   Masa Orde Baru sendiri, buat sebagian orang merupakan salah satu masa keemasan Indonesia. Suatu masa yang ditandai dengan kestabilan politik dan kemajuan ekonomi yang lumayan pesat. Suatu masa ketika Indonesia siap-siap lepas landas untuk mengejar ketertinggalan dari bangsa lain.

Orde Baru yang berkuasa sejak 1966 mewarisi Indonesia yang porak poranda secara ekonomi dan politik. Secara perlahan Indonesia bisa bangkit dari kutersurukan dan dengan optimis menatap masa depan yang lebih baik.  Bahkan pada saat HUT Kemerdekaan ke 50 RI, tahun 1995, saat itu Indonesia seakan-akan sedang siap-siap untuk menjadi negara yang lebih maju dan kuat baik secara ekonomi dan teknologi.  Kita bahkan sudah mampu  membuat pesawat terbang sendiri dan memasarkannya ke mancanegara.

Tetapi apa yang dibangun selama tiga puluh tahun, tiba-tiba saja hancur pada 1998.  Sudah banyak yang mengulas penyebabnya. Salah satunya adalah fundamental ekonomi yang rapuh. Dan juga Korupsi Kolusi dan Nepotisme yang marak pada masa itu.  Dan bulan Mei 1998 menjadi saksi, bahwa bisul yang sudah matang memang tidak dapat dikendalikan akan pecah, sekaligus juga siap-siap memakan korban sebagian golongan masyarakat yang selalu dijadikan kambing hitam sejarah.

Peristiwa kerusuhan sebenarnya sudah terjadi lebih dahulu di Medan pada 4-8 Mei, namun sepertinya sudah jarang diingat oleh masyarakat Indonesia umumnya karena skalanya memang jauh lebih kecil dibandingkan yang terjadi di Jakarta pada minggu-minggu berikutnya.

Tanggal 12 Mei, seperti yang dikisahkan pada Halte 12 Mei Reformasi di Grogol, adalah salah satu tonggak yang dianggap menjadi pemicu kerusuhan Mei. Peristiwa Trisakti. Yang kemudian dilanjut dengan peristiwa yang hingga saat ini masih menjadi kontroversi siapakah aktor intelektual di belakangnya. Yaitu kerusuhan 13, 14, dan 15 Mei di Jakarta dan juga beberapa kota besar lain di Indonesia.  Kota Solo yang biasanya terkenal dengan penduduknya yang ramah dan adem ayem pun bahkan menjadi salah satu kawasan yang tidak kalah parah dalam kerusuhan tersebut.

Tidak usah kita ceritakan lagi apa yang terjadi. Semua sudah maklum, pembakaran dan perusakan toko-toko dan pusat perbelanjaan serta sebagian pemukiman marak di seantero Jakarta dan sekitarnya.  Kawasan Glodok dan pusat perbelanjaan di sekitarnya hangus luluh lantak.  Dan yang paling mengerikan adalah Mal Yogya di Klender serta kawasan Lippo Karawaci yang konon terbakar atau sengaja dibakar berikut dengan ratusan orang-orang di dalamnya yang konon terkunci.   Uniknya yang menjadi korban di Mal Klender dan Karawaci itu, mayoritas bukan etnis Tionghoa yang menjadi sasaran selama peristiwa kerusuhan Mei ini.

Salah satu dampak atau bahkan juga penyebab peristiwa yang menyebabkan runtuhnya orde baru ini adalah runtuhnya ekonomi Indonesia bersamaan dengan krisis keuangan yang melanda Asia Tenggara. Jatuhnya nilai tukar Rupiah mengikuti beberapa mata uang negara tetangga seperti Baht Thailand dan Ringgit Malaysia memang yang paling para sehingga rupiah bagaikan terjun bebas dari sekitar 2500 per USD pada 1997 menjadi lebih rendah dari 16.000 pada 1998 setelah kerusuhan.  Rupiah tidak pernah pulih dan kemudian mencapai keseimbangan baru dengan nilai tukar sekitar 8.000 atau 9.000 pada 1999. 

Krisis demi krisis terus terjadi misalnya saja dengan runtuhnya banyak bank sehingga kita harus antre untuk mengambil uang yang kemudian diikuti dengan BLBI dan skandalnya yang hingga sekarang masih terus menjadi kontroversi.

Banyak skenario dan juga anggapan mengenai penyebab peristiwa kerusuhan Mei 1998. Akan tetapi salah satu yang paling sering dituduhkan adalah peristiwa ini merupakan suatu konspirasi besar bagi penguasa saat itu untuk tetap melanggengkan kekuasaan. Apa benar atau tidak, tidak akan ada yang bisa membuktikannya. Waktu yang akan membuat kita semua melupakan peristiwa in secara perlahan-lahan ketika saksi-saksi hidup akan mulai menua dan hilang dari sejarah.  Mungkin akan sama dengan peristiwa yang tidak kalah mengerikan, yaitu peristiwa 1965 dan 1966. Yang juga setelah lebih enam dekade akhirnya pun secara perlahan mulai menghilang dalam ingatan kolektif bangsa ini. Hanya sesekali kita diingatkan oleh acara salah satu stasiun TV, yaitu Melawan Lupa.

Tidak salah kalau banyak orang mengatakan bahwa secara kolektif, kita mempunyai memori atau ingatan yang pendek. Tetapi di dalam hati sanubari, bisa memendam dendam yang lama.

Bulan Mei yang indah, sebuah bulan yang di negara-negara yang memiliki empat musim di belahan bumi utara merupakan musim semi yang dipenuhi bunga dan di belahan bumi selatan menjadi musim gugur yang tidak kalah menyenangkan, tetapi di bumi khatulistiwa, banyak menyimpan kisah-kisah kelam.

Kerusuhan Mei 2019: Tirto.id
Kerusuhan Mei 2019: Tirto.id

Sebagai tambahan, banyak peristiwa kelam yang terjadi pada bulan Mei di Indonesia selain kerusuhan 1998.  Salah satu yang masih belum terlalu lama terjadi adalah kerusuhan Mei 2019. Peristiwa yang terjadi pada 22 Mei 2019 ini merupakan suatu corengan terhadap demokrasi di Indonesia. Peristiwa demo yang menolak hasil pilpres yang memenangkan Jokowi dan K.H. Maruf Amien oleh golongan tertentu di kawasan Sarinah yang juga menyebabkan korban jiwa dan ratusan orang ditangkap.

Setahun sebelumnya, pada 8 Mei 2018 juga terjadi suatu kerusuhan yang terjadi di Mako Brimob Depok yang disebut sebagai salah satu usaha kelompok teroris untuk merebut markas tersebut. Pemberontakan selama 36 jam ini, uniknya terjadi di tempat Ahok, mantan gubernur DKI ditahan karena kasus pelecehan agama yang juga tidak kalah kontroversial.

Kerusuhan Mako Brimob: Times Indonesia
Kerusuhan Mako Brimob: Times Indonesia

Dan masih terjadi dalam rentetan peristiwa yang mungkin terkait adalah pengeboman terhadap beberapa gereja dan tempat ibadah di Surabaya pada 13-14 Mei 2018 yang juga menyebabkan beberapa korban tewas.  Ah bulan Mei yang seharusnya indah menjadi ternoda dengan peristiwa kekerasan yang merengut nyawa manusia.

Kalau kita mundur sedikit ke belakang, ke Bulan Mei 1963, juga terjadi peristiwa kerusuhan yang melibatkan etnis Tionghoa yang dimulai di Bandung pada 10 Mei dan kemudian menjalar ke berbagai kota di Jawa Barat seperti Bogor, Sumedang dan mencapai puncaknya pada 18-19 Mei di Sukabumi. 

Walau sebenarnya masih banyak kerusuhan-kerusuhan bernuansa SARA yang terjadi di Indonesia misalnya saja kerusuhan di sekitar Jawa Tengah yang melanda sebagian Semarang dan mencapai puncaknya di Solo, namun tidak terjadi di bulan Mei, melainkan November 1980.  

Uniknya ada satu modus yang sama, yaitu tulisan pribumi pada toko, rumah dan juga tempat-tempat lainnya dengan tujuan agar tidak menjadi korban kekerasan dan perusakan. 

Kerusuhan Mei 1969: Era.id
Kerusuhan Mei 1969: Era.id

Uniknya peristiwa tragis di bulan Mei bukan hanya terjadi di negeri ini. Di negeri tetangga Malaysia juga pernah terjadi peristiwa serupa walau tidak sama pada 13 Mei 1969.   Dan kalau kita berkelana ke Argentina, di Buenos Aires juga ada sebuah lapangan besar Bernama Plaza de Mayo. Di tempat ini lah ibu-ibu Plaza de Mayo selalu hadir untuk mengenang anak-anak mereka yang menghilang akibat kekerasan rezim pemerintah diktator militer pada tahun 1978-1983. 

Walaupun begitu ada beberapa negara yang merayakan bulan Mei dengan kegembiraan. Misalnya saja Azerbaijan yang merayakan Hari Kemerdekaan pada 28 May sehingga di Baku ada sebuah stasiun metro yang Bernama 28 de Mayo atau 28 Mei dan di Meksiko ada juga perayaan Cinco de Mayo atau 5 Mei untuk memperingati kemenangan Meksiko atau Perancis di Puebla pada 5 Mei 1862.

Demikian tulisan ini dibuat untuk sekedar mengenang kembali dan mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa di atas. Semoga tidak terulang kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun