Uniknya di dinding ada sebuah white board berisi informasi statistik mualaf yang masuk Islam di masjid ini sejak 1997 hingga 2022 dan kolom tahun hingga 2040.Â
"Data Pengislaman Masjid Lautze, Yayasan Haji Karim Oei. Juga ada data bulanan khusus untuk tahun 2023 ini. Â Berdasarkan data ini dapat dilihat jumlah mualaf yang setiap tahun berfluktuasi dari 31 orang pada tahun 2003 hingga 104 pada 1997. Â
Saya kemudian menyempatkan diri ke luar masjid dan melihat sebuah prasasti yang menyatakan bahwa masjid ini diresmikan oleh BJ Habibie pada 4 Februari 1994. Pada waktu itu Habibie menjabat sebagai ketua umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia. Â DI sini juga ada papan nama Teras Sehat, yaitu klinik Kesehatan yang dikelola oleh Baznas dan memberikan pengobatan gratis buat warga sekitar.Â
Di sini pula saya sempat memperhatikan bahwa pintu masjid ini sangat has Tionghoa dengan warna merah dan ornamen berbentuk bulatan merah  yang dikelilingi lingkaran warna kuning emas. Pintu ini mengingatkan saya akan salah satu pintu yang ada di Forbidden City di Beijing.   Di depan masjid ini pula saya sempat berkenalan dan ngobrol dengan Ko Ahui, pemilik bakmi bakso tadi.  Juga ada salah seorang temannya yang juga serang mualaf.  Ko Ahui ini konon sudah masuk Islam sejak lama yaitu sekitar tahun 2001.Â
Ketika kami masuk ke dalam masjid Ko Ahui juga bercerita sedikit mengenai salah satu gambar kaligrafi yang sangat berkesan pada dirinya. Yaitu kaligrafi yang bertuliskan Waliyullahuttaufiq yang bermakna Allah memberi petunjuk.  Menurut Ko Ahui gambar ini sangat  sangat menginspirasi dirinya.
Mbak Ira Latief sendiri kemudian menceritakan secara singkat sejarah masjid ini, yang didirikan oleh Yayasan Haji Karim Oey yang dimotori oleh Haji Ali Karim, putra Haji Karim Oey dan beberapa tokoh NU, Muhammadiyah dan juga ICMI dengan tujuan memperkenalkan Islam di kalangan warga Tionghoa. Karena itu interior dan masjid dibuat dengan nuansa Tionghoa dan mirip kelenteng agar warga yang baru masuk Islam menjadi lebih nyaman. Konon sosok Haji Karim Oey sendiri merupakan sosok tokoh bangsa yang juga sahabat Bung Karno dan Muhammadiyah di Bengkulu. Beliau sudah meninggal pada tahu 1988.Â
Tidak lama menunggu, salah seorang pengurus masjid yaitu Pak Yusman datang menemui kami. Beliau kemudian banyak bercerita mengenai kegiatan di masjid dan juga fasilitas yang ada di sini. Kami juga kemudian diundang untuk melihat lantai dua yang merupakan ruang salat untuk perempuan, Lantai 3 yang menjadi perkantoran dan lantai empat yang sering digunakan untuk aula dan juga tempat Jemaah belajar membaca Al-Quran.