Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mengapa Kita Tidak Pernah Bosan Berkunjung ke Taman Sari

29 Maret 2023   07:13 Diperbarui: 29 Maret 2023   07:37 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yuk kita jalan-jalan ke Taman Sari, ajak saya kepada teman-teman Clickompasiana, yaitu Mbak Muthiah, Pak Sutiono dan Mbak Sukma pagi itu. Kebetulan jaraknya sangat dekat dan hanya perlu berjalan kaki kurang dari 5 menit melewati gang Abdul Hadi lalu menyeberang Jalan Taman dan kami sudah sampai di pelataran atau halaman tempat obyek wisata budaya dan sejarah yang wajib dikunjungi di Yogya.  

Di sini, kami melihat sebuah bus mini warna hijau cerah yang tampaknya cukup modern dan cantik dengan display elektronik menunjukkan tempat-tempat menarik di kawasan kota Yogya.  Ternyata ini adalah bus Si Thole yang siap mengantar wisatawan keliling kota Yogya khususnya kawasan sekitar Jeron Benteng atau sekitar keraton.   Bus ini cukup unik karena banyaknya kaca-kaca dan ada tulisan Jogja Istimewa.  Walau sering melihat Si Thole, saya sendiri belum pernah menjajal naik bus ini.

Si Thole: Dokpri
Si Thole: Dokpri

Akhirnya kami sampai di pintu gerbang masuk ke Taman Sari yang Bernama Gapura Panggung.  Yang menarik dan baru buat saya adalah berubahnya harga tiket masuk yang sekarang menjadi 15 Ribu untuk turis domestic dan 25 ribu untuk turis internasional.    Terakhir kali saya masuk ke Taman sari beberapa tahun lalu, kalau tidak salah harga tiketnya hanya 5.000 Rupiah.

Sebelum sampai di gapura panggung ini sebenarnya ada beberapa bangunan dengan nama yang khas, misalnya saja Gedhong Pangunjukan yang dulunya merupakan tempat abdi dalem mempersiapkan minuman untuk Sultan dan keluarganya. Dan di sudut-sudut juga ada sepasang bangunan yang disebut Gedhong Penganten. Konon karena berpasangan dan dulunya memiliki fungsi sebagai tempat piket jaga abdi dalem.

Bergaya di Gapura Panggung: Dokpri
Bergaya di Gapura Panggung: Dokpri

Gerbang utama yang menjadi pintu masuk Taman Sari  ini dinamakan Gapura Panggung karena di bagian atasnya ada panggung yang bertingkat yang terbuka di atasnya.  Di sini ada tangga dengan hiasan sepasang naga yang merupakan sengkala memet atau candra sengkala yang merupakan lambang-labang untuk menunjukkan angka tahun.  Konon sepasang nag aini dibaca dengan Catur naga Rasa Tunggal yang bermakna tahun Jawa 1684 atau Masehi 1758 sebagai tahun pembangunan Taman Sari semasa Sultan Hamengku Buwono Pertama.  Di depan gapura ini Mbak Muthiah bergaya sejenak sebelum masuk ke dalam kompleks Taman Sari.

Melewati gapura ini, kita akan sampai di lapangan terbuka yang Bernama Gedhong Sekawan,  Dinamakan Gedhong Sekawan karena memang ada 4 bangunan yang sama bentuknya dan dulunya digunakan untuk berisirahat.  Di antara bangunan ini terdapat deretan pot bunga yang berbentuk bundar.  Sisi timur gedhong Sekawan akan berbatasan dengan Gapura panggung dan kalau kita terus berjalan ke barat akan sampai ke pintu yang menuju ke Umbul Binangun.  Konon pelataran ini berbentuk segi delapan kalau dilihat dari udara,

Kolam di Taman Sari: Dokpri
Kolam di Taman Sari: Dokpri

Kami terus berjalan dan kemudian menuju ke bagian paling menarik di Kompleks Taman Sari yaitu kolam yang Bernama Pasiraman Umbul Binangun.   Ah sudah banyak cerita mengenai kolam-kolam yang ada di sini dan kamu bisa membacanya di artikel saya yang lain mengenai Taman Sari termasuk mitos sultan dan bunga serta para selir. Namun yang perlu ditekankan kali ini adalah simbol-simbol yang ada di kola mini yang melambangkan perpaduan tiga agama yang dominan pada masa itu. Agama Islam dengan bentuk kubah, Buddha dengan bentuk bunga teratai dan Hindu dengan bentuk makara.

Tempat istirahat: Dokpri
Tempat istirahat: Dokpri

Namun yang ingin saya ceritakan kali ini adalah ketika kami memasuki bangunan yang ada di dekat kolam dimana terdapat ruangan untuk ganti pakaian bagi sultan dan keluarganya. Tinggi pintu lengkung di sini sangat rendah sehingga orang yang masuk harus menundukkan kepala. Hal ini membuktikan bahwa setiap orang yang kesini harus rendah hati dan tidak arogan.  Di sini juga terdapat tempat tidur untuk beristirahat.   Di bagian tengah terdapat menara dengan tangga kayu yang sederhana. Dan di lantai atas kita dapat menikmati pemandangan kolam-kolam di Umbul Binangun  melalui jendela dengan kisi-kisi kayu yang cantik,

Jendela: Dokpri
Jendela: Dokpri

Kemudian kami melanjutkan perjalanan menaiki tangga menuju ke arah barat menuju ruangan terbuka dimana dulu terdapat Gedhong Lopak-Lopak.  Menurut pemandu wisata beberapa tahun lalu, di sini dulu ada menara berlantai dua yang kini hanya tinggal pola lantainya saja. Di sini dulu terapat beberapa penjual makanan dan minuman.  

Di sebelah barat terdapat  Gapura Hageng yang dulunya merupakan pintu utama masuk ke kompleks Taman Sari.   Di sini terdapat ukiran yang merupakan candra sengkala yang berukiran sulur dan tanaman merambat yang melambangkan Lajering Sekar Sinesep Peksi yang melambangkan tahun Jawa 1691 atau tahun Masehi 1765 sebagai tanda selesainya Taman Sari ini dibangun.  Ukiran candra sengkala ini juga banyak terdapat di gapura di kawasan Taman Sari.

Lalu kami keluar melewati jalan di perkampungan untuk sekedar melihat sumur Gumuling dan melihat pintu masuknya.  Di sini Mbak Sukma sempat membeli Bakpia dan wingko yang dijual penduduk. Bakpia dan wingkonya lumayan hangat karena baru dipanggang walau harganya menurut saya agak sedikit mahal.

"Mungkin harga turis ," komentar mbak Sukma sambil tersenyum manis.  Dan kami terus melanjutkan perjalanan di gang- dan lorong yang bagaikan labirin.   Saya sendiri sering nyasar di sini kecuali bisa melihat orientasi arah mata angin yang selalu menjadi arah anti nyasar di Yogya.

Akhirnya kita sampai di jendela sumur Gumuling dan sekedar mengintip dari luar dan juga saya menjenguk pintu masuk menuju ke sumur Gumuling yang ditutup.   Kami masih sempat masuk ke terowongan atau urung-urung dan mengagumi cahaya yang masuk melalui tajug yang tinggi yang memberikan ventilasi dan penerangan alamiah buat terowongan di bawah tanah tersebut.

Dalam perjalanan kali ini, kami tidak sempat mengintip ke Pulo Kenanga karena hari sudah menjelang siang dan kami harus segera kembali ke rumah untuk melanjutkan kunjungan ke home stay di kawasan Mantrijeron. 

Sebuah kunjungan singkat ke Taman Sari yang selalu memberikan dimensi baru dan pengalaman yang menarik.  Setiap kunjungan selalu memberikan pengalaman yang berbeda.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun