Namun yang ingin saya ceritakan kali ini adalah ketika kami memasuki bangunan yang ada di dekat kolam dimana terdapat ruangan untuk ganti pakaian bagi sultan dan keluarganya. Tinggi pintu lengkung di sini sangat rendah sehingga orang yang masuk harus menundukkan kepala. Hal ini membuktikan bahwa setiap orang yang kesini harus rendah hati dan tidak arogan.  Di sini juga terdapat tempat tidur untuk beristirahat.  Di bagian tengah terdapat menara dengan tangga kayu yang sederhana. Dan di lantai atas kita dapat menikmati pemandangan kolam-kolam di Umbul Binangun  melalui jendela dengan kisi-kisi kayu yang cantik,
Kemudian kami melanjutkan perjalanan menaiki tangga menuju ke arah barat menuju ruangan terbuka dimana dulu terdapat Gedhong Lopak-Lopak. Â Menurut pemandu wisata beberapa tahun lalu, di sini dulu ada menara berlantai dua yang kini hanya tinggal pola lantainya saja. Di sini dulu terapat beberapa penjual makanan dan minuman. Â
Di sebelah barat terdapat  Gapura Hageng yang dulunya merupakan pintu utama masuk ke kompleks Taman Sari.  Di sini terdapat ukiran yang merupakan candra sengkala yang berukiran sulur dan tanaman merambat yang melambangkan Lajering Sekar Sinesep Peksi yang melambangkan tahun Jawa 1691 atau tahun Masehi 1765 sebagai tanda selesainya Taman Sari ini dibangun.  Ukiran candra sengkala ini juga banyak terdapat di gapura di kawasan Taman Sari.
Lalu kami keluar melewati jalan di perkampungan untuk sekedar melihat sumur Gumuling dan melihat pintu masuknya. Â Di sini Mbak Sukma sempat membeli Bakpia dan wingko yang dijual penduduk. Bakpia dan wingkonya lumayan hangat karena baru dipanggang walau harganya menurut saya agak sedikit mahal.
"Mungkin harga turis ," komentar mbak Sukma sambil tersenyum manis. Â Dan kami terus melanjutkan perjalanan di gang- dan lorong yang bagaikan labirin. Â Saya sendiri sering nyasar di sini kecuali bisa melihat orientasi arah mata angin yang selalu menjadi arah anti nyasar di Yogya.
Akhirnya kita sampai di jendela sumur Gumuling dan sekedar mengintip dari luar dan juga saya menjenguk pintu masuk menuju ke sumur Gumuling yang ditutup. Â Kami masih sempat masuk ke terowongan atau urung-urung dan mengagumi cahaya yang masuk melalui tajug yang tinggi yang memberikan ventilasi dan penerangan alamiah buat terowongan di bawah tanah tersebut.
Dalam perjalanan kali ini, kami tidak sempat mengintip ke Pulo Kenanga karena hari sudah menjelang siang dan kami harus segera kembali ke rumah untuk melanjutkan kunjungan ke home stay di kawasan Mantrijeron.Â
Sebuah kunjungan singkat ke Taman Sari yang selalu memberikan dimensi baru dan pengalaman yang menarik. Â Setiap kunjungan selalu memberikan pengalaman yang berbeda. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H