Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Ada Kursi Khusus Arwah untuk Nonton Wayang Potehi di Kelenteng Ini

6 Maret 2023   18:30 Diperbarui: 6 Maret 2023   18:31 697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karena lokasinya di pasar, maka dewa yang menjadi tuan rumah kelenteng ini adalah Dewa Dagang atau Hok Teng Ceng Sin.  Di beranda kelenteng terdapat gambar dewa dan juga patungnya dalam berbagai ukuran.  Selain itu, di kelenteng ini juga ada bagian yang didedikasikan untuk Dewi Welas Asih atau Dewi Kwan Im.  Di sini ada altar khusus untuk Dewi Kwan Im dengan berbagai patung dalam berbagai pose dan ukuran.  Sangat cantik sekaligus memberikan suasana yang mistis.

Embah Raden: dokpri
Embah Raden: dokpri

Kami terus berjalan melihat-;lihat sudut-sudut kelenteng. Di salah satu pojok ada sebuah petilasan yang diperuntukkan bagi Embah Raden Suria Kencana Winata.   Menurut cerita, sosok yang diduga masih keturunan Prabu Siliwangi ini merupakan tokoh yang sangat dihormati oleh orang Tionghoa sehingga di banyak kelenteng tua sering ditemukan petilasan untuk sanga Raden.  Petilasan ini berbentuk tempat tidur kecil lengkap dengan bantal, guling dan juga kelambu. Di depannya ada hiolo untuk menancapkan hio atau dupa.  Juga ada sarung, pakaian, dan peci.   Menutur penjaga kelenteng, setiap bulan puasa, di petilasan ini juga disediakan makanan untuk sahur dan berbuka buat embah Raden. Bahkan sarung, pakaian dan pecinya juga diganti setiap tahun menjelang lebaran.

Buddha Tertawa: Dokpri
Buddha Tertawa: Dokpri

Di sudut lain, ada sebuah patung besar yang terbuat dari kuningan dengan sosok dewa berperut gendut yang sedang tertawa. Ternyata ini adalah patung Buddha Maitreya atau Budha Tertawa yang di kelenteng ini disebut Me Lek Hut.  Selain patung besar tadi, juga ada puluhan patung Buddha tertawa dalam ukuran yang lebih kecil...  Sementara lampu lilin merah dan lampion ada di seantero kelenteng. Asap dupa juga terus menemani perjalanan kita.

Laksamana Cheng Ho: Dokpri
Laksamana Cheng Ho: Dokpri

Masih banyak patung beberapa dewa dan sosok lain yang ada di kelenteng ini.  Salah saatu yang menarik adalah foto dan patung Laksamana Cheng Ho yang disebut juga Sam Po Thay Djin atau San Bao Ta Ren.  Dan yang tidak kalah menariknya adalah adanya patung yang memakai sorban dengan sikap berdoa dan memegang sebuah kitab. Ternyata merupakan patung dengan nama Tai Ol Lao Shi atau disebut juga Eyang Djugo.

Kotak: Dokpri
Kotak: Dokpri

Di dalam kelenteng juga banyak kotak tak dalam berbagai ukuran yang isinya adalah pakaian, sepatu, dan berbagai perlengkapan dari kertas yang diperuntukkan untuk arwah orang yang sudah meninggal. Kotak kotak ini dibeli oleh Jemaah yang datang untuk kemudian dibakar di kimlo di depan kelenteng. Dipercaya bahwa barang-barang dari kertas yang dikirim untuk arwah itu akan diterima oleh orang yang sudah meninggal di alam lain.

beduk: Dokpri
beduk: Dokpri

Kami terus berjalan sambi mendengarkan penjelasan dari Mbak Ira. Masih di sekitar beranda kelenteng ada sebuah tambur tua ukuran lumayan besar yang sekilas mirip beduk  Tambur atau beduk ini dipukul untuk memberitahu dewa bahwa ada orang atau Jemaah  yang datang mau sembahyang.  Uniknya ketika dibunyikan, beduk ini iramanya mirip dengan suara beduk sebelum azan.  Konon beduk yang sering dijumpai di masjid-masjid kuno di Nusantara memang merupakan adaptasi dari budaya Tionghoa .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun