Setelah mampir sejenak ke Saung Ranggon, Clickompasiana melanjutkan wisata di Cikarang menuju Taman Buaya Indonesia Jaya di Sukaragam, Serang, Kabupaten Bekasi. Â Angkot yang kami sewa melewati jalan-jalan yang lumayan padat di kabupaten Bekasi dan menjadi lebih padat karena terkena imbas banjir di beberapa kawasan.
Akhirnya setelah mampir sejenak makan siang di sebuah restoran Padang, sekitar pukul 3 siang, kami sampai di Taman Buaya. Â Walau cuaca mendung menemani perjalanan kami sejak pagi hingga siang tadi, kamu beruntung hujan tidak turun dan bahkan memberikan keteduhan dan kesejukan. Belum lagi canda ria dan gurauan di dalam angkot membuat hati menjadi gembira senang.
Sebuah patung buaya dalam ukuran besar ada di depan taman sekaligus tempat parkir. Selain angkot kami, hanya ada satu kendaraan lain yang parkir. Sontak sobat-sobat Click segera bergaya di depan patung, selain selfie beraksi-ramai, ada juga yang sibuk membuat video dan segera mengunggah nya berbagai platform media sosial.
Mbak Mutiah, sebagai ketua Clickompasiana segera membeli tiket masuk yang harganya 20 Ribu. Â Perempuan yang menjual tiket menjelaskan bahwa tempat ini biasanya lumayan ramai di akhir pekan dengan pengunjung bisa mencapai sekitar 100 orang, namun di hari -hari kerja sangat sepi bahkan rata-rata pengunjung hanya sekitar 5-10 orang.Â
Kami masuk ke dalam tempat penangkaran buaya yang sekaligus menjadi salah satu tempat wisata andalan di kawasan Cikarang. Â Di sebuah kolam yang lumayan besar terlihat puluhan buaya sedang berbaring santai.
"Ini buaya betulan atau patung, Sukma Tom, salah seorang peserta Clickompasiana berkomentar ketika melihat buaya-buaya itu berbaring santai dalam berbagai posisi. Sebagian tampak garang sambil membuka mulut lebar-lebar. Namun karena dalam waktu cukup lama hanya berdiam diri saja, Sukma mengira buaya-buaya itu hanya patung. Saya kemudian ingat akan sebuah pepatah lama yang sering diucapkan ayah saya : Buaya diam disangka mati.
Gubrak, tiba-tiba saja Sukma melompat menjauhi pagar kolam buaya. Rupanya dia terkejut dan secara refleks melompat ketika sepasang buaya yang ada di dekat pagar sekonyong-konyong membuat erangan ketika ekor mereka yang kekar perkasa saling berbenturan. Walau tidak mengerti bahasa buaya, saya pun mafhum bahwa buaya-buaya itu sedang berkelahi.
Kami kemudian berjalan ke kolam lain yang ukurannya lebih besar. Di sini tampak lebih banyak buaya yang sedang bercengkerama, bersantai di daratan atau berendam saja di kolam bagaikan batang pohon. Â Bahkan ukuran buaya di sini juga rata-rata jauh lebih besar. Di dekat pagar ada papan peringatan agar pengunjung tidak melemparkan kaleng atau botol plastik le buaya-buaya tersebut.
Sejenak dalam keheningan . Suasana tiba-tiba berubah menjadi semarak ketika ada beberapa ekor buaya yang saling serang dengan tampang sangat dan suara yang mengerikan. Mulut terbuka lebar menampakan gigi dan taring tajam dengan cipratan darah. Di sebagian tubuh buaya dengan kulit tebal bersisik itu juga terlihat banyak cipratan darah. Momen langka ini segera diabadikan oleh sebagian pengunjung.
Saya kemudian berjalan kembali menuju kolam lain ya. Di sini beberapa anggota Clickompasiana sedang berbincang-bincang dengan Pak Warsidi, yang merupakan pengurus buaya-buaya ini.
Pak Warsidi menceritakan bahwa pada saat ini ada sekitar 320 ekor buaya di sini dengan usia paling tua sekitar 65 tahunan. Â Buaya -buaya itu diberi makan hanya 2 x seminggu dan sekali makan menghabiskan ratusan kilogram daging sapi atau ayam.
Beberapa tahun lalu jumlah buaya di taman ini sempat mencapai sekitar 500 ekor. Â Selain itu buaya Sumatera yang sudah kami lihat tadi, di sini juga asa buaya Kalimantan dan Papua.
Kami juga melihat ada beberapa ekor buaya buntung yang sedang diberi makan. Buaya buntung ini memang  cacat sejak lahir karena ekornya tidak sempurna.
Tidak jauh dari buaya buntung ada kandang buaya putih. Â Buaya putih ini sebenarnya karena buaya tersebut menderita kelainan mirip albino.
Percakapan dengan Pak Warsidi makin mengasyikkan ketika kami membicarakan mengenai hal yang berbau sedikit mistis, misalnya tentang suara gaib yang sering didengar di waktu malam.Â
Pak Warsidi juga menceritakan bahwa buaya putih dan buaya buntung ini sering dikunjungi orang yang ingin bernazar.Â
"Cukup  dengan datang memberi makanan ayam atau bebek,"  dengan ujar pak Warsidi mengenai syarat bernazar dan umumnya keinginan mereka dapat  terdapat seperti mendapatkan keturunan atau mendapatkan jodoh.
Saya kemudian berjalan mengelilingi taman sekuat sekitar 1,5 hektar ini. Selain kolam buaya ada juga tempat bermain anak dan juga hiasan patung -patung baik buaya, dinosaurus dan juga relief di dinding tembok. Sayang sebagian kurang terawat.
Di kompleks taman ini juga ada semacam panggung atau teater untuk pertunjukan buaya bernama Joko Tingkir. Â Sayangnya sudah lama tidak diadakan pertunjukan karena memerlukan buta cukup besar dan hanya bisa bila pengunjung sedang ramai.
Sekitar 1 jam lebih Clickompsiana jelajah Cikarang mampir ke taman buat dan akhirnya dengan angkot sewaan kembali menembus padatnya lalu lintas menuju Stasiun Cikarang.
Sebuah perjalanan yang mengasyikan dan penuh keseruan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H