Kami kemudian berjalan ke kolam lain yang ukurannya lebih besar. Di sini tampak lebih banyak buaya yang sedang bercengkerama, bersantai di daratan atau berendam saja di kolam bagaikan batang pohon. Â Bahkan ukuran buaya di sini juga rata-rata jauh lebih besar. Di dekat pagar ada papan peringatan agar pengunjung tidak melemparkan kaleng atau botol plastik le buaya-buaya tersebut.
Sejenak dalam keheningan . Suasana tiba-tiba berubah menjadi semarak ketika ada beberapa ekor buaya yang saling serang dengan tampang sangat dan suara yang mengerikan. Mulut terbuka lebar menampakan gigi dan taring tajam dengan cipratan darah. Di sebagian tubuh buaya dengan kulit tebal bersisik itu juga terlihat banyak cipratan darah. Momen langka ini segera diabadikan oleh sebagian pengunjung.
Saya kemudian berjalan kembali menuju kolam lain ya. Di sini beberapa anggota Clickompasiana sedang berbincang-bincang dengan Pak Warsidi, yang merupakan pengurus buaya-buaya ini.
Pak Warsidi menceritakan bahwa pada saat ini ada sekitar 320 ekor buaya di sini dengan usia paling tua sekitar 65 tahunan. Â Buaya -buaya itu diberi makan hanya 2 x seminggu dan sekali makan menghabiskan ratusan kilogram daging sapi atau ayam.
Beberapa tahun lalu jumlah buaya di taman ini sempat mencapai sekitar 500 ekor. Â Selain itu buaya Sumatera yang sudah kami lihat tadi, di sini juga asa buaya Kalimantan dan Papua.
Kami juga melihat ada beberapa ekor buaya buntung yang sedang diberi makan. Buaya buntung ini memang  cacat sejak lahir karena ekornya tidak sempurna.
Tidak jauh dari buaya buntung ada kandang buaya putih. Â Buaya putih ini sebenarnya karena buaya tersebut menderita kelainan mirip albino.
Percakapan dengan Pak Warsidi makin mengasyikkan ketika kami membicarakan mengenai hal yang berbau sedikit mistis, misalnya tentang suara gaib yang sering didengar di waktu malam.Â
Pak Warsidi juga menceritakan bahwa buaya putih dan buaya buntung ini sering dikunjungi orang yang ingin bernazar.Â