Pagi menjelang siang ketika kendaraan kami menyusuri kawasan Dago di Bandung Utara dan akhirnya  masuk ke parkiran Taman Hutan Raya Ir. H Juanda di kawasan Dago Pakar.
Berhubung akhir pekan, suasana di tempat parkir baik roda empat maupun roda dua cukup ramai.
Pintu gerbangnya cukup unik karena berbentuk tembereng dengan tiga buah pintu berbentuk lengkungan di atasnya.
"Gebang  Letjen Mashudi Taman Hutan Raya Ir. H. juanda," denikaina tertulis do atas pintu.
Setelah membeli tiket masuk sebesar 17 ribu per orang dan parkir 12 ribu untuk kendaraan roda 4, kami masuk ke area taman. Â
Berhubung bertepatan dengan waktu makan siang,kami memutuskan mampir sejenak ke sebuah resto yang berlantai 3 yang tepat ada di dekat pintu gerbang. Â Sementara di bagian dalam taman hutan , deretan hutan pinus yang cukup lebatmenyambut dan seakan mengucapkan selamat datang kepada seluruh pengunjung.
Udara kebetulan agak mendung siang itu. Sambil menunggu pesanan mie tel-tek serta ayam bakar, saya memperhatikan denah kawasan taman hutan raya yang ada pada tiket masuk.
Denah ini menunjukkan tempat -tempat menarik di sono seperti Gua Belanda, Gua Jepang, penangkaran rusa, dan beberapa curug atau air terjun yang ada di sini.
Setelah sesuai makan siang, kamu memulai jalan- jalan dan kembali menemukan sebuah denah dalam ukuran besar di papan informasi. Â Di sini dijelaskan secara lebih rinci mengenai Taman Hutan Raya Ir H Juanda ini. Â Denah juga disertai gambar dan Lokasi tempat menarik seperti Curug Dago dan Prasasti Kerajaan Thailand, monumen Ir H. Juanda, museum dan Plaza terbuka.
Kami terus berjalan dan kemudian bertemu dengan sebuah prasasti berbahasa Sunda yang ditulis dengan aksara Latin dan Sunda.
"Wilujeng Sumping di Taman Hutan Raya Ir. haji. Juanda Bandung,  Miara Leuweng Anjangeuj Urang  Sarerea,"  yang  artinya  Selamat Datang di Tahura Ir H Juanda, Mari Kita Semua Melestarikan Hutan.
Pada papan informasi yang lain ada lagi tulisan "Selamat Datang di Jalur Penyangga Kehidupan" disini dijelaskan bahwa kawasan ini ternyata merupakan daerah yang ikut menyangga kehidupan manusia di sekitar termasuk pulau Jawa Bali dan bahkan Indonesia.
Di hadapan ada sebuah jembatan kayu yang lumayan cantik yang membentang di atas sebuah sungai yang lumayan lebar dan deras airnya. Jembatan ini terlihat cantik dengan adanya lengkungan di bagian tengah.
Sesampainya di seberang sungai, ada jalan setapak yang dibeton dan saya belok kiri mengikuti langkah kaki . Di sebelah kiri di tepi sungai ada sekumpulan orang yang sedang melakukan reuni rupanya salah satu SD di Bandung angkatan tahun 1973-an wah kalau SD nya 50 tahun yang lalu, sekarang usia mereka paling tidak sudah kepala enam.
Selain  pinus, ada beragam jenis pohon yang ada di taman hutan raya ini.  Biasanya ada penanda kecil yang menunjukkan nama spesies dan keterangan pohon tersebut.  Salah satu yang menarik dan diberikan papan keterangan dalam ukuran agak besar adalah sebuah pohon pasang (qercus sp) yang ditanam oleh Bu Tien Soeharto pada 14 Januari 1985. Pohon ini batangnya terlihat langsing dan tinggi menjulang.
Selain pohon pasang, saya kuat menemukan jenis anggrek yang konon paling kecil di dunia dengan nama Latin Taeniopghyllum Sp. Â Wah menarik juga jalan-jalan di Tahura ini karena bisa melihat dan mengenal berbagai jenis tanaman langka .
Mengingat luasnya kawasan ini, ada juga tempat penyewaan sepeda. Namun saya melihat semua tidak ada satu pun sepeda dna keterangan lebih lanjut di sini. Akhirnya kami menuju ke sebuah mushola untuk sholat dhuhur  di dekatnya ada warung yang menjual makanan dan minuman.
Perjalanan kemudian dilanjut dengan menyusuri jalan aspal  yang lumayan nyaman. Di sini juga ada angkutan mobil terbuka untuk menuju ke Gua Belanda. Namun berjalan kaki tampaknya lebih mengasyikan.
Berjalan sekitar 5 menit, ada sebuah petunjuk menuju ke Gua Jepang. Jalannya tampak menurun dan banyak sekali anak tangga. Â Ada juga larangan untuk memberi makan kera atau monyet yang banyak berkeliaran dengan bebas di sini.
Asyik juga berjalan santai menuju ke Gua Jepang. Di sepanjang jalan ada berbagai fasilitas baik toilet maupun mushola yang sayangnya kondisinya sepertinya agak kurang terawat. Ad ajuga warung menjual jagung bakar dan berbagai kerajinan khas Sunda.
Gua Jepang pun tidak lama kemudian mulai tampak di sebelah kanan jalan. Mulut gua tidak terlalu besar dengan tulisan Gua Jepang. Ada beberapa mulut gua dan di depannya banyak pemandu wisata yang menawarkan jasa sekian juga menawarkan penyewaan senter. Â
Namun saya lebih suka menjelajah sendiri dan bisa menggunakan cahaya yang ada dari gadget saja.
Gua Jepang ini konon dibangun saat zaman Jepang dan dijadikan tempat perlindungan sekaligus mengatur strategi melawan belanda. Â Namun karena kondisi sangat lembab saya tidak masuk terlalu jauh dari mulut gua.
Dari gua Jepang, perjalanan tidak dilanjutkan ke gua Belanda melainkan kembali ke warung makanan di dekat musolah. Hujan rintik-rintik mulai turun, sambil menikmati goreng pisang dan kopi kami bersantai di warung.
Namun tiba-tiba saja beberapa ekor monyet datang menghampiri dan mengambil makanan yang tersedia di meja. Pemilik warung segera menghalau monyet-monyet itu, tetapi sesekali mereka masih semoat juga menyerbu dan mencuri makanan.
Ketika hujan mulai reda, saya berjalan menuju ke plaza terbuka dan kemudian melihat sebuah monumen dengan patung dada Ir. H. Juanda .
Di bawah patunh  ada prasasti yang ditandatangani presiden Soeharto pada 14 Januari 1985. Tanggal yang sama dengan penanaman pohon pasang oleh Ibu Tien.
Sebenarnya masih banyak tempat menarik yang belum sempat dikunjungi. Namun karena ada keperluan ke tempat lain di Bandung, kami mengakhiri kunjungan pagi menjelang siang ini dan berjanji akan mampir lagi di kemudian hari.
Dalam perjalanan, saya masih teringat kelakuan monyet-monyet nakal yang mencuri makanan di warung tadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H