Kami masuk ke dalam pendopo. Warna kuning dan hijau muda mendominasi pendopo tersebut. Kombinasi warna yang disebut dengan nama Pari Anom ini memang warna khas Mangkunegaran.  Di dalamnya banyak patung-patung singa berwarna emas yang konon berasal dari Jerman dan juga banyak lampu gantung atau chandelier yang didatangkan dari Belanda. Sementara lantai marmernya berasal dari Italia.  Konon aslinya marmer ini berwarna putih namun sekarang berubah sedikit kecokelatan karena pernah terendam banjir besar akibat meluapnya Bengawan Solo pada  Maret 1966.  Banjir kala itu merendam sebagian besar kota solo selama beberapa hari dengan banyak korban jiwa.
Di pendopo ini juga terdapat beberapa set gamelan dan pada hari-hari tertentu di pendopo ini diadakan pegelaran tari yang bisa disaksikan oleh pengunjung secara gratis.  Gamelan tersebut juga memiliki nama yang khas misalnya Kyai Seton, Lepur Sari dan Kyai Kenyut Mesem.  Pendopo ini dibuat dari kayu jati yang diambil dari hutan di sekitar Solo dan sangat kuat serta tanpa menggunakan paku.  Di atas langit-langit pendopo ada lukisan batik Kumudowati yang terbagi dalam delapan kotak dengan warna dan yang berbeda dan mengandung makna yang khas
Dari pendopo kami memasuki sebuah beranda bangunan yang disebut Peringgit. Di atasnya ada lambang Mangkunegaran dengan angka Tahun 1866 yang menandakan selesainya renovasi bangunan ini.  Selain tulisan MN warna bertumpuk dengan warna keemasan berlatar merah marun, ada hiasan mahkota di atasnya dan juga motif padi kapas,
Ada beberapa patung emas di undakan menuju ke Pringgit ini. Â Di dinding ruang terbuka ini di beranda dipajang banyak lukisan Mangkunegara terdahulu dan juga para permaisuri. Juga ada satu foto Mangkunegara X. Â Di pojok ada dua lukisan karya Basuki Abdullah. Salah satunya konon merupakan lukisan perempuan yang paling cantik di Pura Mangkunegaran, yang merupakan nenek buyut Mangkunegara IX. Â Di sebelahnya lukisan nenek Mangkunegara X.
Dari sini kami masuk ke ruangan yang disebut Dalem Ageng yang sekarang dijadikan museum. Â Di sini pengunjung tidak diperbolehkan membuat gambar. Â Di ruangan ini dipamerkan banyak koleksi benda-benda bersejarah terutama peninggalan Mangkunegara IV. Â Ada juga benda-benda peninggalan zaman Hindu Buddha. Â Berbagai jenis koleksi perhiasan, uang logam, peralatan makan dari emas, senjata, dipamerkan dalam lemari dan kotak kaca. Â Konon peralatan makan dari emas ini bisa untuk mendeteksi adanya racun dalam makanan.
Ruangan ini juga masih dipakai untuk upacara yang dilakukan  keluarga Kraton pada hari-hari tertentu. Misalnya pada malam Satu Suro.  Pada sebuah lemari kaca ada mahkota berlapis emas yang dipakai oleh para penari Bedoyo. Dijelaskan ada beberapa jenis Tari Bedoyo dan bahkan khusus untuk Pura Mangkunegaran, ada persyaratan ketat untuk penari ini, salah satunya adalah masih perawan.