Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kontroversi KRL Kaya Miskin dan Alternatif Solusinya

4 Januari 2023   09:55 Diperbarui: 12 Januari 2023   14:52 901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagaimana diketahui, bahwa KRL khususnya di Jabodetabek sekarang ini menjadi salah satu media transportasi favorit bagi para penglaju yang tinggal di sekitar kota Jakarta untuk menuju tempat kerja di Jakarta, atau pun bisa saja sebaliknya tinggal di Jakarta dan bekerja di kawasan sekitar. Selain tarif yang ekonomis, juga relatif bebas macet dan lumayan dapat diandalkan.

Sebagaimana diketahui bahwa tarif KRL saat ini memang lumayan murah dibandingkan moda transportasi lainnya.Karena itu KRL sempat mewacanakan pembaruan tarif. Hal ini tentunya dapat dimengerti. Tetapi tetap saja tidak sejalan dengan semangat pemerintah untuk mendorong masyarakat lebih banyak menggunakan transportasi umum.

Sekilas menggunakan KRL memang murah. Dari Bekasi ke Jakarta mungkin ongkosnya hanya 3 sampai 4 ribu rupiah saja. Namun jangan dilupakan bahwa lokasi stasiun KRL juga belum banyak, dan tidak semua lokasi perumahan dekat dengan stasiun. 

Penglaju tetap harus menggunakan moda angkutan lain untuk mencapai stasiun. Dengan ojol tetapi lumayan mahal. Akhirnya banyak yang menggunakan roda dua untuk ke stasiun dan memarkirnya di stasiun. Sementara untuk menuju tempat kerja masih harus dilanjut dengan Trans Jakarta, MRT atau bahkan ojol.

Tiket KRL: Kaori Nusantara Edted
Tiket KRL: Kaori Nusantara Edted

Namun ada sebuah wacana yang cukup membuat kita semua geleng-geleng kepala, yaitu membedakan penumpang berdasarkan kaya atau miskin, sehingga yang miskin akan tetap mendapat tarif subsidi, sementara yang kaya tarifnya akan dinaikkan. Wacana ini langsung menimbulkan kontroversi karena implementasinya yang akan amat sangat terlalu sulit.

Apakah nanti akan ada gerbong orang kaya dan miskin atau hanya tiket orang kaya dan miskin yang berbeda warna.  Misal orang kaya memakai tiket warna merah  dengan kartu tertulis orang kaya, dan orang miskin dengan  tiket warna kuning dan ditulis rang miskin.  

Lalu bagaimana seandainya tiketnya dipindahtangankan. Apakah petugas setiap saat harus memeriksa orangnya? Lalu bagaimana membedakan apakah orang termasuk kaya dan miskin? Apa dari penghasilan setiap tahun, sehingga yang penghasilan kotor lebih 5 juta sebulan termasuk kaya?

Rasanya wacana agak aneh ini baru dan hanya pernah ada di negeri tercinta ini. Di puluhan negara lain yang sudah baik transportasi umumnya tidak pernah ada perbedaan tarif berdasarkan kaya miskin.  

Di Doha atau Dubai misalnya, metro dibedakan kelasnya di mana kelas yang lebih nyaman dapat dibeli siapa saja asalkan mau membayar lebih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun