Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Mengintip Al-Quran dari Tiongkok Berhiaskan Pagoda di Qatar

30 November 2022   10:41 Diperbarui: 6 Desember 2022   01:25 1229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu tempat yang menjadi ikon kota Doha adalah Museum of Islamic Art yang membuat suatu kunjungan ke Doha atau Qatar belum lah paripurna bila tidak mampir ke museum ini. Bahkan kalau kamu tidak suka museum, cukup mengagumi keindahan taman dan arsitektur gedung yang indah ini.  Karena itu, setiap kali mampir ke Doha, saya pun menyediakan waktu khusus untuk sekedar mampir ke sini.  Tulisan ini merupakan kumpulan hal-hal menarik dan berkesan yang saya dapat dari beberapa kali kunjungan tersebut.

Pada kunjungan pertama di tahun 2017 lalu, saya juga beruntung karena saat itu tidak dipungut biaya tiket untuk masuk ke museum ini.  Namun ketika sempat mampir lagi ke sini pada 2019, museum ini sudah berbayar kecuali bagi pemegang Qatar ID alias penduduk negeri Qatar. 

Taksi Karwa yang membawa kami menyusuri Al-Corniche dan akhirnya tiba di kawasan MIA ini.  Ternyata museumnya terletak di sebuah jazirah atau semenanjung buatan dan dikeliling sebuah taman yang luas dan indah.   Kami turun dari taksi dan kemudian menyusuri jalan yang sedikit menanjak menuju ke museum.  

Dari kejauhan, bentuk museum mirip sebuah benteng kuno yang terdiri dari lima lantai berbentuk mirip kotak-kotak atau kubus yang ditumpuk secara acak.  Namun warna krem yang dominan dan dinding luarnya yang terbuat dari batu kapur memberikan daya tarik dan misteri yang unik dan khas, seakan terus memanggil untuk dihampiri.

Berjalan perlahan di antara deretan pohon kurma diiringi gemercik air mancur menuju bangunan utama museum memang mengasyikkan. Di sini juga ada nama museum yang tertulis dalam Bahasa Arab dan terjemahan nya dalam Bahasa Inggris terbuat mirip prasasti dari marmer berwarna cokelat tua. Dan tidak jauh dari pintu utama museum terdapat sebuah air mancur yang memberi kesejukan.

Ada beberapa hal yang membuat museum ini menjadi istimewa. Yaitu arsiteknya yang merupakan maestro dalam dunia rancang bangun, yaitu I.M Pei, seorang arsitek warga Amerika kelahiran Shanghai yang ditantang untuk merancang museum ini di usia yang sudah tidak muda lagi yaitu hampir 90 tahunan. 

Di antara sekian banyak karya I.M Pei yang monumental, saya juga sempat berkunjung ke beberapa di antaranya piramida kaca di Museum Louvre, Gedung Bank of China di Hong Kong dan juga Rock & Roll Hall of Fame di Cleveland.

Uniknya, karena secara jujur memiliki pengetahuan yang minim tentang seni dan arsitektur Islam, sang arsitek kemudian mengembara ke negeri-negeri Islam di kawasan Timur Tengah selama hampir 6 tahun untuk mencari inspirasi. 

Dan menurutnya Museum of Islamic Art di Doha ini banyak terinspirasi oleh sabil atau tempat wudu di Masjid Ibnu Tulun di Kairo,  Ah saya pun ingat pernah berkunjung ke sini sekitar tahun 2010 lalu dan sekilas menemukan banyak sudut-sudut bangunan serta rona warna krem yang mirip di antara kedua bangunan. 

Interior Museum: Dokpri
Interior Museum: Dokpri

Masuk ke beranda museum of Islamic Art ini, kita bagai terlempar ke sebuah dunia dalam dimensi waktu yang lain. Sesekali kita seakan berada di masa lampau yang sarat dengan ornamen bernuansa negeri 1001 malam, namun pada saat yang sama, kita juga seakan berada di masa depan dengan tampilan kaca jendela raksasa yang memberi penerangan alami serta pemandangan spektakuler Teluk Persia serta garis dan sudut bangunan yang sangat khas karya I,M Pei. Selain itu tangga besar yang melingkar dan lampu gantung berbentuk lingkaran juga memperkukuh kehadiran seni dan budaya Islam yang berinteraksi dengan seni rancang bangun masa yang futuristik.

Memasuki ruang demi ruang di dalam museum berlantai lima ini membawa pengunjung menjelajah dan menyelusuri kembali kekayaan seni dan budaya Islam dari tiga benua. Baik Eropa, Asia, maupun Afrika dari masa ke masa yang terbentang lebih dari 14 abad. 

Salah satu ruangan museum: Dokpri
Salah satu ruangan museum: Dokpri

Benda-benda yang terbuat dari metal, kayu, keramik dan juga perhiasan dari emas, permata, serta zamrud, dalam berbagai bentuk dapat kita nikmati keindahannya di museum ini.  Tata letak dan penjelasannya yang menarik juga tidak membuat kita bosan dan sekan merangsang rasa ingin tahu lebih mendalam.

Selain itu ada juga berbagai tekstil dan karpet serta naskah kuno seperti Al Quran dari berbagai negara.  Dari Asia kita akan melihat artifak dari Iran, India, negara-negara Timur Tengah dan juga Asia Tengah.  Sebuah kitab kuno berjudul Diwan of  Jami  karya Shah Al Katib Muhammad Al Shirazi menjadi salah satu peninggalan budaya dari Iran yang fenomenal .

Namun yang juga tidak kalah menarik adalah sebuah Al-Quran dari Tiongkok yang berasal dari era Dinasti Ching pada abad ke 17.  Kitab Al -Quran ini menjadi unik karena ditulis dengan aksara Arab yang khas dan dihiasi dengan motif flora khas Tiongkok dengan warna yang cerah dan berani, seperti merah, hijau, dan kuning keemasan.  Yang lebih menarik lagi adalah gambar pagoda di setiap pojok atas setiap halaman yang bertuliskan kata Quran dan Karim.

Selain Al Quran juga ada banyak karpet dalam berbagai ukuran yang berasal dari berbagai negara seperti Iran dan bahkan juga kiswah atau penutup pintu Kabah yang berasal dari Mesir.  Yang juga unik adalah sebuah karpet dari Turki yang berasal dari sekitar abad ke 11 yang memiliki hiasan dekoratif berbentuk berbagai jenis hewan.  Cukup unik karena seni dan budaya Islam biasanya melarang untuk menggambarkan makhluk hidup.

Air mancur: Dokpri
Air mancur: Dokpri

Puas berkelana menikmati berbagai karya seni di dalam museum ini, saya kemudian keluar bangunan utama dan melihat-lihat halaman samping museum.  Di sini terdapat ruang terbuka atau plaza yang dihiasi dengan kumpulan air mancur di lantainya. Air mancur kecil ini seakan memberikan kesejukan dan kedamaian sendiri bagi yang melihatnya. Namun di bagian utara plaza ini terdapat tembok dengan beberapa  lengkungan yang sangat khas arsitektur Islam. Melalui lengkungan ini terpampang pemandangan laut Teluk Perisa dan pencakar langit kota Doha yang sekilas mirip dengan Manhattan di New York.

Manhattan di Doha: Dokpri
Manhattan di Doha: Dokpri

Di antara kumpulan air mancur di plaza terbuka ini juga terapat tempat duduk dari stainless steel dengan bentuk dan rancangan yang unik. Ada yang bulat, bundar, lonjong memanjang dan juga sehi empat yang menarik. Di pojok sisi lain terapat beberapa kursi dan meja lengkap dengan payung dan lampu berdiri yang tidak kalah cantiknya. Di tempat ini, banyak pengunjung yang menikmati suasana kota Doha sambil berfotoria.

Versi layar lebar: Dokpri
Versi layar lebar: Dokpri

Pada sisi lain bangunan terdapat lagi sebuah plaza yang serupa tetapi tidak sama. Kumpulan air mancurnya tampak sedang tidak beroperasi namun ruang terbukanya dilengkapi dengan atap pelindung berbentuk susunan piramida dan kubus yang seakan-akan mewakili arsitektur museum.  Namun dinding yang menghadap ke lautan dan kota Doha memiliki lengkungan terbuka yang lebih banyak sehingga menawarkan panorama yang lebih lebar dan menjadi versi layer lebar.

Kunjungan ke Museum of Islamic Art belum selesai. Jika sudah puas melihat museum, kita masih dapat berjalan-jalan santai di taman museum yang berada di tepi pantai yang membentuk sebuah laguna mirip sebuah teluk di dalam Teluk kota Doha. Di taman yang luas ini terdapat berbagai fasilitas permainan baik untuk anak-anak maupun kafe dan juga pameran benda-benda seni yang tidak kalah menarik.

Doha, memang menarik dan bukan hanya karena menjadi tuan rumah piala dunia, tetapi kata Doha sendiri yang mungkin berasal dari bahasa Arab Dohat yang bermakna bundar yang merujuk ke kawasan pantai di sekitar Doha yang berbentuk teluk yang bundar.

Walaupun begitu, kita harus tetap ingat bahwa kawasan pantai, taman dan juga bangunan Museum of Islamic Art ini merupakan sebuah pulau buatan sesuai dengan permintaan sang arsitek I.M Pei  yang tidak ingin hasil karyanya nanti ditelan oleh bangunan pencakar langit di sekitarnya.

Pada 2019, sang arsitek, I.M Pei atau Pei Ieoh Ming meninggal dunia pada usia 102 tahun. Namun karya-karyanya yang fenomenal tetap abadi, salah satunya adalah Museum of Islamic Art di Doha ini.

Foto-foto: Dokumentasi Pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun