Kalau kota Bandung terkenal dengan Bandros maka, Kota Bogor juga tidak mau kalah dengan Uncal yang bisa mengajak wisatawan keliling kota Bogor dengan gratis. Â Yuk ikuti kisah perjalanan KOTEKA TRIP bersama Dinas Pariwisata Kota Bogor ini.
KOTEKA Trip kembali mengadakan jalan-jalan ke Kota Bogor. Sebuah perjalanan yang itenerari nya dirahasiakan sampai detik-detik terakhir ini ternyata mengandung banyak kejutan-kejutan yang nikmat sehingga membuat saya dan lebih dari dua puluh peserta lainnya menikmati perjalanan sejak pagi hingga sore menjelang magrib ini dengan penuh semangat dan antusias. Begini kisahnya.
Pagi sekali saya sudah bersiap berangkat ke stasiun Bekasi dan kemudian menempuh perjalanan hampir dua jam menuju stasiun Bogor dengan transit di Manggarai. Ah jadi berimpi kalau suatu saat nanti ada jalur KRL dari Bekasi langsung Bogor dan tidak usah lewat pusat kota Jakarta. Â
Kebetulan dalam perjalanan ini saya satu kereta dengan peserta wisata lainnya yaitu Pak Sutiono yang didapuk menjadi peserta tur paling sepuh namun selalu penuh semangat. Â Kami hanya berbeda gerbong saja, saya kebetulan di gerbong 5 dan Pak Sutiono di gerbong lain. Â
Kami langsung bertemu ketika turun dari kereta di Stasiun Bogor dan sesuai arahan sebelumnya langsung keluar dan belok kiri tepat di alun-alun kota Bogor di depan bangunan ikonik stasiun Bogor yang memiliki angka tahun 1881.
Disini sudah berkumpul panitia dari Dinas Pariwisata dan Budaya Kota Bogor dan juga Kang Arief yang akan bertugas sebagai pemandu dibantu beberapa rekannya serta tentu saja Sebagian besar peserta tur KOTEKA seperti Mbak Muthia Alhasany yang memang rumahnya di Bogor.
Sambil menunggu beberapa peserta yang masih dalam perjalanan, peserta mendapat sarapan bagi dari berbagai sponsor seperti Jumbobogor dengan berbagai macam kudapan dan juga Sarippala Bogor dengan jus pala dan Wingko lembut bernuansa rasa Pala. Selain itu juga ada Grab yang menjadi sponsor dengan membagikan goody bag berisi masker grab, buku dan voucher diskon untuk naik Grabcar.Â
Sekitar pukul 9 pagi acara dimulai oleh Pak Wawan mewakili Dinas Pariwisata kota Bogor yang menjelaskan bahwa tujuan utama perjalanan KOTEKA kali ini adalah beberapa desa wisata yang ada di Kota Bogor. Menariknya , sebagian besar desa wisata ini muncul karena pandemi Covid 19 yang membuat warga mau tidak mau harus menjadi lebih kreatif. Â Hari ini kami akan berkunjung ke 5 Desa wisata yang asyiknya akan ditempuh dengan naik Uncal.
Bagi yang belum tahu apa itu uncal. Nanti akan diceritakan sambil naik kendaraan tersebut. Â Acara dimulai dengan mampir sejenak di Pameran Bunga dan Buah di Alun-Alun Kota Bogor. Kang Arief sendiri sedikit bercerita mengenai sejarah alun-alun ini dimana pernah ada Taman Topi. Â Tepat di depan Alun-alun, Uncal yang akan kita naiki sudah menunggu.Â
Uncal ini merupakan bus wisata khusus yang dirancang terbuka sehingga penumpang bisa menikmati pemandangan kota dalam perjalanan. Â Semua peserta segera naik uncal dan Sebagian menikmatinya sambil duduk di bagian belakang dengan pemandangan lebih terbuka dan luas. Â Nah ternyata kata uncal sendiri sebenarnya berasal dari Bahasa Sunda yang berarti kijang atau rusa tutul yang banyak ada di halaman Istana Bogor.
Uncal langsung bergerak menuju ke kawasan Kebun Raya, melewati kantor Walikota Bogor yang ternyata merupakan markas tempat Uncal parkit menanti penumpang.Â
Menurut pemandu, untuk naik uncal sekarang masih gratis dan ada pada akhir pekan di kantor wali kota. Untuk naik tentunya harus mendaftar dulu melalui media sosial karena sistemnya  first come first served.  Uncal terus bergerak mengelilingi kota Bogor dan menuju Jalan Raya Bogor dan kawasan Jambu Dua terus menuju Kampung Buluh.Â
Asyiknya selama dalam perjalanan banyak warga yang melihat Uncal kami dengan mata penuh pertanyaan. Â Bahkan ada yang bertanya bagaimana caranya naik uncal ini.
Sekitar 30 menit kemudian, kami tiba di tujuan pertama yaitu Desa Wisata Kampung Batik Cibuluh dan di pinru gerbang sudah disambut oleh pemandu lokal yaitu Teh Anya dan Teh Ayu yang akan menemani Koteka selama dalam kunjungan ke berbagai workshop yang ada di sini.Â
Kami sempat mapir ke Batik Sedulur, Pancawati, Melangit dan Bumiku dimana kitab isa melihat proses membuat batik cap dan batik tulis, bahkan juga disuguhi minuman khas yaitu Banci alias Bandrek Cibuluh di Batik Pancawati.
Sekitar satu jam lebih, kami berkelana di Kampung Batik dan kemudian perjalanan kembali dilanjut dengan uncal menuju destinasi kedua dan ketiga, yaitu Kampung Pulo Geulis dan Kampung Labirin yang kebetulan masih bertetangga.
Pulo Geulis merupakan sebuah kampung yang unik karena memang benar-benar merupakan sebuah kampung yang berada di sebuah pulau yang ada di tengah sungai Ciliwung. Â Karena itu untuk menuju ke kampung ini, kami harus melewati sebuah jembatan yang lumayan cantik dan menyeberangi sungai yang sangat terkenal dan mengair sampai ke Jakarta ini.Â
Kampung Pulo Geulis yang terletak di Kecamatan Babakan Pasar, Kota Bogor ini terkenal sebagai Kampung toleransi karena di sini tinggal Etnis Tionghoa dan Etnis Sunda yang sudah berbaur sejak lama. Â
Selain masjid di kampung ini juga terdapat sebuah kelenteng tua yaitu Kelenteng Phan Ko Bio yang sudah lama ada namun baru ditemukan kembali pada 1703. Karena itu kelenteng ini dianggap sebagai kelenteng paling tua di kota Bogor. Â Â
Di sini kami mampir ke  kelenteng dan bahkan disambut dengan pertunjukan barongsai yang meriah dan kemudian diberikan penjelasan oleh tim tuan rumah yang diketuai Pak Candra, pengurus kelenteng.
Dari Kampung Pulo Geulis, perjalanan di lanjut menuju Kampung Labirin.  Kali ini cukup berjalan kaki melalui gang yang sempit di kota Bogor. Berbeda dengan Pulo Geulis yang terletak di tengah sungai Ciliwung, Kampung Labirin terletak di tepian Sungai Ciliwung. Kampung ini sebenarnya bernama Kebon Jukut yang disingkat Keju.  Di sini kembali pemandu lokal  bernama Teh Ade Irma dan Kang Deni sudah menyambut.Â
Koteka disambut oleh atraksi anak-anak yang bermain angklung. Walau tidak lengkap tetapi cukup menarik. Â Kemudian kami juga melihat anak-anak perempuan berusia 6 atau 7 tahun yang sedang berlatih menari. Â Dan jalan-jalan di kampung Labirin memang sangat menarik karena melalui gang dan Lorong sempit yang berbelok-belok sehingga sering membuat pengunjung tersesat. Â Selain itu kami juga mampir ke gerai yang menjual oleh-oleh khas Kampung Labirin, yaitu emping jengkol.
Hari semakin siang. Bahkan sudah lewat  pukul dua siang ketika rombongan meninggalkan Kampung Labirin untuk menuju destinasi berikut. Yaitu Agrowisata Mulya Harja untuk makan siang. Uncal kembali menjelajah kota Bogor menuju Kawasan Bogor Nirwana Regency atau BNR.  Di sini, uncal parkir dan perjalanan dilanjut dengan naik angkot yang sudah disiapkan untuk Koteka.  Memang belum lengkap rasanya kalau mampir ke Bogor tanpa menjajal naik angkot berwarna hijau ini.
Nah ketika naik angkot ini saya ingat Kang Arif sempat menjelaskan nama julukan kota Bogor yang kurang dikenal. Â Ternyata bukan Kota Hujan atau Kota Angkot, melainkan Kota Bogor juga sejak lama sudah menjadi Kota Penelitian terbukti dengan banyaknya pusat penelitian yang bermarkas di kota ini.
Di Mulyaharja yang memiliki nama lengkap Kampung Agro Edu wisata Mulya Harja ini kami menikmati makan siang yang sangat nikmat dengan menu nasi liwet dengan lauk ayam bakar dan ayam goreng ditemani sambal, lalapan,labu siem, bala-bala dan juga tumis jantung pisang serta sambal goreng teri kacang. Â Wah makan siang yang sangat nikmat ditemani teh hangat sambil duduk di saung dan menikmati pemandangan pesawahan yang hijau menyejukkan mata.
Di sini peserta juga dapat mengisi kembali baterai telepon genggam serta menunaikan salat, sebelum kembali melanjutkan perjalanan menuju destinasi terakhir, yaitu Kampung Perca yang ada di kawasan Tajur.
Di kampung Perca, kami kembali disambut pemandu lokal dan disuguhi welcome drink berupa bir pletok dan jus pala. Â Saya juga semat membeli manisan pala. Kami sempat mengunjungi salah satu workshop dan melihat beberapa ibu-ibu yang sedang bekerja membuat berbagai jenis kain, pakaian dan aksesoris dengan bahan kain perca yang unik. Â
Banyak juga peserta koteka yang membeli berbagai suvenir termasuk ikat kepala khas Sunda yang cantik. Membaut yang memakai menjadi tambah gagah dan ganteng. Ikat kepala ini mempunyai nama yang khas yaitu Totopong.
Karena waktu sudah menunjukkan hampir pukul 5.30 sore, maka perjalanan koteka di desa perca tidak bisa berlama-lama. Uncal kemudian memulai sektor terakhir yaitu kembali ke stasiun Bogor. Â Hampir pukul 6 sore ketika azan magrib sudah menggema, ketika rombongan sampai di seberang stasiun Bogor dan kemudian kembali ke tempat masing-masing.
Sebuah perjalanan yang berkesan, sejak pagi hingga petang menyusuri berbagai desa wisata di Kota Bogor dengan naik Uncal. Terima kasih buat Koteka, Dinas Pariwisata Kota Bogor, dan juga semua teman pemandu yang telah bersama-sama melewatkan hari yang menyenangkan ini. Namun apa benar Uncal ini masih meminjam Bandros dari Bandung karena kalau diperhatikan nomor polisinya masih memakai Plat D. Â Â
Hidup adalah sebuah perjalanan. Nikmati saja kejutan-kejutannya yang nikmat.
Bogor, Oktober 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H