Setelah salat, baru kami diantar memasuki perkampungan. Â Jalan mulai sedikit mendaki dan ada lagi sebuah tugu yang disponsori salah satu BUMN bertuliskan selamat datang di Baduy. Â Â
Tulisan Baduynya berwarna biru dengan hurup A berbentuk rumah dan di belakangnya ada simbol tiga batang bambu berwarna kuning.
Tidak jauh dari tugu ini, sebuah dinding ucapan selamat datang juga kembali menyambut. Â Lagi-lagi disponsori BUMN yang lain. Kali ini ucapannya bertuliskan: "Selamat Datang di Saba Budaya Baduy, Lojor Teu Beunang Dipotong Pendek Teu Beunang Disambung," Â Â
Baru kemudian setelah sejenak berinteraksi dengan beberapa orang etnis Baduy saya ketahui makna yang mendalam dari filosifi Orang Baduy yang secara harfia berarti Panjang tak boleh dipotong dan Pendek tak Boleh disambung tadi.
Maknanya adalah hubungan yang harmonis antara orang Baduy dengan alam yang telah dilimpahkan oleh sang pencipta.
Kami terus berjalan menuju Kampung. Di tepi jalan kecil ada papan nama bertuliskan Kp Kaduketug I dan di sebelahnya ada lagi sebuah gambar seorang lelaki sedang mengatupkan tangan dengan tulisan "Gunung Ulah Dilebur Lebak Ulah Durusak,"Â Â Secara harfiah maknanya adalah Gunung jangan dihancurkan dan lembah jangan dirusak. Â
Ajaran ini juga merupakan salah satu falsafah hidup orang Baduy yang sangat menghormati alam dan lingkungan hidup.
Di rumah pertama , yaitu rumah Pak Jaro, kami berkenalan dengan lelaki berusia sekitar 50 tahun dan anak perempuannya yang bernama Ito. Â Baru kami ketahu bahwa Jaro sebenarnya merupakan jabatan sebagai ketua kampung.Â