Selain meracik Kunyit Asem, Mas Ridho juga kemudian melanjutkan dengan menu andalan berikutnya yaitu Saranti. Jamu ini khas karena dicampur dengan cream dan susu. Bahan utamanya adalah beras dan kencur. Bahkan dijelaskan juga ada berbagai jenis berasa kencur dari berbagai daerah yang bisa dibedakan dengan hanya mencium aromanya.  Beras kencur yang dicampur sedikit jahe dan ari gula kemudian dimasukkan ke dalam blender. Dan selanjutnya  dicampur dengan es, krim susu dan dipres.  Hasilnya adalah jamu dingin berwarna utih dominan yang memiliki rasa unik.Â
Rombongan Koteka Trip langsung mencicipi jamu Kunyit Asam yang berwarna kuning keemasan dan juga Saranti tadi dan langsung bisa merasakan kesegaran yang hadir di tenggorokan. Â Yang unik adalah asa-usul nama Saranti yang ternyata diambil dari singkatan dua nama peraciknya yaitu Sari dan Ranti.Â
Selain dinikmati langsung di gerai, berbagai menu andalan Aracaki juga dapat dibawa pulang dan sudah siap dalam kemasan. Â Ada yang dalam bentuk kaleng seperti Golden Sparkling dan ada juga yang memakai merek Wilwatikta yaitu nama lain Majapahit dari jaman baheula.
"Oh Yah, Aracaki sendiri diambil dari nama profesi peracik jamu di jaman Majapahit," demikian ujar Ira Latief dan saya juga sempat melihat sebuah plakat kecil di dekat kasir di mana kafe ini merupakan salah satu tempat yang mendapat rekomendasi dari Wisata Kreatif Jakarta.
Wah ternyata berkunjung ke kota tua, kita dapat mengalami, menikmati dan sekaligus mengetahu suatu tempat yang memberikan inspirasi baru. Â
Nah masih ada satu tempat lagi kuliner lagi yang akan dikunjungi Koteka Trip bersama Wisata Kreatif Jakarta kali ini. Tetapi sebelumnya kita akan mampir untuk nonton wayang dulu. Â Kisah mengenai wayang akan ditulis dalam artikel berbeda.Â
Singkat kata setelah menyaksikan wayang , kami terus berjalan di sepanjang Kali Besar dan kemudian belok ke kanan sehingga sampai di depan Halte TransJakarta. Di sini, kami masuk ke sebuah bangunan tua yang juga tidak kalah cantiknya. Â Tempat ini bernama Kafe Sunyi.
Ini adalah Kafe Sunyi, sebuah kafe yang memang sunyi karena seluruh pekerja di sini adalah kaum difabel penyandang tuna rungu atau tuna wicara. Â Karena itu, pelanggan diharapkan berkomunikasi dengan karyawan atau karyawati dengan menggunakan bahasa isyarat.