Di bagian selatan Pelataran Srimanganti ini, tepat di tengah ada lagi sebuah regol atau Gaura yang bernama Regol Donopratopo. Gapura atau pintu gerbang ini sangat megah dengan tiang besar gaya Eropa dan di bagian atas ada hiasan naga yang  merupakan sengakalan memet yang.Â
Sengakalan memet di bagian atas terdapat "tangan yang memegang wengkon (lingkaran) dan bola dunia dengan simbol keraton Yogyakarta", hal itu dapat dibaca "jagad ing asta wiwara dhatulaya (narpati)" atau angka tahun Masehi 1921 yang merupakan tahun penobatan Sultan Hamengku Buwono VIII.
Selain tulisan aksara Jawa juga ada angka 1928.  Ternyata angka 1928 ini merupakan tahun pemugaran Regol Donopratopo ini.  Ternyata ada makna yang tersirat dalam kemegahan  Regol  Donopratopo  ini, yaitu simbol bahwa raja harus dapat memberikan kebijaksanaan dalam setiap keputusannya.
Di sebelah kanan regol ini ada pos penjagaan prajurit dan juga sepasang arca raksasa Dwarapala. Arca sebelah kanan atau timur disebut Cingkorobolo yang melambangkan kebaikan, sedang sisi lainnya di sebelah barat disebut Boloupoto yang melambangkan kejahatan. Â
Wah keren sekali penampilan Regol yang menghubungkan Pelataran Srimanganti dan Pelataran Kedhaton.
Sesampainya di pelataran Kedathon, kembali kami diperkenalkan dengan deretan bangsal dan bangunan yang lumayan banyak dan hanya beberapa yang besar dan penting yang saya ingat Namanya.Â
Antara lain adalah Bangsal Kencana yang merupakan bangunan paling besar dan luas di pelataran ini. Bangsal ini digunakan untuk menyambut tamu agung dan melaksanakan upacara adat. Di depannya ada tratag yang merupakan tempat diadakan tarian untuk menyambut tamu.
Disebelah kanan Bangsal Kencana terdapat Gedhong Jene yang berwarna kuning. Gedung ini merupakan tempat kediaman Sultan dan keluarganya dan sudah digunakan sejak Sultan HB I sampai IX. Namun Sultan HB X sendiri tinggal di Kraton Kulon sehingga Gedung Kuning ini digunakan untuk menyambut tamu kenegaraan. Â Gedung Kuning ini tampak megah dari luar namun pengunjung tidak diperbolehkan masuk.