Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Dua Puluh Vs Sembilan Belas di Lembaga Sensor Film

2 Juli 2022   21:39 Diperbarui: 3 Juli 2022   06:44 716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bagi yang lahir di tahun 70-an mungkin mengenal BSF atau Badan Sensor Film," demikian salah satu kutipan percakapan Pak Rommy yang sekedar berkisah tentang perkembangan zaman serta dinamika sensor film di Indonesia.

Dalam dialog yang berlangsung sekitar 90 menit itu, banyak hal yang dapat kita ketahui mengenai Lembaga Sensor Film dan perannya dalam dunia perfilman di tanah air.  Selain film bioskop, tugas Lembaga ini juga melakukan sensor untuk film di Televisi serta film iklan. Singkatnya semua tayangan yang akan menjadi konsumsi publik di tanah air harus melalui saringan di LSF dan mendapatkan Surat Tanda Lulus Sensor.  Uniknya lagi STLS ini juga memiliki masa berlaku dalam beberapa tahun saja.

Lalu hal apa saja yang sebenarnya akan disensor oleh LSF? Selama ini, kita mungkin mengira bahwa hanya adegan yang mengandung unsur pornografi atau adegan sadis yang akan disensor alias digunting oleh LSF, ternyata masih ada beberapa hal lain yang juga diusahakan tidak beredar dalam muatan film di masyarakat.

Secara lengkap dalam pertemuan itu dibahas mengenai hal-hal yang pasti akan disensor, misalnya saja adegan pornografi, kekerasan, hal yang mengandung SARA, penghinaan atas agama tertentu, dan juga penyebaran ideologi yang tidak sesuai.  

Akan tetapi dalam diskusi ini juga ditekankan bahwa fungsi LSF sendiri terus berkembang sesuai dengan perubahan zaman dan perkembangan teknologi. Sekarang gunting LSF sudah lama disimpan karena bentuk fisik film berupa pita seluloid sudah tidak ada lagi.  Dalam proses penyensoran, LSF hanya memberi catatan kepada pemilik film dan mereka yang kemudian akan melakukan sensor mandiri.  Jadi kalau kadang-kadang ada film atau acara TV yang diblur maka itu so pasti kerjaan stasiun TV yang melakukan sensor mandiri.

Bahkan Ketua LSF juga mengatakan bahwa sesuai dengan konteks cerita bisa saja sensor terhadap dunia LGBT tidak lagi seketat dahulu. Misalnya saja mungkin saja ada adegan seorang anak yang memperkenalkan kedua ibunya dan tetap diloloskan oeh sensor selama tidak ada adegan yang secara vulgar mempertontonkan kegiatan LGBT.   Hal ini tentunya karena kita juga tidak mau masyarakat menjadi terkungkung dari perubahan zaman di luar sana dan juga menyadari bahwa masih banyak arus atau tsunami informasi yang berderdar di lauran dan tidak lagi mampu dibendung di negeri ini.

Serah terima cenderamata: Dokpri
Serah terima cenderamata: Dokpri

Singkatnya yang paling bijak adalah melakukan sensor mandiri dan juga secara cerdas memilah dan memilih tontonan.  Dialog KOMIK dan LSF diakhiri dengan foto bersama.Ketika meninggalkan ruang rapat di koridor, saya melihat deretan foto ketua LSF sejak zaman dahulu hingga saat ini.

Deretan foto Ketua LSF: Dokpri
Deretan foto Ketua LSF: Dokpri

Namun masih ada satu pertanyaan yang mengganjal di dalam benak kami. Di kemanakan kah potongan gunting film-film zaman dahulu yang tidak lolos sensor. Seandainya masih ada apakah kami boleh sekedar mengintipnya?

Jawabnya tentu saja disensor demi kebaikan kita semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun