Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Dua Puluh Vs Sembilan Belas di Lembaga Sensor Film

2 Juli 2022   21:39 Diperbarui: 3 Juli 2022   06:44 716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto bersama Komik & LSF : foto Komik

Hari kamis pagi, 30 Juni 2022, Saya bersama rombongan yang berjumlah 20 anggota KOMIK menyempatkan diri beranjangsana ke kantor Lembaga Sensor Film Republik Indonesia yang berlokasi di Gedung F Lantai 6, Kompleks Kemendikbud di Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta Selatan.

Gedung LSF ada diujung belok kanan: Dokpri
Gedung LSF ada diujung belok kanan: Dokpri

Satu per satu anggota KOMIK muncul di lantai 6 dan beberapa menit sebelum pukul 11, kami sudah lengkap dan siap bertemu dengan regu tuan rumah. Kami dipersilahkan masuk ke ruang rapat dan kemudian diperkenalkan dengan beberapa anggota LSF yang sudah hadir.  Wakil Ketua LSF Bpk. Evan Ismail kemudian memperkenalkan beberapa anggota yang hadir sambil meminta maaf bahwa bapak Ketua baru akan bergabung kemudian karena sedang ada acara Webinar di luar kantor.

LSF: Dokpri
LSF: Dokpri

Saya sejenak memperhatikan kondisi ruang meeting ini. Di dinding di belakang kami ada tulisan besar Lembaga Sensor Film Republik Indonesia berhias lambang negara Garuda Panca SIla.  Sementara di dinding seberang terpampang dengan manis foto resmi bersama 19 sosok yang menjadi ketua dan anggota Lembaga Sensor film ini.  Dalam dialog ini, kami akan berkenalan dengan sebagian dari sembilan belas sosok yang gagah dan cantik yang ada di foto tersebut.

19 Anggota LSF: Dokpri
19 Anggota LSF: Dokpri

Kami kemudian berkenalan dengan Ketua Sub Komisi  Media Baru, Bpk Andi Muslim, Ketua Komisi I (Bidang Penyensoran) Bpk Ustaz Narullah, Ibu Erry Rosdy, Sekretaris Komisi II, dan juga Mbak Wiwid Setya, Ketua Sub komisi Penyensoran.  Mereka memperkenalkan diri sambil sesekali juga menceritakan secara singkat tugas dan peran masing-masing di LSF ini.

Pak Ustaz dan Mbak Wiwid: Dokpri
Pak Ustaz dan Mbak Wiwid: Dokpri

Dari pihak KOMIK, Mbak Dewi Puspasari juga memperkenalkan secara singkat dan ringkas mengenai komunitas KOMIK dan kegiatan apa saja yang biasa kami lakukan seperti nonton film bareng serta kegiatan lain yang berhubungan dengan film.

Tidak lama kemudian Ketua LSF, Bpk Rommy Fibri Hardiyanto turut bergabung bersama di ruang meeting dan segera secara resmi membuka pertemuan secara resmi. 

"Bagi yang lahir di tahun 70-an mungkin mengenal BSF atau Badan Sensor Film," demikian salah satu kutipan percakapan Pak Rommy yang sekedar berkisah tentang perkembangan zaman serta dinamika sensor film di Indonesia.

Dalam dialog yang berlangsung sekitar 90 menit itu, banyak hal yang dapat kita ketahui mengenai Lembaga Sensor Film dan perannya dalam dunia perfilman di tanah air.  Selain film bioskop, tugas Lembaga ini juga melakukan sensor untuk film di Televisi serta film iklan. Singkatnya semua tayangan yang akan menjadi konsumsi publik di tanah air harus melalui saringan di LSF dan mendapatkan Surat Tanda Lulus Sensor.  Uniknya lagi STLS ini juga memiliki masa berlaku dalam beberapa tahun saja.

Lalu hal apa saja yang sebenarnya akan disensor oleh LSF? Selama ini, kita mungkin mengira bahwa hanya adegan yang mengandung unsur pornografi atau adegan sadis yang akan disensor alias digunting oleh LSF, ternyata masih ada beberapa hal lain yang juga diusahakan tidak beredar dalam muatan film di masyarakat.

Secara lengkap dalam pertemuan itu dibahas mengenai hal-hal yang pasti akan disensor, misalnya saja adegan pornografi, kekerasan, hal yang mengandung SARA, penghinaan atas agama tertentu, dan juga penyebaran ideologi yang tidak sesuai.  

Akan tetapi dalam diskusi ini juga ditekankan bahwa fungsi LSF sendiri terus berkembang sesuai dengan perubahan zaman dan perkembangan teknologi. Sekarang gunting LSF sudah lama disimpan karena bentuk fisik film berupa pita seluloid sudah tidak ada lagi.  Dalam proses penyensoran, LSF hanya memberi catatan kepada pemilik film dan mereka yang kemudian akan melakukan sensor mandiri.  Jadi kalau kadang-kadang ada film atau acara TV yang diblur maka itu so pasti kerjaan stasiun TV yang melakukan sensor mandiri.

Bahkan Ketua LSF juga mengatakan bahwa sesuai dengan konteks cerita bisa saja sensor terhadap dunia LGBT tidak lagi seketat dahulu. Misalnya saja mungkin saja ada adegan seorang anak yang memperkenalkan kedua ibunya dan tetap diloloskan oeh sensor selama tidak ada adegan yang secara vulgar mempertontonkan kegiatan LGBT.   Hal ini tentunya karena kita juga tidak mau masyarakat menjadi terkungkung dari perubahan zaman di luar sana dan juga menyadari bahwa masih banyak arus atau tsunami informasi yang berderdar di lauran dan tidak lagi mampu dibendung di negeri ini.

Serah terima cenderamata: Dokpri
Serah terima cenderamata: Dokpri

Singkatnya yang paling bijak adalah melakukan sensor mandiri dan juga secara cerdas memilah dan memilih tontonan.  Dialog KOMIK dan LSF diakhiri dengan foto bersama.Ketika meninggalkan ruang rapat di koridor, saya melihat deretan foto ketua LSF sejak zaman dahulu hingga saat ini.

Deretan foto Ketua LSF: Dokpri
Deretan foto Ketua LSF: Dokpri

Namun masih ada satu pertanyaan yang mengganjal di dalam benak kami. Di kemanakan kah potongan gunting film-film zaman dahulu yang tidak lolos sensor. Seandainya masih ada apakah kami boleh sekedar mengintipnya?

Jawabnya tentu saja disensor demi kebaikan kita semua.

Jakarta, Akhir Juni 2022

#anjangsanakelsf, #lsf #eventkomik

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun