Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Bahkan Di Sini Pun, Orang Indonesia Suka Belanja

18 Juni 2022   08:17 Diperbarui: 25 Juni 2022   19:01 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berjalan-jalan di Tepi Danau Luzern selalu membuat hati merasa tenang dan damai. Airnya biru jernih kehijauan dan puluhan angsa putih berenang dan beterbangan dengan riang. Udara sejuk di awal Oktober menambah rasa damai di dalam diri. 

Dari Stasiun saya menyusuri tepian danau dan terus hingga sampai di Sungai Reuss yang merupakan salah satu dari empat sungai terpanjang di Swiss di samping Sungai Aare, Rhine dan Rhone.  Kebetulan sungai ini bertemu dengan danau Luzern di kawasan ini.

Saya terus berjalan sambil menikmati panorama dan indah, bangunan kuno dengan berbagai jenis dan model arsitektur, gereja, katedral berderet manis dengan latas belakang gunung Pilatus di kejauhan.  Bila melihat ke sebelah kanan, tampak sebuah jembatan yang berada di sungai ini secara diagonal dengan sebuah menara khas yang unik.   Ini adalah Kapellbrucke atau Chapel Bridge yang menjadi ikon kota Luzern.

Kapellbrucke dan Wasserturm
Kapellbrucke dan Wasserturm

Sebelum Luzern Theatre saya belok kanan dan masuk ke jembatan. Sebuah jembatan dari kayu yang atasnya tertutup. Tepat di bawah atap, banyak lukisan-lukisan dalam bentuk segi tiga. Lukisan ini saudah berusia ratusan tahun dan melukiskan sejarah Konfederasi Swiss dan juga Santo Pelindung kota Luzern.

Salah satu lukisan ini menggambarkan lambang Kanton Luzern yaitu dua ekor singa yang memegang tameng sementara tangan yang lain masing-masing memegang pedang dan bendera Luzern yang berwarna putih biru. 

Saya terus berjalan di jembatan sambil menikmati lukisan-lukisan itu. Namun sayang tidak semua panel segitiga di bawah atap itu dihias oleh lukisan, sebagian hanya kayu dengan papan berwarna hitam.  Rupanya pada 17 dan 18 Agustus 1993, terjadi kebakaran besar di jembatan ini, dan dari ratusan lukisan yang ada, hanya beberapa puluh saja yang bisa diselamatkan dan kemudian direstorasi.

Di dalam Jembatan: Dokpri
Di dalam Jembatan: Dokpri

Memasuki, berjalan, dan sesekali beristirahat di kursi yang ada di tepian jembatan kayu ini membuat saya merasa memasuki Lorong waktu, kembali ke berabad silam ketika Luzern masih merupakan sebuah negeri yang berdiri sendiri dan belum bergabung ke dalam Konfederasi Swiss. Sebuah sejarah nan panjang yang dapat kita telusuri kembali melalui  lukisan-lukisan tua yang sebagian masih bisa diselamatkan setelah kebakaran besar pada Agustus 1993.

Di dekat jembatan ini, juga ada lagi sebuah ikon kota Luzern yang selalu ditampilkan bersama, bagaikan kakak adik kembar siam yang tidak dapat dipisahkan yaitu sebuah menara berbentuk bundar dengan bagian atas ditutup dengan atap berbentuk kerucut dengan dasar oktagon atau segi delapan. Menara ini disebut Wasserturm atau Menara Air setinggi sekitar 30 meter.   Yang membedakan keduanya adalah bahan bangunannya, kalau Chapel Bridge dibangun dari kayu, maka menara air ini dibangun dari batu.  

Wassertumr: Dokpri
Wassertumr: Dokpri

Fakta yang juga menarik adalah Wasserturm ini dibangun lebih dahulu dibandingkan dengan Chapel Bridge. Menara ini dibangun sekitar abad ke 13 sementara jembatan baru dibangun pada abad ke 14. Namun ada kisah yang cukup suram mengenai menara ini yang menceritakan bahwa ruangan di dalamnya pernah dijadikan penjara dan sering dipakai sebagai tempat penyiksaan.

Dari jembatan ini, masih ada satu tempat lagi yang juga menjadi ikon kota Luzern sekaligus mempunyai rahasia yang jarang diungkap.   Saya terus berjalan dengan tujuan adalah Monumen Singa atau Lowendenkmal.  Sesampainya di Schwanenplatz, tidak sengaja saya melihat sebuah toko jam merek yang cukup terkenal, yaitu Bucherer. Saya masih ingat beberapa tahun lalu pernah mampir ke Bucherer dalam perjalanan ke Mount Titlis.

Akhirnya, walau tidak bermaksud membeli jam tangan, saya mampir ke toko ini.  Melihat-lihat berbagai jenis jam tangan Swiss yang memang terkenal itu. Bucherer sendiri tidak terlalu mahal harganya. Namun yang menarik adalah di dekat pintu masuk ada tulisan dalam berbagai bahasa yang menyatakan bahwa karyawan di toko ini bisa berbicara dalam bahasa-bahasa tersebut.

Tulisan dalam berbagai bahasa: Dokpri
Tulisan dalam berbagai bahasa: Dokpri

Ada tulisan Hablamos Espanol, On Parle Francais, Falamos Portugues, Parliamo Italino, Nagsasalita Din Kami sa Filipino, dalam Bahasa Spanyol, Perancism Portugis , Italia, dan juga Tagalog.  Selain itu juga ada dalam Bahasa Belanda, Inggris, Jerman, Rusia, Swedia, Ceko, Hongaria, Cina, Arab, Tahi , Jepang dan Urdu.   Namun yang unik adalah ada juga Bendera Indonesia dan tulisan Bahasa Indonesia saja, buka Kami bicara Bahasa Indonesia seperti bahasa-bahasa di atas.

Namun setidaknya pemilik atau manajemen di Toko Buchere ini juga sadar bahwa cukup banyak wisatawan asal Indonesia yang datang ke Luzern dan kemudian belanja di toko ini.

Foto-foto: Dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun